"Tadi ada yang nelpon gua?" Yama yang baru saja keluar dari mencuci wajahnya di kamar mandi dan ia menemukan telpon masuk dari Lika
"Iya, Lika" jawab Tyra pendek
"....." Yama terdiam sesaat lalu menghubungi Lika kembali
Nada tersambung
"Halo...hi..." Suara Lika dari sana menjawab telpon Yama
"Hi dear, how's your holiday... tadi lu ada nelpon gua ya?" nada suara Yama sesantai mungkin, tak ingin membuat Lika berpikir jauh tentang dia yang berada bersama Tyra sekarang.
"Iya...tadi siapa ya yang ngangkat telpon gua?lu lagi gak di rumah kan? lagi sama teman-teman?" Lika juga berusaha tidak memojokkan Yama tapi tak terbendung pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalam hatinya
Yama melirik kearah Tyra yang sedang duduk membelakanginya dan Yama berjalan keluar dari kamar hotel untuk melanjutkan percakapan dengan Lika.
"Gua lagi bareng Tyra... something bad happened babe..." Suara Yama tetap stabil, menarik nafas sebentar lalu melanjutkan kata-kata yang selama seminggu ini ia memang tidak berniat beritahukan pada Lika
"Ada apaan...?" Lika seketika memutar otaknya menerka-nerka tentang kejadian apa yang mungkin terjadi pada Yama atau Tyra. Lika merasa tenggorokannya tercekat saat ingat Tian yang kondisinya belum stabil di rumah sakit
"Tunggu...jangan bilang ini tentang...Tian" Lika mengusap pipinya tanpa sadar, berharap apa yang ia barusan katakan tidak seperti yang ia pikirkan
"....." Yama benar-benar tidak punya apapun di benaknya untuk menjelaskan kepergian Tian, Yama juga tahu bahwa Lika cukup peka untuk tahu jawaban Yama dari diamnya.
"No way..." suara Lika terdengar sangat terkejut
Mereka terdiam beberapa detik
"Gua gak pengen gangguin liburan elu jadi belum gua kabarin berita ini...Gua lagi liburan sama anak-anak basket dan gak sengaja ketemu Tyra yang kabur dari rumah...kondisi dia linglung dan gak mau ketemu siapapun. Tadi malam dia hampir terjun dari atas hotel dan gua jagain sambil nungguin keluarga dia yang udah gua kabarin diam-diam. maaf udah bikin elu kaget..." Yama sadar ia mungkin telah melakukan sesuatu yang berpotensi melukai hati Lika namun mau tidak mau ia harus berkata jujur apapun respon Lika
"Kasian Tyra... dia pasti sedih banget, gua gak apa-apa babe... gua turut berdukacita untuk Tyra dan keluarga Tian...jagain dulu aja sampai dia aman" Lika sekarang memikirkan perasaan Tyra yang hancur di tinggal kekasihnya sekaligus tunangannya. ia tidak terlalu fokus kepada apa yang mungkin terjadi antara Yama dan Tyra, ia merasa picik jika mencurigai hubungan mereka saat dalam kedukaan seperti ini.
"Kangen..." suara Yama pelan, mendengar suara Lika membuat Yama membayangkan wajah Lika yang sudah hampir seminggu ia tidak temui "Gua video call bentar boleh?"
"Boleh... aku juga kangen"
"Gua matiin ya... bentar gua hubungi lagi" Yama menekan screen handphone untuk memutuskan panggilan lalu dengan cepat menekan ikon panggilan video
Obrolan mereka yang tidak terlalu lama namun cukup mengobati rasa rindu masing-masing. Yama tak melepaskan pandangannya dari senyuman manis Lika di screen sebelum kembali memutuskan panggilan karena Lika masih harus bersiap-siap untuk pergi lagi.
Yama masih bisa merasakan hatinya berdebar setiap melihat wajah manis Lika ataupun mendengar suara santai Lika yang belum terlalu lama menjadi pacarnya.
Yama bersandar di dinding lorong hotel, memejamkan matanya sesaat. menikmati perasaan rindunya pada Lika dengan hanya membayangkan pelukan hangat Lika, lalu pikiran Yama mulai melayang kepada saat pertama ia mencium Lika di kamar hotel "pemberian" sewaktu kehujanan di puncak.
"Ah gua udah gila...hufffhh" menghembuskan nafas panjang Yama kembali masuk ke dalam kamar. Ia tak memberitahu Tyra bahwa ia telah menghubungi Yigit dari tadi malam, dan mungkin sebentar lagi akan tiba di sini.
*******
Lika tersenyum sendiri setelah video call dengan Yama.
Lika tidak bisa menghilangkan senyum manis Yama dari benaknya namun saat Tyra dan Tian datang ke pikirannya, Lika berhenti dari membereskan barang-barang yang ia masukan ke koper dan menatap sejenak keluar jendela kamar hotelnya, berdoa agar Tyra dan keluarga Tian mendapatkan penghiburan di saat duka ini.
Getaran handphone di meja menyadarkan Lika dari lamunannya.
"Iya ma kenapa?" ia menjawab panggilan dari mamanya yang juga berada satu hotel namun lain kamar dengannya
"Lika... kayaknya mama bakal pulang duluan deh...ada pesanan souvernir mendadak dari tante Alen untuk acara pernikahan teman kantornya"
"Loh kok gitu Ma? kan lagi liburan...gak bisa di tolak dulu aja pesanannya?" tawar Lika, ia tahu benar bahwa untuk mendapatkan liburan ini Mama dan papanya sudah jauh hari merancang untuk ikut tour ini.
"Bisa sih tapi pesanannya lumayan banyak dan tante Alen juga maunya di mama pesannya, atau mama oper ke yang lain aja kali ya?" timbang mama Lika setelah mendengar komplain anaknya
"hmm...atau aku aja deh Ma yang balik Jakarta, udah boring juga Lika Ma" akhirnya Lika kepikiran jalan keluar lainnya selain mamanya yang harus pergi
"Loh jangan dong kan sayang liburannya... baru juga semingguan" nada suara mamanya terdengar sedikit menyesal
"Lika udah cukup puas kok ma, kan next masih bisa ikut lagi kalau Lika mau..." Lika tulus dengan perkataannya
"Sayang... maafin mama yang ngerepotin kamu ya"
"It's okay ma... mama udah siap jalan? papa mana? aku ke kamar mama ya" Lika akan ke kamar mama papanya setelah telpon ini untuk berpamitan, rombongan tour akan berlanjut lagi dan mungkin tidak akan ada yang mengantar Lika ke bandara untuk pulang ke Indonesia jadi lebih baik ia berpamitan sekarang saja.
*****
Jam 4 waktu Paris,
Lika sudah berada di bandara untuk menuju Jakarta dengan transit penerbangan di Istanbul. Membutuhkan waktu 17 jam lebih untuk tiba di Jakarta dan akan sangat melelahkan, namun mengingat ada Yama meringankan sedikit rasa bosan yang Lika rasakan bahkan sebelum naik ke pesawat.
Announcement untuk flight berikutnya terdengar dan itu adalah penerbangan Lika.
Setelah melalui pemeriksaan berkas ia masuk ke pesawat dan mencari tempat duduknya yang berada dekat jendela. Tidak terlalu peduli dengan penumpang lain yang juga masih bersiap sebelum take-off, ia memakai headphone mendengarkan musik, sedikit membantu menghilangkan bosan.
Setelah take-off, Lika mulai mengantuk karena ini memang jam malam. Pelan-pelan ia menutup matanya dengan posisi bersandar di kursi menghadap keluar jendela.
Ia kemudian tertidur pulas untuk beberapa saat dan sedikit goncangan akibat turbulensi membuatnya terbangun.
Posisi Lika yang saat awal menghadap jendela kini telah berubah, ia bersandar di bahu penumpang yang duduk di sebelahnya, Lika menarik dirinya tegak menjauh dari orang ini dengan agak malu pada diri sendiri.
Lika melirik untuk melihat wajah orang yang ia jadikan sandaran tadi...
"Nino!" Lika menutup mulutnya tak percaya
Tak ada reaksi dari Nino yang tampaknya terlelap juga.
Lika sekali lagi mengecek benar-benar wajah orang ini dan benar saja, ini Nino. Merasa takjub dengan kebetulan yang selalu mempertemukan mereka, Lika tak bisa melepaskan matanya dari menatap Nino...bukan karena terpesona namun takjub. Dari banyaknya penerbangan menuju Indonesia dari Paris bisa-bisanya penerbangan mereka sama, dari banyaknya penumpang dalam pesawat ini bisa-bisanya tempat duduk mereka bersebelahan.
Woah....pikir Lika masih tidak percaya.
"Dude! Nino...Woi! bangun!" Lika menepuk-nepuk bahu Nino berusaha membangunkannya.
Mata Nino terbuka sedikit, ia terlihat lelah dan tak nampak niat untuk bangun mendengar panggilan Lika.
"Ninoooo...!" Lika menggoncang lengan Nino kali ini
"Hmm? Gua capek banget Lika... biarin gua istirahat dulu ya" serak suara Nino meminta Lika untuk tidak mengganggunya dulu
Ha? dia tahu gua Lika....wah jangan-jangan Nino memang stalker Lika ni.
Kening Lika mengkerut memikirkan kenapa Nino bisa bersamanya di pesawat ini. Tapi kenapa Nino terlihat cuek jika memang dia berniat mengikuti Lika.
Akhirnya Lika harus menahan rasa penasarannya terlebih dahulu, ia harus menunggu hingga Nino bangun nanti barulah akan ia tanyakan. Sekali lagi Lika melirik wajah Nino, lalu Lika merasa lapar dan memesan makanan.
Saat makanan Lika datang, Nino terbangun.
"Hi..." Nino mengucek matanya, ia mendapati Lika dengan posisi siap menyantap makanannya
"Heh bangun juga lu akhirnya! lu kenapa bisa di sini?" Lika sejenak menunda makan malamnya untuk mengeluarkan penasarannya
"Mana gua tau, gua juga kaget pas liat elu ada di penerbangan yang sama ama gua..." masih mengucek matanya, suara Nino yang berat dan serak menjawab
"Terus bisa duduk sampingan gini pula...wow! kebetulan banget gak sih?" Lika masih bersemangat dengan teori kebetulan ini
Nino tersenyum manis dengan menatap mata Lika
"Aslinya seat gua tu di depan depan sana tapi tadi pas gua ke toilet gua liat elu di sini dan gak ada penumpang di seat ini...pindah dong gua daripada bete sendirian... bentar gua mau ke toilet dulu" Nino bangkit dan pergi menuju toilet.
Nino tersenyum sendiri saat ia berjalan