Chereads / BOUND BY PROMISE / Chapter 14 - KESALAHAN KECIL BERUJUNG PERTUNANGAN

Chapter 14 - KESALAHAN KECIL BERUJUNG PERTUNANGAN

Masih berada di dalam mobil dengan pikiran yang terus tertuju kepada seseorang. Ia tidak mengerti dengan perasaannya saat ini, kenapa dirinya tiba-tiba menjadi menuruti keinginan gadis itu?

Seharusnya yang ia lakukan hanyalah diam dan menghargai Rai sebagai teman sekaligus sahabat dari seorang gadis yang bernama Rain. Dirinya tidak lebih berhak dari laki-laki itu.

Samuel kini berada di Rumahnya, akan tetapi ia tidak berniat sedikitpun untuk keluar dari dalam mobil sehingga yang dirinya lakukan saat ini hanyalah diam dan bersandar dengan kedua mata yang terpejam.

"Lo nggak boleh kaya gini, El. Rai itu teman lo, jangan bikin kecewa teman lo sendiri."

Tidak lama kemudian ingatannya kembali tertuju kepada beberapa saat yang lalu dimana ia bisa sedekay itu dengan Rain yang bahkan tidak seakrab itu sebelumnya dengan dirinya.

"Lo manis," gumamnya dengan senyum tipisnya itu. "Tapi lo udah ada yang punya."

Seandainya saja ada Rai didekatnya, sudah pasti Samuel mendapat tatapan tajam dari laki-laki itu karena temannya yang satu ini memanglah sangat sensitif jika itu berkaitan dengan Rain, sahabatnya sedari kecil.

Di sisi lain kini Rain sedang berbaring di tempat tidur dengan kedua sudut bibir yang terangkat ke atas sehingga membentuk sebuah senyuman. Sedangkan Rai, laki-laki itu saat ini sedang terduduk di tepi kasur sembari memandang sebauh figura dimana foto mereka berdua ketika masih kecil.

"Kamu masih nyimpan foto kita?" tanya Rai yang kini mengambil figura foto tersebut dari atas nakas. "Aku pikir kamu udah nggak pajang itu lagi."

"Nggak pajang bukan berarti nggak disimpan, 'kan?"

"Iya," jawab Rai yang kemudian terkekeh. "Rain, kamu paling lama, ya, pacaran sama Vano?"

Entah kenapa mendengar nama laki-laki itu membuat Rain merasa kesal, ia bahkan tidak tahu dimana kekasihnya itu berada. Dirinya benar-benar melupakan fakta bahwasannya sudah memiliki seseorang di hidupnya.

Sementara itu, Rai diam-diam menatap sendu ke arah seseorang yang saat sini sedang berbaring. Hatinya mendadak nyeri ketika melihat bagaimana Rain yang langsung mengabaikannya setelah ia membahas tentang laki-laki itu.

Dilihatnya gadis itu yang kini seperti sedang mencari sesuatu sehingga Rai yang mengetahuinya pun langsung bertanya, "Kamu cari apa?"

Rain berkata, "Aku cari handphone, dimana, ya? Aku lupa taruh tadi."

Laki-laki yang berada di hadapadannya saat ini pun langsung menggelengkan kepalanya seketika.

"Itu hanphone kamu," ujar Rai dengan kedua mata yang menatap ke arah sebuah ponsel yang berada di atas kepala dari gadis itu sendiri.

Kedua alis Rain langsung terangkat. "Hah? Dimana?"

"Itu, di atas kepala kamu."

Mendengar itu Rain langsung bangun dari baringannya. Tetapi dengan cepat Rai langsung menahan pundak dari sahabatnya tersebut yang saat ini berada di hadapannya.

"Nggak usah, kamu tiduran aja, biar aku yang ambilin."

Akhirnya gadis itu pun menurut dan kembali membaringkan diri dengan senyuman manisnya tersebut. Sedangkan Rai, laki-laki itu langsung mengambil ponselnya yang berada di atas kepala Rain.

Posisi yang sangat canggung membuat Rain langsung mengulum bibirnya. Bagaimana tidak? Laki-laki itu saat ini dengan posisi yang berada di atasnya tanpa menyentuh apapun dari dirinya, tetapi hal tersebut masih mampu membuat keduanya terasa canggung dan gugup.

"Duh, kenapa posisinya harus kaya gini, sih?!" ujar Rain dalam hati. "Kalau dia nengok ke bawah, gue bakal pingsan sekarang juga!"

Satu tangan dari Rai sudah meraih benda tipis tersebut, tetapi laki-laki itu tersadar akan sesuatu yang menjadikannya langsung menoleh ke arah bawah dimana di sana ia dapat melihat Rain yang sedang memperhartikannya juga.

Deg.

Tanpa disadari bahwa saat ini jantung kedunya berdebar-debar dengan begitu kuat sehingga membuat Rai merasa gelisah. Ia benar-benar tidak tahan dan dengan segera dirinya mencium kening dari sahabatnya tersebut lalu mengambil ponsel dan memberikannya kepada Rain.

Rai dapat melihat sahabatnya yang saat ini terkejut dengan apa yang baru saja dilakukannya itu membuatnya terkekeh.

"Nih, handphone kamu."

Setelahnya Rai langsung berdiri dari duduknya itu dengan Rain yang tersadar dari lamunannya.

Tetapi, ada yang lebih mengejutkannya lagi sehingga Rai kini langsung terdiam mematung setelah mengetahui adanya keberadaan seseorang yang kini berdiri di ambang pintu dengan kedua tangan yang melipat di dada.

"Tante?"

Rain yang mendengar bahwa Rai baru saja memanggil seseorang membuatnya mengikuti arah tatapan dari laki-laki itu sendiri.

Deg.

Kedua matanya membelalak sempurna saat mengetahui kehadiran Mitha yang kini memandang ke arahnya dan Rai dengan pandangan yang sulit dijelaskan.

"Mama, aku bisa jelasin!"

Di sinilah keduanya berada, di ruang tengah dimana dua keluarga sudah berkumpul bersama. Rai dan Rain saat ini hanya diam dengan kepala yang tertunduk.

Fadly, Raya, Amar dan Mitha. Kini mereka yang merupakan dua keluarga dari Rai dan Rain sudah berkumpul untuk membahas masalah yang terjadi pada kedua anak mereka.

Mitha menatap intens putrinya yang saat ini hanya diam sembari menundukkan kepala. "Rain, sekarang kamu boleh jelasin apa yang terjadi sebenarnya."

"Mama," panggil Rain dengan kedua mata yang sudah berkaca-kaca. "Rain nggak ngelakuin apa-apa, kok, beneran deh. Kalau nggak percaya tanya saja sama Rai, iya 'kan?"

Rai yang mendengar bahwa gadis di sampingnya itu menangis pun menjadi merasa bersalah, laki-laki itu menghela nafas sebelum akhirnya berbicara.

"Rain benar, Tante. Aku sama dia nggak seperti yang Tante lihat tadi, kok. Jadi aku cuma mau bantuin dia buat ambilih handphone nya yang ada di atas kepala."

Bahkan, setelah menjelaskan semuanya, entah kenapa tatapan para orang tua itu masih saja tetao sama, seolah tidak mempercayai apa yang baru saja dikatakannya.

"Pa, Ma, kalian percaya 'kan sama Rai?" tanya laki-laki itu kepada kedua orang tuanya yang kini sedang menatap ke arahnya. "Aku nggak ngelakuin apapun sama sekali, selama ini aku ngejagain Rain terus, kok."

Ditengah-tengah ketegangan yang terjadi, Rain tidak henti-hentinya terisak karena rasa takutnya terhadap kedua orang tua mereka.

"Rai, gimana dong?~" Gadis itu bahkan mengguncang-guncangkan pundak seseorang yang berada di sampingnya.

"Tante, Om, tolong percaya sama kita."

Mereka yang sedari tadi diam pun kini saling berpandangan satu sama lain membuat Rai dan Rain menatap cemas.

"Rai," panggil Fadly yang kini menatap putranya itu. "Sebelumnya Papa mau minta maaf sama kamu, bukannya Papa enggak percaya tapi kami sebagai orang tua jelas khawatir."

"Iya Pa," sahut Rai yang kini menundukkan kepala mendengarkan yang sedang dibicarakan oleh pria di hadapannya itu.

Fadly melirik ke arah Amar dan Mitha yang kini menganggukkan kepala menyetujui tujuan yang sudah disepakati mereka bersama.

"Dengan sangat terpaksa kalian akan kami tunangkan dalam waktu dekat."