Chereads / BOUND BY PROMISE / Chapter 16 - RAI TIDAK AKAN MEMBIARKANNYA

Chapter 16 - RAI TIDAK AKAN MEMBIARKANNYA

Karena kesal, pada akhirnya laki-laki itu memilih untuk beranjak dari sana meninggalkan area Kantin dengan Denis dan Samuel yang masih duduk di tempatnya sembari memandangi kepergian dari seseorang yang baru saja pergi menjauhinya.

"Jadi pergi 'kan," ujar Samuel yang saat ini menggelengkan kepala menatap laki-laki yang berada di sampingnya saat ini. "Minta maaf sana."

"Gue?" tanya Denis sembari menunjuk dirinya sendiri, sedangkan Samuel yang melihatnya pun menghela nafas dan kembali berkata, "Atau siapa?"

"Setan," jawab Samuel dengan asal. "Ya lo lah, bego!"

Denis yang mendengarnya pun mendengus geli setelah mendengar jawaban dari Samuel yang begitu membuatnya kesal.

"Iya, deh."

Di sisi lain saat ini Rai sedang berjalan seorang diri dengan wajah datarnya itu yang membuat siapapun yang melihatnya akan langsung tahu bahwa laki-laki tampan tersebut sekarang sedang tidak baik-baik saja.

Laki-laki itu berniat untuk pergi menuju toilet, akan tetapi sebuah suara membuat langkah dari Rai harus terhenti karena mendengar suara dari seseorang yang begitu dikenalinya tersebut yang membuatnya dengan sangat terpaksa harus menunda niatannya.

"Aku nggak suka lihat kamu sama sahabat kamu itu, Rain."

"Masalah kamu apa, sih, sama dia, Van?! Aku sama Rai itu udah sahabatan dari kecil, jadi mana mungkin aku sama dia---" Belum sempat gadis itu melanjutkan perkataannya, Vano menyelanya terlebih dahulu dan berkata, "CUKUP! Aku tahu kalau kamu bakal bilang kaya gini lagi."

"Van, dengerin penjelasan dari aku dulu."

"Penjelasan apa lagi, sih, Rain?! Aku bener-bener nggak bisa terus-terusan maklumin kamu sama sahabat kamu itu!" Vano menggelengkan kepalanya dan berkata, "Aku nggak bisa, Rain, hati aku sakit!"

Rain yang mendengarnya pun langsung menundukkan kepala dengan kedua tangan yang mengepal. Setelah itu kembali mendongak untuk menatap balas seseorang yang berada di hadapannya saat ini.

"Terus mau kamu apa sekarang, hm?"

"Aku mau kamu nggak dekat sama dia lagi, Rain."

Deg.

Kedua manik mata dari Rain menatap intens seseorang yang berada di hadapannya saat ini dengan perasaan kecewanya.

"Kamu bisa 'kan, Rain?"

"Vano, kenapa harus kaya gini, sih? Baru kali ini aku lihat kamu sampai kaya gini sama aku, padahal sebelumnya kamu nggak pernah mempermasalahkan tentang aku sama Rai!"

"Itu dulu, Rain, enggak untuk sekarang. Jadi tolong kamu hargain aku sebagai pacar kamu, iya?"

Vano langsung membawa gadis di hadapannya tersebut ke dalam dekapannya itu, lalu mengecup puncak kepalanya dengan sayang seolah mencoba untuk meyakinkan kekasihnya itu agar mau mengikuti keinginannya.

Sementara gadis tersebut saat ini sedang dalam kebimbangan dikarenakan Rain yang tidak mungkin bisa menjauh dari sahabatnya tersebut yang sudah berada di sampingnya sedari kecil.

"Aku harus kaya gimana, Rai?" ujar gadis itu dalam hati. "Apa aku sanggup lakuin ini semua?"

Di sisi lain saat ini Rai yang sudah merasa cukup dengan semuanya pun langsung berlalu pergi meninggalkan sepasang kekasih yang sedang bertengkar dengan kedua tangan yang mengepal kuat.

Entahlah, seharusnya Rai tidak melakukan ini sehingga hasilnya tak akan semenyakitkan ini. Kini laki-laki tersebut kembali melangkahkan kakinya menuju toilet dengan perasaannya yang sulit untuk dijelaskan kembali.

Kedua tangannya langsung membasuh wajahnya untuk menghilangkan ingatannya beberapa waktu lalu dimana Vano yang meminta Rain untuk menjauh darinya sehingga membuatnya menjadi merasa kesal sendiri.

"Lo pikir gue bisa segampang itu ngebiarin lo berbuat sesuka lo sama Rain?" gumam Rai dengan senyum smirknya itu. Kemudian kepalanya menggeleng sebelum akhirnya kembali berkata, "Rain tetap tanggung jawab gue."

Tidak lama kemudian setelah Rai kembali membasuh wajahnya, tiba-tiba sebuah suara membuat laki-laki itu langsung mendongak dan melihat dari pantulan kaca terdapat seseorang yang begitu dikenalinya tersebut sedang berdiri di belakangnya.

"Rai," panggilnya dengan kedua alis yang terangkat.

"Ada apa lagi?" tanya Rai dengan helaan nafasnya. "Gue nggak ada waktu buat lo."

"Dengerin gue dulu, Rai," ujar Denis dengan rasa bersalahnya itu. "Gue ... mau minta maaf sama lo soal tadi di Kantin."

Rai yang hendak pergi pun langsung menghentikan langkahnya setelah mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh temannya itu. Pandangannya kini beralih menatap seseorang yang berada di sampingnya tersebut.

"Janji sama gue kalau lo nggak bakal bercanda kaya gitu lagi, karena gue nggak suka itu."

Denis yang sedari tadi menundukkan kepalanya pun langsung menghela nafas, kemudian mendongak dan menganggukkan kepalanya.

"Iya, gue janji Rai."

"Oke," ujar Rai dengan satu tangannya yang menepuk laki-laki tersebut. "Gue maafin lo kali ini, tapi nggak tahu kalau lain kali."

Kemudian laki-laki itu pun pergi meninggalkan Denis yang terdiam mematung di tempatnya dengan helaan nafas. Tidak lama kemudian seseorang datang dengan kening yang berkerut melihat punggungnya dengan terheran.

"Nis, gimana udah dimaafin belum?" tanya Samuel setelah dirinya tidak sengaja berpapasan dengan Rai tadi di depan toilet.

"El, kayanya dia bener-bener marah, deh, sama gue."

Samuel yang mendengarnya pun langsung menepuk pundak dari laki-laki itu dengan helaan nafasnya.

"Sabar, ya, Nis. Lagian, sih, lo pake bercandaan segala."

"Iya, gue emang salah, sih."

"Ya udah, mending kita susul si Rai aja, gimana?"

Denis yang semula menundukkan kepala pun, kini mendongak lalu menoleh ke arah samping dimana laki-laki tersebut berada.

"Emangnya dia dimana?" tanyanya dengan kedua alis yang terangkat. "Nanti kalau dia nggak mau lihat muka gue, gimana?"

"Nis, lo tahu sendiri 'kan kalau Rai orangnya nggak kaya gitu? Emangnya lo yang kalau udah kesel sama orang, buat lihat mukanya aja udah males."

"Sialan," ujar Denis dengan senyum masamnya itu. "Ya udah, deh, gue ngikut aja."

"Nah, gitu dong."

Pada akhirnya mereka berdua pun melangkahkan kakinya keluar dari toilet untuk mencari seseorang yang sudah menghilang dari Kantin sejak tadi. Denis dan Samuel tidak bisa membiarkan Rai sendirian dalam keadaan marah seperti tadi.

Ketika sedang berjalan-jalan mencari Rai, salah satu di antara mereka tidak sengaja melihat seseorang yang begitu dikenalinya sedang bermain basket di tengah lapangan dengan seragam yang terbuka membuat Samuel langsung menepuk pundak Denis yang belum menyadarinya itu.

"Apaan?" tanya Denis dengan kening yang berkerut.

"Itu si Rai, tuh," ujar Samuel sembari menunjuk ke arah tengah lapangan yang membuat laki-laki di sampingnya tersebut mengikuti arah pandangannya. "Ayo kita samperin dia."

Denis yang sudah melihatnya pun langsung menghela nafas dan berkata, "Ya udah ayo."

Saat mereka hendak menghampiri laki-laki itu, tiba-tiba saja langkahnya harus terhenti setelah melihat adanya seseorang yang melangkahkan kakinya mendekati Rai yang sedang bermain basket.

Dan seseorang tersebut adalah Vano, laki-laki yang baru saja mereka lihat di Kantin bersama dengan Rain yang merupakan sahabat Rai sendiri.