Chereads / BOUND BY PROMISE / Chapter 11 - BERPURA-PURA BAIK-BAIK SAJA

Chapter 11 - BERPURA-PURA BAIK-BAIK SAJA

"Rai, kalau aku takut kehilangan kamu gimana?"

Perkataan tersebut membuat Rai langsung menghentikan mobilnya seketika di tengah jalan. Beruntung jalanan sepi sehingga sesuatu yang tidak diinginkan pun tidak akan terjadi.

Rain kini sedang menundukkan kepala dengan kedua tangan yang memainkan ujung hoodie milik sahabatnya itu. Ia benar-benar tidak tahu harus bagaimana lagi agar laki-laki itu tahu apa yang sedang dirasakan oleh dirinya saat ini.

"Rain," panggil laki-laki itu setelah beberapa saat termenung dengan perkataannya. "Ada apa lagi sama Vano?"

Gadis itu yang mendengarnya pun langsung menoleh dengan kening yang berkerut. "Maksud kamu?" tanyanya.

Laki-laki itu menghela nafas, kemudian menepikan mobilnya terlebih dahulu sebelum akhirnya kembali berbicara dengan sahabatnya.

"Kamu lagi berantem, 'kan sama Vano?" tanyanya. "Bilang sama aku, dia bikin ulah apa lagi kali ini?"

Wajah Rai benar-benar berubah 180 derajat sekarang, ia akan marah jika itu menyangkut tentang dirinya dan Rain menyukai hal tersebut.

"Aku sama Vano nggak berantem, kok."

"Lho, terus kamu kenapa tadi bilang kaya gitu?"

Sejujurnya Rai sempat berpikir bahwa apa yang baru saja dikatakan oleh gadis di sampingnya itu adalah sesuatu yang selalu ia hindari. Akan tetapi, entah kenapa dirinya merasakan hal yang aneh dengan pengucapan sahabatnya tersebut membuatnya langsung menggelengkan kepala.

"Aku cuma takut kehilangan kamu aja, Rai."

Laki-laki itu melihat sahabatnya yang kini menundukkan kepala sehingga ia yang mengetahui hal tersebut langsung membawa Rain ke dalam pelukannya.

"Rain, kamu tahu 'kan kalau aku nggak bakal ninggalin kamu?" Laki-laki itu kini mengusap puncak kepala dari sahabatnya tersebut dengan rasa sayangnya. "Janji aku dari kecil nggak pernah berubah, Rain."

"Janji yang mana?" tanya Rain yang kini mendongakkan kepala untuk melihat wajah sahabatnya itu. "Banyak janji kamu buat aku."

Rai yang mendengarnya pun terkekeh, ia melihat Rain yang kini menekuk wajahnya sehingga dirinya yang merasa gemas dengan gadis tersebut.

"Kalau kamu nggak bahagia sama pilihan kamu, izinin aku buat bahagiain kamu."

Deg.

Perkataannya tersebut membuat detak jantung Rain langsung berdegup begitu kencang sehingga kini gadis itu spontan melepaskan diri dari laki-laki itu.

Hal itu membuat Rai terkejut dan langsung membenarkan pakaiannya, lalu berdeham.

"Kamu kenapa?" tanya laki-laki itu yang sebisa mungkin menghilangkan kecanggungan di antara keduanya.

Gadis itu yang semula hanya diam pun langsung menoleh dengan kedua mata yang menatap intens seseorang yang berada di sampingnya.

"Rai," panggilnya dengan kedua alis yang terangkat.

"Kenapa?" tanya Rai yang masih merasa gugup. "Kamu kenapa? Ada apa, hm?"

"Aku lapar," jawab Rain yang kini meraba perutnya yang terasa kosong.

Sementara itu Rai yang melihatnya pun langsung mengatupkan bibirnya rapat-rapat setelah mendengar pernyataan dari sahabatnya. Laki-laki itu pun berdeham sebelum akhirnya kembali menyalakan mesin mobilnya terlebih dahulu.

"Mau makan di Rumah atau di luar?" tanyanya kepada gadis di sampingnya itu.

"Rumah siapa?" tanya Shil dengan kedua alis yang terangkat.

"Terserah kamu, mau Rumah aku atau kamu."

Rain yang mendengarnya pun langsung menghela nafas, kemudian menggelengkan kepala.

"Aku nggak mau makan di Rumah," ujar gadis itu. "Nggak apa-apa, 'kan Rai?"

"Nggak apa-apa, kok. Terus, kamu mau makan dimana dong?"

"Langganan kita gimana?" usul Rain sembari memainkan kedua alisnya itu. "Kira-kira kamu mau, nggak?"

"Maulah, selama kamu senang."

Rai pun terkekeh, sedangkan Rain yang mendengarnya kini langsung memutar kedua bola matanya malas.

"Gembel terus," ujar gadis itu. "Kamu doang emang yang berani gombalin aku yang punya pacar."

"Iya dong, lagian Vano juga nggak bakal berani sama aku."

Mendengar perkataan dari sahabatnya itu membuat Rain langsung menatap sepenuhnya laki-alki tersebut dengan satu alis yang dinaikkan ke atas.

"Percaya diri banget, sih. Yang ada juga kamu tuh yang nggak berani sama dia."

"Bukan nggak berani, tapi aku ngelakuin itu demi kamu, Rain."

Entah kenapa perubahan nada bicara dari sahabatnya itu membuat senyuman Rain luntur seketika. Ia melihat bahwa laki-laki itu yang sepertinya sudah mulai tidak merasa nyaman dengan pembahasan dirinya kali ini.

"Aku lapar, Rai."

"Sabar, sebentar lagi sampai, kok."

Akhirnya Rain pun hanya menganggukkan kepala dengan senyum tipisnya itu. Ia memalingkan wajahnya ke arah lain yang kini memandang jalanan yang hampir tidak terlihat dikarenakan hujan yang begitu deras membuat dirinya menghela nafas.

Sementara itu Rai saat ini diam-diam menahan kekesalannya, ia benar-benar tidak bisa menahan dirinya sendiri ketika sahabatnya tersebut selalu membicarakan hal seperti ini yang membuatnya menjadi marah.

"Rain," panggil laki-laki itu. "Kamu beneran nggak nyariin aku 'kan tadi?"

Hening, gadis itu mendengar, akan tetapi mulutnya tidak juga bergerak sehingga membuat Rai merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan sahabatnya itu.

"Aku dikasih tahu Samuel kalau kamu nyariin aku."

"Terus, kenapa emang kalau aku nyariin kamu?"

Sungguh, perkataan dari gadis di sampingnya itu membuat Rai cukup terkejut mendengarnya. Padahal ia benar-benar tidak berniat mengatakan itu, dirinya hanya ingin memastikan sesuatu bahwa Rain memang tak mencarinya tadi.

"Jadi kamu beneran nyari aku?!" tanya Rai dengan tidak percayanya itu. "Rain, serius kamu cari aku?"

Rain pun berdecih, "Kebiasaan banget kamu kalau ngetest."

"Aku nggak peduli soal itu," ujar Rai dengan senyum manisnya. "Jadi kamu beneran nyari aku?"

Gadis itu yang mendengarnya pun langsung menghela nafasnya, kemudian mengangguk sebelum akhirnya berkata, "Hm, bahkan aku nungguin kamu di depan kelas."

Entah kenapa jantung Rai tiba-tiba berdetak kencang, diam-diam ia menyunggingkan senyumannya setelah mengetahui bahwa ternyata gadis itu mencari dirinya membuat laki-laki tersebut merasa senang dengan hal itu.

"Thank you, Rain."

"Untuk?"

"Semuanya," ujar Rai tiba-tiba yang membuat Rain semakin dibuat bingung dengan perkataan laki-laki tersebut. "Karena kamu selalu ingat aku, bahkan ketika kamu udah punya Vano di samping kamu."

Diam, hanya itu yang bisa dilakukannya sekarang. Ia tidak tahu bagaimana cara mengekspresikan dirinya setelah mendengar perkataan dari sahabatnya tersebut.

Meskipun, ada sesuatu yang tidak bisa Rain sadari secepat itu jika menyangkut tentang sahabatnya sendiri. Bahkan, senyuman gadis itu meluntur setelah mendengar pernyataannya, seakan ada sesuatu yang tak diketahui oleh laki-laki itu sendiri.

Pada akhirnya Rai hanya tahu bahwa Rain-nya sudah bersama dengan laki-laki yang selalu berada di sampingnya. Sahabatnya itu tidak tahu bahwa selama ini ia dan Vano tak pernah baik-baik saja sehingga dirinya merasa kesal seorang diri karena tak mampu menceritakan permasalahan yang sedang terjadi.

"Maafin aku, Rai." Gadis itu bergumam, akan tetapi ia tidak menyadari bahwa seseorang yang berada di sampingnya bisa mendengar dirinya.

"Kamu bilang apa, Rain?" tanya laki-laki itu dengan kedua alisnya. "Aku nggak dengar, soalnya."

Dengan cepat gadis itu menoleh dan menggelengkan kepala dengan senyum tipisnya itu.

"Nggak ada apa-apa, kok."