Di sebuah ruangan yang terlihat seperti aula sebuah kantor besar. sedang berlangsung rapat, namun ada yang ganjil. di salah satu bangku yang ada di ruangan itu di isi seseorang yang baru saja tadi pagi tertangkap kasus prostitusi.
"bagai mana kau bisa sebodoh itu! apa di otak mu hanya ada selangkangan?".
"sudah. tenang lah sedikit" lerai seorang laki-laki yang berprofesi sebagai ketua partai pendukung. "yang harus kalian pikirkan adalah bagai mana kita menghapus berita ini dan menjadikan nya berita baik".
perdebatan terus terjadi namun salah satu dari mereka merasa seperti mereka sedang di permainkan. mana mungkin razia terjadi tanpa pemberitahuan dan siapa yang memanggil pers untuk meliput. seperti ada seseorang yang tau pergerakan yang mereka susun.
"perdebatan bodoh kalian sudah selesai?. sepertinya jika kalian terus seperti ini kita akan pindah ke jeruji secepatnya". ujar nya dengan santai merapihkan jas yang dikenakan nya. lalu pergi meninggalkan ruangan.
sebelum dirinya benar-benar keluar dari ruangan itu. "oh ya. cepat temukan koin itu". serunya dengan penuh peringatan.
"lihat dia. gaya nya seperti seorang boss. dasar anak tidak tau di untung" cerca salah seorang lainnya saat sebagian dari mereka telah pergi.
########
kembali di sekolah.
"Kumpulkan tugas minggu lalu" ujar seorang guru yang terkenal sangat tegas.
Seisi kelas langsung mengeluarkan tugas yang telah mereka kerjakan ada juga yang terlihat sangat ketakutan begitu sadar bahwa dirinya belum mengerjakan tugas. Itu juga yang dialami Raya, tapi bukan karena belum mengerjakan tugas tetapi karena ia lupa dimana terakhir ia meletakkan buku tugas nya.
Saat ini wajah Raya terlihat sangat bingung, ia melihat teman-teman nya dan bertanya kepada teman yang kemungkinan meminjam bukunya.
"Ada yang lihat buku ku?" Tanyanya pada teman yang duduk di depan nya.
Lalu pandangan nya beralih ke bangku yang ada di belakang nya terlihat Aren yang sedang menatapnya dengan sebelah alis terangkat. Dengan terpaksa Raya bertanya padanya. "Kamu lihat buku ku?" Tanyanya.
"Gak" jawab Aren. "Mungkin sebenarnya kau tidak mengerjakan nya" lanjut Aren membuat Raya menatap nya sengit.
"Aku gak nanya pendapat mu! yang aku tanya kamu lihat buku tugas ku gak?" Tegas Raya melihat sifat Aren yang sangat menyebalkan.
"Sudah semua?! Silahkan, keluar bagi yang tidak mengerjakan tugas" seru guru tersebut dengan tegas.
Dengan kepala tertunduk Raya berjalan ke depan. Sebagian teman-temannya merasa terkejut karena anak penerimaan beasiswa yang terkenal prestasi nya hari ini tidak membuat tugas.
"Raya? Kamu benar tidak mengerjakan tugas?" Tanya sang guru karena tidak biasa nya Raya lalai seperti hari ini.
"Maaf bu" jawab nya sambil menunduk.
"Saya juga bu. Belum tau tugasnya apa" ujar seseorang dari balik punggung Raya.
"Aren. Kamu anak baru di kelas ini kan?" Tanya guru itu sambil melihat Aren dengan bengis. "Kenapa tidak tanya teman sekelas mu ? Anak baru sudah bikin ulah. Keluar!" Seru sang guru dengan keras.
Raya berjalan keluar kelas dengan menunduk, hembusan nafas panjang terdengar saat Raya menahan rasa kecewanya.
"Kemana si buku tugas ku?" Ujar Raya sambil mengacak rambut hitam nya.
Dreettt
Getaran handphone terasa digenggaman tangannya. Setelah ia mengatur emosinya baru Raya membuka pesan yang baru saja masuk ke handphone jadul milik nya.
"VIP lagi? Kenapa si orang gak bener rata-rata dikasih cepet kaya?" Serunya mendengus pelan.
"Karena mereka gak mikirin orang lain" jawab orang yang berjalan dibelakangnya.
Raya menoleh dan mendapati Aren yang sedang berjalan sambil memasukan sebelah tangannya kedalam saku celananya.
"Gak nyangka selain mulut kamu nyinyir ternyata telinga kamu juga suka nguping ya" seru Raya yang tidak menyukai sikap Aren yang sangat arogan terhadap nya.
"Manusia di beri mulut untuk berkata jujur dan diberi telinga untuk mendengar" ujar Aren dengan wajah datarnya yang sangat dibenci Raya.
"Oh ya. Suara mu tadi sangat besar jadi telinga ku yang normal ini mendengar nya" lanjut Aren menjelaskan bahwa dirinya tidak salah apapun.
Raya mengeratkan giginya hingga bergemelutuk menahan diri agar tidak menjambak rambut Aren seperti keinginan hati nya. Saat Raya berbelok menuju kearah perpustakaan langkah Aren berhenti dan berbalik arah. Wajahnya datar tidak terbaca, sambil berjalan ia mengeluarkan handphone terbaru miliknya dan menghubungi seseorang.
"Cari tau siapa yang memesan ruang VIP di club paradise malam ini" ujarnya lalu mematikan sambungan secara sepihak.
Matanya menelisik kearah gerbang sekolahnya dan mendapati seorang laki-laki dengan topi yang menutupi wajahnya sedang berdiri di sebrang jalan.
Sudut bibir Aren tertarik membentuk sebuah senyum tipis, ia melangkah menjauh dari sana setelah mendengus.
"Baik lah seperti nya aku harus memberi kejutan pada tamu kita" ujarnya pelan dan melangkah kearah perpustakaan untuk melihat target utama nya.
Perpustakaan saat jam pelajaran seperti saat ini sangat sepi. Aren berjalan menyusuri sebuah rak buku mencari keberadaan Raya.
Bruk!!
Terdengar suara benda terjatuh. Membuat Aren dengan segera mencari dari mana sumber suara itu berasal.
Sampai ia tertegun melihat seorang gadis yang sedang sibuk menata beberapa buku menggunakan tangga untuk menggapai rak buku yang tinggi.
Dengan senyum di bibirnya Aren menghampiri Raya yang masih tidak menyadari keberadaan Aren disana.
"Dari bawah sini ternyata kau terlihat lebih sexy" ujar Aren yang mengejutkan Raya.
Raya menengok kebawah dan mendapati Aren sedang menatap kearahnya dengan senyum di bibirnya.
Menyadari maksud dari perkataan Aren barusan, dengan terburu-buru Raya menjepit rok rempel nya dengan kedua pahanya agar tidak terlihat dari bawah.
"Dasar mata keranjang!, jangan lihat kesini" serunya sambil berusaha mengusir Aren dengan mengibaskan tangannya.
Aren tersenyum dan melangkah pergi namu saat berbalik tidak sengaja bahu Aren mengenai tangga dan menyebabkan Raya kehilangan keseimbangan.
"Waaaaaa.."
Raya menutup matanya dengan rapat dapat dirasakan oleh nya saat ia menabrak sesuatu. Ia menunggu hantamam yang lebih kuat namun yang terjadi malah sebaliknya, Raya merasakan benda kenyal dan dingin yang menyapu bibirnya. Benda kenyal itu perlahan bergerak diatas permukaan bibirnya.
Tersadar apa yang sedang terjadi. Raya segera membuka matanya dan membeliak terkejut saat dia melihat Aren yang tengah memangut bibir nya. Raya segera berdiri dari posisi nya yang berada diatas tubuh Aren dan membuat pangutan Aren dibibir nya terlepas.
Aren yang merasa kehilangan candunya tersadar dan ikut berdiri. Ia menatap Raya dengan mata berkabut akan gairah yang tertunda.
Raya menatap tidak percaya kearah Aren sambil memegang bibirnya yang terasa kebas karena pangutan Aren dibibir nya.
Manis. Rasa manis dibibir Raya membuat kendali atas diri Aren menghilang begitu saja. Bahkan saat ini ia masih mendamba dengan benda kenyal milik Raya itu.
"Lupakan." Ujar Raya singkat dan pergi melewati Aren dengan tergesa.
Namun lengannya dicekal oleh Aren yang menarik nya kembali berhadapan dengan jarak yang cukup dekat.
Napas keduanya terasa memburu satu sama lainnya. Sadar akan situasi yang terjadi Raya berusaha melepaskan cekalan di lengan nya. Namun Aren yang masih menginginkan candunya dengan keras menarik tengkuk Raya dan memangut bibir Raya dengan keras. Raya berusaha melepas pangutan pada bibirnya dengan mendorong Aren menjauh dari nya namun Aren bagai kesetanan. Ia justru mendorong Raya kearah sebuah tembok di sebelah rak buku dan memperdalam pangutanya.
Aren melumat bibir atas dan bawah milik Raya secara bergantian seperti lebah yang menghisap madu dari kelopak bunga yang mekar. Merasa belum cukup Aren menggigit bibir bawah Raya yang menghasilkan sebuah erangan pelan terdengar dan saat itu Aren menemukan akses untuk memperdalam pangutanya pada candunya itu.
Sedangkan Raya merasakan gelenyar aneh melanda bagian-bagian tubuh nya, ada rasa mendamba didalamnya.
Perlahan Raya tidak lagi memberontak, perlahan ia menikmati rasa yang diciptakan oleh Aren dibibir. Tangan yang sejak tadi berusaha mendorong dada bidang milik Aren perlahan berganti menarik kerah kemeja putih Aren kearahnya dan ikut larut dalam pergelutan yang sedang mereka lakukan.