Ketika dirumah Angkasa hanya suasana sepi dan TV yang menyala diruang tengah serta suara Lala yang sedang bermain puzzle sendirian.
"Lala, boleh ikut main gak?" Bintang duduk disebelah Lala, anak berparas cantik dan rambut kecoklatan itu menangguk. "Boleh kak, aku tambah seneng kalau ada temannya. Kakak namanya siapa ya? Pernah kesini tapi jarang, jadi lupa deh namanya."Lala terkekeh, Bintang terkadang ke rumah Angkasa 1 atau dua bulan sekali jika ada keperluan mendadak, itu pun biasanya Lala dititipkan oleh tetangganya Angkasa yang seperti keluarga sendiri.
Bintang memandangi puzzle yang belum tersusun rapi itu, hanya susunan huruf ABC. Tapi Lala bingung mengurutkannya.
Angkasa sedang menyiapkan makan malam untuk Bintang dan Lala, soto ayam yang tadi pagi ia buat masih tersisa sedikit. Tak apa dirinya makan asalkan Bintang bisa makan dan tak kelaparan, makanan Lala hanya bubur yang ia beli di pasar sebelum pergi ke rumah Bintang.
Lala yang mencium aroma masakan pun mengajak Bintang ke meja makan, membiarkan puzzle yang berantakan di lantai. "Kak Angkasa nyiapin makanan enak ya?" tanya Lala dan duduk di kursi, melihat dirinya yang tak mencapai meja atau tak terlihat membuat Bintang tersenyum geli.
"Kamu lucu yah, duduk di kursi ini tapi gak keliatan dari sini." goda Bintang. Angkasa meletakkan makanan yang sudah disiapkan.
Bintang meraih mangkuk bubur itu dan menyuapkannya pada mulut Lala. "Kakak suapin aja yah." tangan Angkasa menahannya. "Makan dulu, biar aku saja yang nyuapin Lala." Angkasa mengambil alih mangkuk bubur itu, cowok ini sangat perhatian dan khawatir padanya.
Bintang menghabiskan soto itu dengan lahap, mengingat rasa lezat makanan ini ia rindu dengan ibunya yang masih berlibur di Bali. Tiga hari lagi akan pulang, tapi Bintang tak ingin lagi rumahnya sepi da ia sendirian yang masih diliputi rasa takut, terutama orang peneror itu.
🌸🌸🌸
"Itu kenapa?" tanya Yana khawatir ketika ia melihat plester bermotif bulan itu. "Berantem lagi?" tebak Yana, ia sudah tau betul bahwa Bintang suka berkelahi.
"Cuman luka kecil kok, nanti jufa sembuh." kilah Bintang.
"Pengumuman, dimohon untuk siswa yang bernama Angkasa segera ke ruang BK sekarang juga." ucapan itu membuat Bintang bertanya-tanya, padahal Angkasa tak pernah melanggar aturan.
"Loh, kok Angkasa dipanggil ke BK? Oh, paling lagi konseling yah." Bintang mencoba berpikir positif, sedangkan Yana hanya diam. Ia tau bahkan tak meyangkanya akan foto itu, entah benar atau cuman fitnah.
Sedangkan Angkasa hanya melangkah dengan wajah tenang, dirinya gagal tak bisa menghapus foto itu. Urusan jam tambahan, belajar, dan menjaga Bintang agar sahabatnya itu tidak ketakutan.
🌸🌸🌸
"Saya tidak menyangka Angkasa, kamu berbuat seperti ini. Dan yah, untuk lomba olimpiade Matematikanya tetap ikut, karena hanya kamu yang bisa mengharumkan nama sekolah ini." Ucap bu Ghina, ia menyodorkan sebuah amplop coklat yang berisi panggilan orang tua. Angkasa gusar, kalau ibunya tau bagaimana? Ia lelah ribut lagi terutama Lala yang selalu memeluknya dan mengatakan sabar.
"Maaf bu, saya tidak melakukan hal itu. Kalau mau tau kebenarannya coba cek CCTV disudut dinding disebelah UKS. Pasti bu Ghina akan tau siapa pelakunya."Angkasa membenarkan, ia sudah tau kalau sudut UKS pasti ada CCTV sebagai alat agar murid yang berpura-pura sakit atau bolos akan kepergok.
Bu Ghina kagum, Angkasa mengingatkannya, sebenarnya ia tau kalau ini tak benar. Tapi tak adanya bukti pasti akan ketemu juga.
"Angkasa terima kasih sudah membenarkan tuduhan ini, saya tau kalau kamu tidak salah. Oh iya, suratnya sini." Angkasa memberikan surat itu dan lega. Memang pelakunya Farhan, tapi ia malas mengotori tangannya
Baku hantam bukanlah cara menyelesaikan masalah justru memperumit masalah.
"Nanti saya kabari siapa pelakunya. Silahkan kamu kembali ke kelas."
'Kalau bu Ghina tau, ia akan menyesal karena pelakunya adalah mantan siswa teladan dan berprestasi. Farhan Adipta.'
🌸🌸🌸
Wajah Igo mulai cemas. Mengapa Farhan merencanakan sesuatu tapi tak melihat sekitarnya?
"Han, siap aja ya buat besok. Foto yang lo post itu sudah ketauan siapa pelakunya." ucap Igo khawatir, Farhan malah menghembuskan asap rokoknya menikmati. Takut? Tidak, Farhan justru senang jika 4 hari tak sekolah semuanya justru akan berjalan lancar. Tapi tetap, tugasnya mengintai Bintang tidak akan berhenti.
"Oke, makasih buat infonya."
'Pasti dia membenarkan, iya memang ada CCTV. Tapi kalau suatu saat lo gak nemuin bukti lagi gimana mau jadi pahlawan kebenaran? Gue yakin kalau lo gak bakalan bisa jaga Bintang. Dimana waktu senggang disitulah gue bersenang-senang.'
🌸🌸🌸
"Farhan, apa alasan kamu melakukan ini? Apa ada masalah dengan Angkasa?" bu Ghina mengintrogasi. Ia sempat tak percaya bahwa Farhanlah pelakunya, tapi ketika wajah itu terlihat jelas tidak bisa dibantah lagi.
Farhan tersenyum simpul, bukannya takut malah senang. "Bu Ghina tak tau kalau selama Angkasa di ikutkan olimpiade sekolah setiap bulannya saya iri. Kalau saja saya di posisinya, saya sangat senang bu. Terutama mendapat beasiswa bebas SPP 6 bulan jika juara 1." jelas Farhan mengutarakan hatinya. Biarlah bu Ghina tau keluh kesahnya.
"Iya, tapi tidak harus begini Farhan. Kamu sudah mencemarkan nama Angkasa." bu Ghina membenarkan, malah Angkasa yang dibela.
"Bu, saya berusaha menutupi uang tunggakan SPP dengan menyicilnya walaupun seminggu hanya seratus ribu. Tapi apa? Semenjak Angkasa menjadi murid kebanggan sekolah ini semuanya berubah. Saya sangat berharap bisa ikut olimpiade lagi, tapi itu mustahil. Walaupun sebentar lagi try out dan ujian praktek setidaknya setidaknya saya masih di izinkan turut serta."
"Maaf Farhan, tapi ini tetaplah peraturan sekolah. Berikan ini pada orang tuamu." bu Ghina menyodorkan amplop coklat. Ia juga merasa bersalah, tapi kalau menyangkut peraturan dan tata tertib sekolah ia tak bisa membelanya.
🌸🌸🌸