Aren membawa wanita itu menuju sebuah kamar di lantai teratas hotel itu. Ia memesan kamar yang termahal untuk menarik perhatian wanita yang sedang sibuk menciumi rahangnya dengan sensual.
"Siapa namamu?" Ucap Aren dengan mata terpejam.
"Renata. Kau sangat tampan," Renata terlihat tidak sabar saat membuka satu persatu kancing kemeja hitam yang dipakai Aren.
"Kau bisa menikmati ini. Tapi jawab dulu pertanyaan ini," ucap Aren memegang lengan Renata yang sedang meraba tubuhnya lalu sedikit menjauhkan tubuh mereka. "Lelang gadis. Siapa yang membuat lelang itu?" Tanya Aren.
Renata yang memang terpengaruh minuman dan gairah terlihat tersenyum, jarinya menunjuk dada bidang Aren. "Rendru.. dia yang buat, semua gadis itu sudah di targetkan untuk di culik dan dilelang." Jawab Renata dengan jari yang mulai berani membuka resleting celana Aren.
Aren mengangguk paham lalu ia menarik Renata dan menghempaskan nya keatas sofa merah ruangan itu. "Kau tau jam berapa lelang itu?" Tanya Aren yang mulai melucuti gaun yang Renata pakai dengan sesekali mengecup leher putih wanita itu.
"Aghh.. masuki aku sekarang saja..." Rengekannya pada Aren. Tangannya terus dia gesekan ke bagian tersensitif Aren.
"Jawab aku, setelah itu akan ku beri yang kau mau."
"Ahh..ahh." jari Aren mulai memainkan inti Renata, "jam satu malam ini, gadis bernama Raya sudah lama diminati mereka. Gadis sok suci itu menyebalkan." Ucap Renata yang membuat Aren tercenung seketika.
Aren terdiam cukup lama sampai ia merasakan kejantanannya di lumat oleh wanita binal itu. "Ohh Bich! Stop!" Seru Aren tidak tahan.
Aren tidak memungkiri blowjob ini sangat nikmat, ia memejamkan matanya dengan lengan yang sedikit menuntun kepala Renata agar lebih cepat dan dalam. "Ohh Rayah.. ah ahh" desahnya tanpa sadar.
Beberapa menit kemudian Aren mengeluarkan seluruh benihnya di mulut Renata dengan mendesahkan nama Raya dengan keras tanpa sadar. Napasnya memburu saat ia sedikit terhuyung. "Ayo giliran ku," ucap Renata memohon.
Aren terlihat tersenyum menatap Renata dengan tatapan mencemooh, dia merasa bodoh saat sadar apa yang baru saja dia lakukan. "aku baru ingat tujuanku kesini, maaf aku tidak bisa berlama-lama."
"Hi! Aren!!"
Dengan sangat santai Aren mengancingkan celananya lalu berjalan menjauh. Teriakan Renata yang memanggil namanya tak dihiraukan sedijutpun.
"Aren!! Bajingan!"
Aren berjalan menutup kamar itu dengan sedikit bantingan, saat diluar raut wajahnya seketika berubah. Ia merutuki dirinya yang sempat lupa jika tidak mungkin ia di undang ke acara ini hanya untuk bersantai.
Dengan langkah lebar ia menuju ke ballroom dimana acara lelang berlangsung. Ia menyisir pandangannya ke sekitar menatap Marcus yang terlihat sedang tertawa bersama manusia-manusia tak bermoral lainnya. Saat mata mereka bertemu Marcus segera memanggilnya mendekat, dengan senyum miring nya ia mendekat pada pria prontos itu.
"Kau telat, Nak. Gadis mulus itu sudah di ambil orang." Cetus Marcus sambil tertawa keras.
Aren seketika menghentikan langkahnya. Alisnya berkerut merasa otaknya sulit mencerna keadaan. Apa ia baru saja gagal dalam tugasnya? "Gadis bernama Raya maksudmu?" Tanyanya.
"Ya, dia baru saja di bawa oleh pria sialan itu. Padahal aku sudah melakukan penawaran yang sangat tinggi," keluh Marcus sambil terus meminum wine di gelasnya.
'bangsat, ternyata tugas sebenarnya adalah lelang ini.' kesal Aren dalam hati.
Tanpa mengucapkan apapun Aren pergi meninggalkan tempat pengap itu dengan perasaan kesal. sesekali matanya masih mencari keberadaan Raya di sekelilingnya, namun nihil yang ada hanya para wanita penghibur seperti Bianka.
Dering ponsel mengejutkannya. ia memutar bola matanya malas saat melihat sebuah nama yang tertera di layar kecil itu, dengan malas ia menerima panggilan itu.
'kau dimana?' seru orang di sebrang sana.
"masih di tempat terkutuk ini," jawab Aren malas.
beberapa kali ia mengembuskan napasnya kasar, melihat kesekelilingnya dengan kerutan di dahinya yang menandakan bahwa dirinya bingung.
'pulang saja, aku sudah tahu kalau kau gagal.' perintah dari sebrang sana membuat rahang Aren menegang.
"aku tidak bisa pulang sekarang, setidaknya kita harus mencari anak itu." ujar Aren dengan suara yang terdengar sangat dingin.
'terserah, lakukan dengan baik.' sambungan telpon terputus sepihak.
Aren berjalan disekitar parkiran berharap masih menemukan Raya di sana. rambutnya terlihat berantakan dengan dasi yang sudah terlepas dan dua kancing kemejanya sudah terbuka. sebagian orang menatapnya penasaran apa lagi dari kaum wanita, yang menatapnya lapar.
"sial! kemana sebenarnya gadis bodoh itu. menyusahkan saja." serunya dengan keras. "masa bodo, buat apa aku peduli dengan dia." dengan cepat ia berbalik berjalan ke arah mobil nya untuk pulang dan mengistirahatkan dirinya dan pikirannya. atauhatinya mungkin.
^^^
mobil Aren memasuki sebuah bangunan berlantai dua yang terlihat sangat kotor seperti tidak berpenghuni dengan banyak tanaman rambat di depannya. ia memasukan mobil nya ke sebuah lorong yang membawa nya ke sebuah pekarangan luas di belakang rumah itu.
brabk..!
ia membanting pintu mobilnya lalu berjalan kedalam bangunan kumuh itu dengan tatapan tajamnya. di dalam hatinya ia terus mengumpati misinya yang harus gagal hari ini, sampai langkahnya harus berhenti di ruang teater miliknya.
Di hadapannya, sudah berdiri seorang gadis yang membuat nya hampir gila malam ini.
"Raya?"
Gadis itu menoleh kearah Aren, perlahan dahinya berkerut saat melihat penampilan Aren yang sangat jauh berbeda dari biasanya. Hari ini Aren lebih terlihat formal dan terkesan dewasa.
"Aren? Kok kamu bisa disini,?" Tanya Raya terlihat bingung.
Aren menelan ludahnya kasar, bersusah payah agar terlihat senormal mungkin. Ia balik menatap Raya yang masih menggunakan gaun tanpa lengan yang memperlihatkan kulit putih nya.
"Kamu yang ngapain disini, ini rumah saya." Jawab Aren.
"Rumah kamu? Maksud kamu.."
Suara langkah sepatu mengalihkan keduanya, dan di hadapan mereka seorang pria paruh baya berdiri dengan sebuah wadah berisi segelas jus di tangannya.
"Aren. Kamu sudah pulang, nak?" Ujar Pria yang terlihat masih gagah di usianya itu.
Alis Aren mengernyit 'Nak? Siapa? Aku?' pertanyaan itu muncul meminta jawaban pada dirinya sendiri dalam hati.
"Ah ya, aku baru saja sampai," jawab Aren seadanya.
"Oh iya, perkenalkan Raya ini Aren anak saya satu-satunya." Mata Aren membola seketika. Ingin membantah namun ia segera sadar situasinya.
"Dan Aren ini Raya, mulai hari ini Raya akan tinggal bersama kamu di rumah ini sebagai asisten rumah tangga."
"Apa?!"