Chapter 4 - Poni?

"Ehemm", walau tubuhnya sakit, Jack mencoba batuk untuk memecah keheningan. Para warga tersipu malu, terutama Pak Haji dan para tetua desa. Pemuda desa juga ikut terkesima melihat Eve, karena bagi mereka melihat bule adalah hal yang tidak biasa. Terutama setelah menyaksikan langsung bentuk dan susunan wajah Jack yang dibawah standar.

"Aduh, maaf ya bu. Ini ada salah paham. Kalo ibu tidak keberatan mari duduk dulu sebentar. Warga sini cuma mau mengenal ibu. Saya salah, karena seharusnya tadi saya melaporan kehadiran ibu ke Pak RT. Tapi saya lupa. Sekarang jadi Pak RT-nya yang datang kesini. Hehehe", Jack tetap berusaha tersenyum dan membuat Eve nyaman. Sekali lagi ia melihat penampilan Eve, Jack segera bangkit dari kursi dan setelah meminta izin pada warga ia memasuki kamarnya.

Jack segera kembali keluar dari kamarnya dengan membawa kain samping khas jawa. Dilihatnya Eve masih berdiri mematung, dan warga masih diam seribu bahasa.

"Ini bu pakai selimut, supaya tidak dingin. Ayo bu kita duduk dulu! Warga sini ramah ramah kok!", Jack mengajak Eve untuk duduk bersama warga. Tampak Pak Haji dan tetua desa menghembuskan nafas panjang, kecewa.

Eve mulai menyadari wajah Jack yang memar.

" Loh, wajah mas jaka kenapa? ", Eve Bertanya pada jaka.

"Ini bu, tadi tidak sengaja jatuh di depan! Oh iya bu, panggil saya Jack saja. Supaya lebih akrab", Jack berkata sambil tersenyum namun matanya melirik kearah warga. Sinar matanya menunjukan dendam yang mendalam. Terutama pada pemuda berponi lempar yang mengawali "jatuh tidak sengaja".

Eve yang tidak mau ambil pusing memilih untuk percaya pada Jack. Setelah menyelimuti tubuhnya, Eve duduk di kursi sebelah Jack.

"Loh, bisa bahasa indonesia juga mbak?", Pak Haji mengawali pembicaraan.

"Iya pak, saya sudah lama ikut suami di Indonesia.", Eve mulai mengarang alasannya. Sistem penerjemah di tubuh Eve membuat nya bisa memahami dan bicara dengan seluruh bahasa yang ada di dunia. Kosa kata dan intonasinya sangat sempurna sehingga gaya bicara Eve sulit dibedakan dengan gaya bicara warga lokal.

"Maaf kalau boleh tau nama mbak siapa? Dan kok bisa bersama dengan Jaka? Saya dengar mbak tersesat?", kali ini Pak RT yang mulai mengintrogasi Eve.

Eve terdiam sejenak, namun sistem komputernya diam diam mengakses internet secara cepat dan mulai mengumpulkan informasi tentang lokasinya saat ini untuk menyusun alasan yang bisa dipercaya oleh warga. Bagi Eve ini adalah hal mudah yang sudah dilatih dalam 2 tahun terakhir perjalanannya.

"Namaku Eve, Evelyn Kawamoto. Aku lahir di jepang namun sudah 18 tahun ikut suami tinggal di Jakarta. Kmarin aku dan teman temanku naik ke Gunung Slamet dan...", Eve mengarang cerita dengan sempurna. Kronologi, tempat, dan detail informasinya sangat sempurna. Warga diam mendengar Eve berbicara.

"Waduh, untung mbak if ketemu jaka ya! Kalau ndak mungkin sekarang masih terjebak di hutan. Kalau di desa ini semua tamu wajib melapor pada ketua RT, yang kebetulan itu saya. Sudah sistem dari pemerintah desa. Hahaha", Pak RT percaya pada alasan Eve. Suasana mulai cair. Warga lainnya juga langsung percaya pada cerita Eve, hal ini dikarenakan wajah Eve yang lebih bisa dipercaya dibandingkan yang satunya.

Rasa bersalah mulai muncul di dada para warga yang hadir, tidak terkecuali Pak Haji, Pak RT, dan Paman Jack.

"Mas Jaka emang orangnya baik bu! Sering bantu orang, gak suka dendaman! Coba kalau mas bilang daritadi....", pemuda berponi lempar tiba tiba mengeluarkan suaranya yang memiliki pitch agak tinggi. Pemuda itu bicara sambil tersenyum lebar. Matanya melirik ragu kearah Jack.

" Diem Luh!!! ", rupanya Jack masih dendam. Matanya menatap tajam kearah si poni lempar.

"Sudah sudah!" Pak Haji mencoba menengahi.

Untuk mencairkan suasana dan menghapus rasa bersalahnya ia mulai bercerita yang baik baik tentang Jack kepada Eve. Sesekali Pak Haji juga memuji Jack. Warga lainnya menangkap sinyal perdamaian dari Pak Haji. Mereka juga ikut sesekali memuji, berharap hal itu bisa menghapus rasa malunya.

Eve hanya tersenyum sambil berusaha sebaik mungkin untuk memberikan respon Natural pada warga. Obrolan terus berlanjut, Jack hanya diam mendengarkan. Emosinya perlahan mereda.

Paman Jack yang melihat Eve tersenyum manis mendengar cerita Pak Haji mulai lupa pada Bibi Jack. Ia segera masuk kedalam obrolan dan mulai menceritakan kisah hidup Jack dari kecil.

Ia menceritakan bagaimana Jack kecil bertahan hidup berdua dengan ibunya. Banyak peristiwa lucu juga ikut diceritakan. Para tetua desa juga tidak mau kalah, mereka menceritakan seluruh cerita kebaikan Jack yang diketahui. Malam itu Jack benar benar banjir pujian.

Saat ini Eve mulai Tertarik pada cerita warga, sambil sesekali tertawa mendengar cerita cerita dari warga, Eve tampak membaur ramah dengan mereka. Sayangnya, ketidak fokusan Eve dengan keadaan membuatnya tidak menyadari jika ada 1 alasan utama dibalik 1001 pujian warga untuk Jack dan kini di mata Eve Jack adalah sosok pria yang sangat baik dengan karakter kebribadian diatas rata rata.

Ditengah obrolan Eve tersadar dan berfikir. "aku tidak bisa kembali memasuki lintasan waktu, jika aku masuk, aku pasti mati! Namun mengapa harus aku yang masuk? Kenapa aku tidak membuat orang lain yang menyelesaikannya?", Eve mulai mempertimbangkan Jack untuk menjadi kandidat.

Saat obrolan sudah sepi, pemuda berponi lempar kembali bersuara.

" Mas Jack, kalau jadi supir ojek online itu susah gak sih? ", ia masih mencoba berdamai dengan Jaka. Selain si poni lempar, pemuda lainnya juga mendukung pertanyaan itu. Bagi mereka, menjadi supir ojek online adalah cara paling masuk akal untuk mengadu nasib di kota besar.

Upayanya kali ini membuahkan hasil, 1001 pujian warga telah menghapus rasa kesal Jack. Dengan tersenyum Jack membalas.

"yo gampang! Kita tinggal daftar atau beli aja akunnya. Masalah orderannya kan udah diatur sistem. Kita taunya hape kita bunyi, orderan masuk. Kita terima dan kita kerjain sesuai dengan yang diminta. Tujuan, jalur, konsumen, semuanya udah lengkap. Tinggal ikutin. Pasti gak nyasar! ", Jack menganggap serius masalah ini. Ia menganggap adik adik sekampungnya butuh informasi ini untuk hidup mereka yang lebih baik. Bahkan Jack mengeluarkan handphone miliknya agar penjelasannya bisa diterima.

Mendengar percakapan Jack dan pemuda desa, Eve tersentak kaget. Inspirasi datang seketika. Senyum lebar menghiasi wajahnya.

Melihat tatapan Eve yang kosong, Jack salah mengartikan. Ia beranggapan bahwa Eve sudah lelah dan butuh istirahat. Jack segera mengakhiri pembicaraannya dan mengusir warga secara halus. Warga yang memang sudah ingin pergi sedari tadi segera bangkit dari duduknya.

Mereka mengucapkan selamat beristirahat pada Eve. Setelah berpamitan pada Jack, satu per satu warga meninggalkan rumah Jack.

Namun saat si poni lempar selesai menyalami Jack, tiba tiba Eve menghampiri dan menyalaminya.

"Terimakasih banyak ya mas! Kamu benar benar telah membantuku!", Eve tersenyum pada pemuda itu. Ia sangat bahagia, Eve bahkan harus berusaha menahan diri untuk tidak mencium si poni lempar.

Si pemuda pun bingung, ia tersenyum sambil melempar poninya. Ia berusaha terlihat setampan mungkin.

"Ah sama sama bu! Cuma gitu aja kok. Hehehehe",

Pemuda itu meninggalkan rumah Jack, kebingungan masih menghiasi wajahnya.

Otaknya berfikir keras tentang untuk apa bule itu berterimakasih.

Malam terus berlanjut...

Waktu menunjukan pukul 2 dinihari.

End of chapter 4

Update 1 or 2 chapter everyday at 20:30 GMT +7

**************************************************

Hai...

Terimakasih sudah membaca karyaku, ini adalah novel pertamaku. Mohon maaf bila susunan kata kurang rapih dan cenderung "kumaha aing". Insha Allah aku akan terus meningkatkan kualitas seiring dengan waktu..

Aku bertekad untuk terus menyelesaikan novel ini yang akan kubuat diatas 500 chapter, namun aku ada masalah.

Jika kalian tidak keberatan mohon bantu untuk share, karena jika viewerku sudah banyak maka aku akan bisa memberikan istriku alasan agar bisa terus menulis.

Karena masalahku ada di izin istri.

Mohon bantuannya ya guys!!!

Sedikit quote dari masku :

"Cintai lah ploduk ploduk indonesia!!! ", Mas Pion

#dukungauthorindonesia