Chereads / BOUND BY PROMISE / Chapter 37 - TAKDIR YANG TERIKAT

Chapter 37 - TAKDIR YANG TERIKAT

Semua orang yang terlibat dalam pencarian Rain pun kini sudah sampai di Rumah sakit, dengan Rai yang langsung meminta bodyguard ayah Denis untuk membawa sahabatnya ke dalam sana hingga di mana laki-laki itu melihat seseorang yang baru saja datang dan turun dari dalam mobil membuatnya langsung menatap penuh amarah kepadanya.

"VANO!" teriaknya dengan kedua mata yang menatap tajam.

Mendengar ada seseorang yang memanggilnya, laki-laki itu langsung menoleh dan mendapati Rai yang berdiri di kejauhan sana. Vano yang mengetahui hal tersebut pun menghela nafas sebelum akhirnya memilih untuk menghindarinya.

Akan tetapi tertahan lantaran Rai yang begitu cepat langsung menghalangi jalannya untuk Vano bisa memasukinya.

Vano menghela nafas lalu berdecak sebelum akhirnya menatap datar seseorang yang berada di hadapannya saat ini. "Minggir."

"Apa?" ujar Rai dengan kedua tangan yang melipat di dada serta senyum smirk yang ditunjukan. "Punya hak apa lo untuk ketemu sama dia, hah?!"

"Tolong minggir, Rai. Gue pacarnya mau tau keadaan dia, paham?!"

Mendengar sebuah pengakuan dari seseorang yang berada di hadapannya itu membuat seorang Rai langsung berdecih sebelum akhirnya berkata, "Pacar macam apa yang udah ninggalin dia sendirian di sana?!" ujarnya.

"Lo diem, kalau lo nggak tau cerita yang sebenarnya, mending lo diem dan nggak usah ikut campur sama masalah gue dan Rain!"

"Gue punya hak, karena lo masih berstatus jadi pacarnya Rain dan bukan suaminya. Selain itu, bokap sama nyokap nya masih percayain gue untuk jagain dia dari orang-orang berengsek kayak lo!"

Tanpa sadar kedua tangannya langsung terkepal kuat dan Rai yang menyadari hal itu pun langsung menaikkan satu alisnya.

"Kenapa? Lo mau mukul gue, iya? Silakan kalau lo berani, gue juga nggak takut, tapi lebih baik lo pergi dari sini sebelum gue panggilin security untuk usir lo, gimana?"

Di sini di tempat ini, Vano melihat begitu banyak orang-orang yang berlalu lalang keluar masuk dari Rumah sakit. Sebagian dari mereka ada yang mulai memerhatikannya dengan Rai yang saat ini berada di hadapannya, kemudian pandangannya beralih kepada seorang security yang ternyata sedari tadi sudah mulai memerhatikan gerak-geriknya sehingga membuat laki-laki tersebut langsung berdecak kesal sebelum akhirnya hendak pergi dari sana.

"Gue akan kembali untuk Rain, inget itu!" peringatnya kepada sahabat dari kekasihnya itu.

Sementara Rai yang masih terdiam di tempatnya pun langsung menghela nafas dengan kedua tangan yang kini mulai memasuki saku celananya dengan perasaan kesalnya yang masih membekas tersebut.

"Vano, mulai sekarang gue akan awasi lo dari jauh. Cowok kayak lo bahaya banget kalau terus-terusan ada di dekat Rain, sahabat gue nggak pantas dapetin berengsek kayak lo."

Setelah itu Rai pun mulai memutar tubuhnya hendak memasuki Rumah sakit untuk menyusul keberadaan semua orang yang sudah membawa Rain untuk ditangani lebih lanjut.

Di sisi lain saat ini kedua orang tua Rai masih berada di rumah Rain, mereka berbincang untuk menghibur Mitha yang sangat mengkhawatirkan putrinya itu yang belum juga kembali pulang.

Raya yang melihatnya pun tersenyum begitu manis, kemudian berpindah tempat duduk menjadi berada tepat disamping sahabatnya itu. Sedangkan Amar langsung berpindah k samping Fadly untuk membiarkan kedua wanita tersebut saling berbicara dengan leluasa.

"Mit, kamu masih kepikiran Rain, ya?" ujarnya dengan satu tangan yang kini melingkari punggung wanita di sampingnya tersebut.

"Iya, Raya. Aku khawatir banget, karena sebelumnya Rain nggak pernah kayak gini," ungkap Mitha dengan wajah sendunya. "Menurut kamu, kapan mereka akan pulang?"

Mendengar ucapan yang baru saja dilontarkan oleh Mitha membuat semua orang yang berada di dekatnya pun langsung terdiam dan saling memandang satu sama lain sehingga suasana pun seketika menjadi hening.

"Sebentar lagi," jawab Raya dengan ragu. "Nanti Rai pasti akan segera pulang bersama Rain."

Mitha yang sudah bosan mendengar kalimat yang tidak tahu kepastiannya pun, kini menghela nafas sebelum akhirnya salah satu di antara mereka pun bersuara.

"Aku akan coba hubungi dia," sahut Fadly dengan senyum tipisnya itu. "Tunggu sebentar, ya."

Setelah itu Mitha, Raya dan Amar pun menganggukkan kepala melihat kepergian Fadly yang berjalan keluar. Hingga di mana akhirnya pria tersebut sudah merasa aman bersamaan dengan suara seseorang yang begitu dikenalinya itu terdengar.

"Halo Pa," sahut seseorang di seberang sana.

"Gimana?" tanya Fadly dengan suara yang pelan. "Kamu udah temuin Rain, 'kan?"

"Maaf, aku lupa kabarin Papa. Rain udah ditemuin dan sekarang kita lagi ada di Rumah sakit, Rain lagi ditangani sama Dokter."

Fadly yang mendengarnya pun langsung menghela nafas sebelum akhirnya pria itu kembali berkata.

"Apa Papa boleh ke sana?" tanyanya dengan serius. "Papa ingin tau keadaan dia, Rai. Dia baik-baik aja, 'kan? Nggak ada luka serius?"

"Nggak ada, kok, Pa. Oh, iya, Pa, kalian boleh datang ke sini, tapi tolong kasih alasan untuk Om Amar dan Tante Mitha, ya, karena yang mereka tau, kita lagi hadir di acara party."

Pria tersebut yang mendengarnya pun langsung menghela nafas, Fadly sedang berpikir bagaimana nanti akan berbicara dengan sahabatnya tersebut, hingga akhirnya ia menganggukkan kepala dan kini dirinya mengerti.

"Ya udah, kalau gitu Papa akan beritahu mereka sekarang, sebentar lagi kita berangkat ke sana. Tolong kamu kirimkan alamatnya ke Whatsapp, ya."

"Iya, nanti aku kirim alamat Rumah sakitnya." Rai terdiam sejenak dengan kepala yang tertunduk sebelum akhirnya laki-laki itu kembali berkata, "Pa ..."

"Iya Rai, ada apa?" tanya Fadly dengan senyum tipisnya itu. "Kamu ... baik-baik aja, 'kan? Nggak ada yang luka 'kan, Sayang? Kamu juga harus jaga diri kamu baik-baik, ya."

Tanpa sadar kedua matanya mulai berkaca-kaca, entah sejak kapan, ia pun tidak tahu. Tetapi yang pasti, saat ini dirinya benar-benar merasa bersalah sekaligus terharu dengan apa yang sudah Fadly lakukan kepadanya.

"A-aku ... nggak tau lagi harus bilang apa sama Papa," jedanya dengan air mata yang mulai lolos begitu saja membasahi kedua pipinya. "Selain berterima kasih sama Papa, karena udah percayakan semuanya sama Rai. Dan sekarang, aku benar-benar merasa yakin sama diri sendiri kalau aku bisa menjaga Rain lebih baik lagi."

Di seberang sana Fadly begitu sangat merasakan bahagia karena putranya tidak pernah mengecewakan dirinya sejauh ini sehingga ia begitu bangga dengan apa yang sudah dilakukan oleh Rai.

"Sama-sama, Rai. Asal kamu tau, kalau Papa sangat bangga sama kamu, akhirnya kamu bisa membuktikan diri bahwa kamu mampu menjaganya dengan baik. Apalagi setelah ini tanggung jawab kamu akan semakin besar, dan kamu harus siap dengan semua kemungkinan yang terjadi setelah terikat nanti."

Mendengar kata 'terikat' membuat Rai seketika terdiam mematung di tempatnya dengan kedua matanya yang memandang kosong lurus ke depan. Entahlah, laki-laki itu hanya merasa, mungkin akan butuh waktu untuk meluruskan semua ini, atau jika memang sudah tidak bisa diubah, maka jalan satu-satunya adalah dengan menerima takdir.

Mungkin, pada akhirnya Tuhan memberikan takdir untuk Rai dan Rain bahwa mereka harus selalu bersama selamanya.