Chereads / BOUND BY PROMISE / Chapter 35 - RAIN AKHIRNYA DITEMUKAN

Chapter 35 - RAIN AKHIRNYA DITEMUKAN

Kembali dalam suasana yang gelap, penuh pepohonan rindang, hujan yang begitu deras dan dingin itu, seorang remaja berusia 17 tahun mencoba mencari kembali sosok yang sudah lama dirindukannya.

Entah bagaimana bisa dunia begitu kejam terhadapnya dan Rain yang begitu dirinya sayangi itu. Ia benar-benar merasa bersalah karena tidak bisa menjaga gadis itu dengan benar, sehingga kini laki-laki tersebut dengan sangat terpaksa harus berbohong kepada Mamanya dan kedua orang tua dari sahabatnya itu.

"RAIN, KAMU DIMANA?! KAMU DENGAR SUARA AKU, 'KAN?!"

Sebenarnya Rai cukup mengerti dengan apa yang dimaksudkan oleh Denis kepadanya itu, hanya saja ia pun tidak bisa menahan dirinya untuk tak berteriak kepada laki-laki tersebut.

Rai tidak pernah berniat untuk membentaknya, apalagi di hadapan ayah Denis dan Samuel. Mengingat hal tersebut membuatnya benar-benar merasa malu dan gugup, pastinya juga akan terasa canggung setelah ini.

"Aaarrgghh! Kenapa harus kaya gini, sih?!" ujarnya dengan kesal. Laki-laki itu menendang bebatuan yang berada di dekatnya tanpa merasakan sakit di kakinya tersebut.

Berjam-jam sudah mereka mencari hingga akhirnya ayah Denis mendapat sebuah telepon yang membuat pria tersebut harus menghentikan langkahnya.

"Bagaimana?" tanyanya.

"Rain sudah ditemukan, Tuan!"

"Bagus, bawa gadis itu dalam keadaan hidup-hidup, jangan sampai lecet sedikit pun, jaga dia dengan benar."

"Baik, Tuan."

Panggilan pun terputus bersamaan dengan pria itu yang langsung tersenyum senang menatap kedua remaja itu. Denis yang lebih dulu menyadari adanya perubahan raut wajah dari ayahnya pun langsung mengerutkan keningnya.

"Papa kenapa?" tanya laki-laki itu. "Tadi siapa yang telepon?"

"Orang suruhan temen Papa," jawab pria itu. Sedangkan Denis yang mendengarnya pun langsung membelalakan kedua mata dan berkata, "T-terus kata mereka gimana?"

"Ya ... Rain udah ditemuin," jawabnya. "Mereka mau bawa Rain ke mobil. Kamu cepet susul Rai, sana. Kasih tau dia kalau calon tunangannya udah ditemuin dan dia baik-baik aja."

Denis dan Samuel yang mendengarnya pun langsung tersenyum lega, mereka saling menatap satu sama lain sebelum akhirnya salah satu di antara keduanya pun berbicara.

"Ya udah, kalau gitu aku susul Rai dulu, ya, Pa."

"Eh, Nis," cegah Samuel. "Nggak usah, lo tunggu di sini aja sama bokap lo. Soal Rai biar gue aja."

"Ya udah, kalau gitu Om sama Denis duluan aja, ya. Kamu beneran nggak apa-apa, El?"

Samuel yang mendengarnya pun langsung menyunggingkan kedua sudut bibirnya, kemudian menganggukkan kepala sebelum akhirnya berkata, "Iya, Om. El nggak apa-apa, kok," jawabnya.

Setelah itu mereka pun berpisah, Samuel yang hendak menyusul Rai yang sudah berada di depan sana, sedangkan Denis dan ayahnya yang kembali ke jalan raya dekat rumah kosong tak berpenghuni itu.

Di sisi lain kini semua orang sedang berjalan tergesa-gesa mendekati sebuah mobil yang terparkir dapi di depan bangunan kosong tersebut. Salah satu di antara mereka pun ada yang membawa Rain yang masih tidak sadarkan diri untuk dibawanya ke dalam mobil.

Di kejauhan sana ada seseorang yang menyaksikan semuanya yang membuat laki-laki tersebut langsung membelalakan kedua matanya. Secara tiba-tiba ia langsung menghentikan mobilnya tepat di depan kendaraan yang lain dengan perasaan yang campur aduk, dan dirinya juga berusaha untuk mengontrol perasaannya yang saat ini benar-benar merasa tidak tenang.

"Semoga itu bukan kamu, Rain," gumamnya sembari berjalan mendekati kerumunan tersebut. "Itu bukan kamu, 'kan?"

Hingga di mana akhirnya ia pun melihatnya dari dekat dengan secara jelas, disitulah dirinya baru saja menyadari satu hal, bahwa seseorang yang dilihatnya saat ini ternyata adalah Rain, kekasihnya sendiri.

"Rain, k-kamu ..." Bahkan, laki-laki tersebut tidak sanggup untuk mengucapkan sepatah kata pun ketika ditampar oleh suatu kenyataan ini. "RAINNNN!!!"

Detik berikutnya laki-laki itu langsung berteriak memanggil-manggil nama gadis itu dengan kedua mata yang memerah karena tangisan yang begitu luar biasa.

"Maaf, kamu siapa?" tanya salah satu orang suruhan tersebut. "Jangan ganggu gadis ini, lebih baik kamu menjauh darinya."

Karena tidak terima dengan apa yang baru saja dikatakan oleh pria tersebut membuatnya langsung menatapnya tajam dengan rahang yang mengeras serta gigi yang bergelutuk karena emosi yang hendak meledak.

Tanpa aba-aba laki-laki itu langsung menghajar seseorang yang berada di hadapannya tersebut sehingga pria di depan sana terjungkal ke aspal dengan darah segar yang mengalir di sudut bibirnya.

"NGGAK USAH SOK NGATUR LO, ANJING! GUE PACARNYA DIA BANGSAT!"

Semua orang yang melihatnya pun lantas membantu pria yang baru saja dihajar olehnya, sedangkan yang lainnya menahannya agar tidak kembali membuat keributan. Sampai akhirnya suara seseorang yang membuat laki-laki tersebut langsung tertegun dengan jantung yang berpacu begitu cepat.

"VANO ANJING, NGAPAIN LO DI SINI, HAH?!" teriak Rai dari belakang sana. Kemudian pandangannya beralih kepada seorang gadis yang berada di dalam mobil membuat laki-laki itu langsung kembali menatap seseorang yang berada di hadapannya dengan tajam. "JANGAN PERNAH SENTUH RAIN SEDIKIT PUN, PAHAM LO?!"

Tentu saja, Vano yang mendengarnya pun tidak terima, laki-laki itu menatap tajam balik ke arahnya dengan kedua tangan yang hendak memukul seseorang yang berada di hadapannya kembali dengan emosi yang kembali terpancing.

"Gue pacarnya dia, dan lo cuma sahabatnya dari kecil!" ujar Vano dengan penuh penekanan. "Jadi yang lebih berhak untuk ada di sisi dia itu cuma gue, bukan lo, Rai!"

Rai langsung melipat kedua tangannya di dada, kemudian memalingkan wajahnya ke arah lain sejenak sebelum akhirnya kembali memandang seseorang yang berada di hadapannya saat ini.

"Apa lo bilang?" ujarnya dengan tersenyum smirk. "Lo yang lebih berhak buat dia? Oh, ya?"

Rai kembali memberikan tatapan meremehkan kepada Vano dengan cara memandang laki-laki itu dari atas sampai bawah dengan mengulum senyumnya, sedangkan Vano yang melihatnya pun langsung mengerutkan kening sebelum akhirnya menyadari bahwa ia saat ini sedang mengenakan pakaian tidur dengan motif gambar spiderman.

"APA LO?!" ketus Vano dengan kesal.

"Sekarang gue tanya sama lo," ujar Rai dengan ekspresi yang mendadak serius kali ini. "Kenapa lo bisa ada di sini? Bukannya lo sendiri nggak tau dimana keberadaan pacar lo sendiri, tapi kenapa bisa lo tiba-tiba di sini? Apalagi lo pake pakaian tidur kaya gini."

Deg.

Jantung Vano kembali berpacu begitu cepat dengan kening yang berkerut setelah mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh seseorang yang berada di hadapannya saat ini. Kelemahan laki-laki itu adalah tidak bisa menyembunyikan ketakutannya, maka dari itu Rai yang sudah mengetahui jawabannya pun hanya bisa diam dengan kekesalannya yang begitu luar biasa terhadap kekasih dari sahabatnya tersebut.

"Apa jangan-jangan lo sebenarnya ..." Kening Rai memincing memandang seseorang yang berada di hadapannya itu dengan sinis. "penyebab Rain jadi kaya gini?"