Chereads / BOUND BY PROMISE / Chapter 15 - RAI VS VANO: PERTENGKARAN

Chapter 15 - RAI VS VANO: PERTENGKARAN

Keesokan harinya Rai sudah berada di depan Rumahnya dengan motor besar kesayangannya itu yang selalu ia bawa.

"Rai, kamu nggak berangkat duluan?" tanya gadis itu yang dikejutkan dengan kehadiran sahabatnya. "Aku pikir kamu nggak bakal datang, soalnya aku udah pesan Taxi."

"Aku mau bareng sama kamu," ujar Rai yang kini sudah mengangkat helmnya dengan tinggi. "Aku udah bawa 2, nih, masa kamu nggak mau bareng sama aku."

Gadis itu yang melihatnya pun langsung terkekeh, kemudian menggelengkan kepala sebelum akhirnya berjalan mendekati sahabatnya tersebut.

"Ya udah," putus Rain yang kini langsung menerima helm tersebut. "Aku bareng kamu aja."

"Good," puji Rai yang kini sudah menghadap ke depan untuk bersiap-siap. "Udah belum?"

"Udah," jawab Rain yang kini sudah berada di belakangnya. "Ayo buruan, udah siang, nih."

"Iya, iya, bawel."

Setelahnya mereka berdua pun bergegas pergi menuju ke Sekolah dengan seperti biasanya.

Tanpa mereka sadari bahwa sedari tadi ada seseorang yang memperhatikannya dengan kesal, kemudian melajukan mobilnya untuk segera pergi dari hadapan Rumah ini.

"Sialan lo, Rai. Bisa-bisanya lo samperin cewek gue!"

Kini sepasang sahabat tersebut sudah sampai di parkiran dengan Rain yang langsung menuruni motor dan memberikan helm kepada laki-laki itu.

"Nih, aku duluan, ya, Rai."

"Eh, tunggu sebentar!"

Langkah gadis itu langsung terhenti setelah mendengar perkataan dari sahabatnya.

"Ada apa?" tanyanya dengan kedua alis yang terangkat. "Aku mau ke kelas dulu, nih."

Rai bisa melihat dengan jelas bagaimana kekhawatiran gadis itu yang sebenarnya tertuju kepada Vano. Ia tahu bahwa Rain hanya beralasan saja sehingga dirinya pun yang mengetahui hal tersebut langsung menyunggingkan senyuman manisnya.

"Ini," ujar Rai yang baru saja memberikan toples berisi dua buah roti yang sudah terbagi-bagi membuat gadis itu mengerutkan keningnya.

"Itu Mama yang kasih buat kamu, katanya sebagai tanda permintaan maaf atas kejadian yang nggak enak kemarin."

Rain yang mendengarnya pun menjadi mendadak canggung kembali, dan Rai yang melihatnya pun tahu tentang itu.

"Rain, aku minta maaf karena nggak bisa batalin rencana mereka." Laki-laki itu merasa bersalah karena ini pasti akan menyedihkan bagi sahabatnya yang sudah memiliki seorang kekasih. "Jadi, aku mau minta maaf sama kamu dan tolong jangan cuekkin aku lagi, ya?"

Dari cara bagaimana Rai yang begitu tulus meminta maaf kepadanya membuat gadis itu menghela nafas.

"Kamu nggak perlu minta maaf kaya gini sama aku, Rai."

"Tapi---" Rain menjeda ucapannya dan berkata, "Di sini kita nggak bisa berbuat apa-apa, selain nurutin apa kemauan mereka."

Deg.

Mendengar itu membuat Rai merasa gugup, ia takut bahwa apa yang dikatakan oleh Rain adalah sebuah pertanda bahwa dirinya dan gadis itu akan bersama.

"Maksud kamu?" tanya Rai dengan kedua alis yang terangkat.

Rain menghela nafas sejenak, kemudian menundukkan kepala seolah sedang berpikir sebelum akhirnya kembali mendongan untuk menatap seseorang yang berada di hadapannya saat ini.

"Aku bakal berusaha buat gagalin pertunangan ini, jadi kamu ngga perlu khawatir."

Senyuman yang terbit perlahan memudar dan tergantikan oleh keterkejutannya. Ternyata, ia salah menangkap maksud dari perkataan sahabatnya itu sehingga dirinya kini hanya bisa menyunggingkan senyum tipisnya.

"Iya, Rain."

Tidak lama kemudian sebuah mobil yang sudah tidak asing lagi baginya membuat Rain langsung membelalakkan kedua mata.

Gadis itu langsung berlari mendekati mobil tersebut dimana kekasihnya baru saja datang membuat Rai yang melihat itu pun kini mulai berjalan meninggalkan mereka berdua.

"Hai," sapa Rain dengan senyuman manisnya. "Kamu baru datang?"

Vano yang baru saja keluar dari mobil pun langsung tersenyum ketika melihat kehadiran kekasihnya itu.

"Eh, hai Rain. Iya, aku baru datang soalnya habis lihat sesuatu."

Kening Rain langsung berkerut setelah mendengar perkataan dari laki-laki yang berada di hadapannya saat ini.

"Sesuatu?" ulangnya, sedangkan Vano yang saat ini melihatnya pun langsung menyunggingkan senyumannya dengan sangat terpaksa.

"Lupain aja." Kemudian ia pun langsung merangkul Rain yang merupakan kekasihnya yang tercantik selama ini.

Di sisi lain kini dua orang laki-laki menjadi saksi bagaimana patah hatinya seorang Rai yang saat ini sedang berjalan seorang diri di sepanjang lorong Sekolah.

Denis dan Samuel sudah melihat semuanya, akan tetapi mereka tidak berani berkata apapun karena sepertinya Rai sedang dalam kondisi yang tak baik-baik saja.

"Rai," sapa Samuel. "Lo tumben datang siang?"

"Hm ... gue nungguin Rain."

Denis dan Samuel bisa melihat bagaimana raut wajah dari laki-laki itu yang mendadak berubah membuat keduanya menghela nafas.

"Lo barusan lihat, nggak?" tanya Denis kepada seseorang yang berada di sampingnya.

"Iya, gue tahu. Udah, ah, ayo cabut!"

Mendengar hal tersebut membuat Denis langsung berdecak. "Nggak asyik banget, lo."

"Gue nggak kaya lo yang demen banget ghibahin orang, apalagi sahabat lo sendiri."

Deg.

Denis langsung meraba dadanya yang terasa sesak itu, kemudian tersenyum getir. "Kok rasanya sakit banget, ya, di sini. Sakit, tapi nggak berdarah."

"Halah, lebay banget, lo!"

Samuel langsung pergi meninggalkannya seorang diri yang saat ini sedang meratapi rasa sakit dihatinya itu.

"Mommy, Denis dibilang lebay!" Kemudian ia langsung berlari menyusul Samuel yang sudah berjalan jauh di depan sana membuat dirinya berdecak. "Eh, El, tungguin gue, woy!"

Kini Rai sudah berada di dalam kelas dan langsung membanting tasnya di atas meja. Kemudian menelusupkan wajahnya di antara dua lipatan tangannya yang berada di atas meja.

"El, dia kenapa?" tanya Denis dengan polosnya. "Gue takut kena amuk dia."

Laki-laki di samping yang baru saja mendengarnya pun langsung menempeleng kepala Denis.

"Lo bego atau pura-pura bego, sih? Kan tadi udah lihat sendiri kalau ini gara-gara Rain."

Brak!

Suara gebrakan tersebut membuat kedua laki-laki itu terkejut, bahkan ternyata semua orang di dalam kelas pun sama terkejutnya seperti mereka.

"RAI, KELUAR LO ANJING!"

Teriakannya itu berhasil membangunkan Rai yang baru saja tertidur membuat Denis dan Samuel yang melihatnya langsung berjalan mendekati seorang laki-laki yang mereka ketahui sebagai kekasih Rain.

"Lo pacarnya Rain?" tanya Samuel dengan kedua tangan yang melipat di dada.

Vano yang mendengarnya pun langsung menaikkan satu alisnya dengan kedua tangan yang berada di dalam saku celana.

"Iya, gue pacarnya. Emang kenapa? Lo suka sama cewek gue?!"

Deg.

Entah kenapa perkataannya itu begitu tepat sasaran membuat Vano yang melihatnya pun langsung tahu bahwa Samuel menyukai Rain.

"Gue nggak akan pernah biarin itu terjadi!"

"PERGI LO!" bentak Samuel yang kini menghalangi jalan Vano untuk mendekati Rai. "GUE NGGAK NGIZININ LO BUAT MASUK KE KELAS INI!"

Kedua mata tajamnya membuat Vano berdecih, kemudian mendorong Samuel sehingga laki-laki itu tersungkur.

Denis yang melihatnya pun langsung membelalakkan kedua matanya dan berlari mendekat untuk membantunya.

"Samuel!" panggilnya. "Lo nggak apa-apa, 'kan?!"

"Gitu doang kekuatan lo, hah?!" ujar seseorang yang kini masih duduk di tempatnya. "Gue udah bilang jangan main-main sama teman-teman gue bangsat!"

Kemudian Rai pun berdiri dari duduknya dengan kedua mata yang menatap tajam seseorang yang berada di hadapannya.

"Gue udah peringatin lo berulang kali buat nggak kasar sama teman-teman gue!" Rai menarik kerah laki-laki itu dan kembali berkata, "Nggak usah basa-basi, sekarang jawab pertanyaan gue. Apa mau lo?!"

"Lo yang mulai duluan, Rai. Terus, lo mau pura-pura nggak tahu apa-apa?"