Senin pagi. Hari dimana semua orang memulai hari baru mereka. Begitu pula dengan Raya, ia berusaha melupakan kejadian itu dan memutuskan untuk bersikap biasa saja. Ia menanamkan pada ingatannya bahwa hal itu bukan di sengaja ini seperti jebakan. Walaupun ia tidak tahu untuk apa orang menjebak dirinya yang sudah jelas miskin.
"Ray, kemarin aku nonton drama Korea terbaru, seru banget" ujar Ica
"Seru banget? Coba spoiler dikit" seru Raya dengan memohon.
"Nih, sini aku bisikin" ujar Ica, "ada adegan ranjang nya tau.. real" lanjutnya di depan telinga Raya dengan cukup keras, sehingga masih bisa terdengar oleh seseorang yang baru saja datang.
Pandangan Raya bertemu dengan pria itu. Dan adegan demi adegan terulang di kepala Raya membuat wajahnya memerah. Merasa jika pemain film yang baru saja di ceritakan Ica adalah dirinya dan Aren.
"Hei! Kok kamu jadi ngelamun gitu, ayo mikirin apa? Mikir jorok kan?" Ujar Ica terus menggoda Raya hingga wajah sahabatnya itu bersemu.
Mendengar itu Raya langsung gelagapan dan salah tingkah.
"Enggak kok! Biasa ajah!" Serunya dengan cepat.
Ica yang melihat reaksi wajah Raya tertawa, "yaudah biasa ajah kali kalo nggak, atau... Iya ya" ledeknya lagi.
Raya menutup wajahnya dengan kedua tangannya sambil menggelengkan kepalanya. Sedangkan Aren yang melihat itu tiba-tiba ikut bersemu.
"Seperti perjaka saja" gumamnya pada dirinya sendiri.
Tidak lama seorang guru gendut memasuki kelas mereka dan memulai pelajaran.
Reproduksi.
Ya tema pelajaran biologi hari ini melengkapi suasana canggung yang tercipta antara Aren dan Raya. Keduanya cenderung lebih banyak diam hanya sesekali berbicara jika di tanya. Belum lagi waktu yang terasa begitu lama membuat keduanya semakin tidak nyaman.
^^^^^^
Aren terdiam diruangannya di bawah cahaya redup yang membuat suasana terlihat menakutkan bagi siapapun yang berada di dalam ruangan itu.
Namun tidak bagi si pemilik ruangan, Aren akan berlama-lama di sana saat merasa ada yang salah dari dirinya.
Setelah malam itu entah bagaimana dirinya terus merasakan rasa bersalah yang tidak pernah ia rasakan selama hidupnya. Ia tau perasaan ini bisa berubah menjadi masalah jika dibiarkan berlarut.
Namun 3 jam sudah ia berdiam diri di dalam ruangan ini tanpa niat beranjak sedikitpun. Terperangkap dengan wajah seorang gadis yang beberapa hari lalu ia dekap.
"Haissss apa yang aku lakukan" Aren mengusap wajahnya dengan frustasi.
Ia mengambil sekaleng minuman bersoda yang sejak tadi ada di atas meja kerjanya. Hembusan napas keras terdengar kesekian kalinya, lalu dengan terburu ia meneguk seluruh isi kaleng yang terasa membakar lidahnya.
Tidak lama ponsel nya bergetar, sebuah pesan masuk. Dengan malas Aren membukanya, ia melihat sebuah kode lokasi tertera.
Aren yang mengerti dengan itu, langsung menghembuskan napas bosan. Misi tetap lah misi, selalu melelahkan dan membosankan. Ia beranjak mengenakan jas hitamnya. Malam ini ia akan bertemu dengan beberapa target hitam nya di sebuah acara penggalangan dana.
"Kau ingin kemana anak nakal" ucap seorang wanita tua yang masih menggunakan celemek.
Aren berbalik menatap wanita tua yang adalah pengasuhnya sejak kecil itu dengan senyuman. "Aku mau berburu rubah, omah" ucapnya dengan nada datar.
"Kau berburu rubah dengan jas mahal mu itu? Rubah betina kah itu?" Balas Lusy dengan kekehannya yang khas.
"Ayolah, omah. Aku tidak suka rubah, aku lebih suka kelinci."
Aren mencium pipi keriput Lusy untuk berpamitan lalu melangkah keluar dari panhouse nya dengan langkah penuh karisma. Aren memang anak yang di asuhnya sejak bayi bukan keluarga sedarah nya, namun Lusy sangat menyayangi Aren sejak kedua orang tua Aren harus terbunuh saat bertugas sebagai penyidik sebuah kasus kecelakaan. Mulai saat itu ia sadar Aren berubah menjadi tertutup. Tapi hari ini entah kenapa ia melihat Aren sedikit berbeda. Lusy menatap pintu ruangan itu yang baru saja tertutup.
"Anak nakal. Aku hanya bisa berharap kelak akan ada kebahagian menghampirimu."
^^^^
Aren tiba di depan sebuah hotel berbintang yang terlihat gemerlap oleh cahaya lampu tembak dan ratusan lampu blits kamera paparazi yang menerpa wajah rupawan nya. Dengan tatapan tajam nya ia memasuki ballroom hotel diiringi beberapa decak kagum, terutama para wanita-wanita dan putri-putri pejabat.
Sedangkan para pria menatap penuh tanya siapa sosok berbadan tegap itu. Namun semua terjawab saat Arahab seorang pebisnis batu bara memanggilnya.
"Sangat tidak terduga kita bisa bertemu lagi di sini," seru pria paruh baya itu sambil menjabat tangan Aren yang masih terlihat datar. "Apa kau akan memberi donasi di acara ini?"
"Ya, aku berniat berinvestasi pada tuhan, untuk meringankan dosa," jawab Aren.
Arahab tertawa mendengarnya, tak lama lima orang pria paruh baya datang menghampiri mereka. Aren menatap dua orang diantaranya dengan wajah tidak tertebak.
"Wah Arahab. Ku pikir orang sepertimu tidak akan datang ke acara yang mulia ini?" Seru Markus seorang staff ketatanegaraan.
"Aku kesin..." Ucapannya terpotong saat Markus melihat seorang Aren yang masih diam mendengar pembicaraan mereka. Bisa di bilang mendengar ajekkan mereka pada Arahab.
"Siapa kau? Aku belum pernah melihatmu sebelumnya anak muda," Arahab yang melihat perlakuan tidak sopan dari para pemimpin bangsa ini mendengus geli.
Sedangkan Aren memilih memperkenalkan dirinya.
"Saya Aren, saya sangat senang bisa bertemu anda di sini, ini sungguh kehormatan."
"Oh ya tentu. Kau harus merasa bangga bisa sedekat ini dengan pejabat seperti kami." Ucap Samuel dengan nada sarkas nya.
"Apa pekerjaan mu nak,?" Tanya Bimo yang merupakan pensiunan kepolisian.
"Pialang," ucap Aren yang membuat Samuel dan Markus tersenyum licik.
Mereka merencanakan untuk membuat rencana, agar mereka memiliki sedikit modal dari Aren.
"Kau masih sangat muda. Apa sudah berkeluarga?" Tanya Markus.
"Belum,masih mencari pasangan yang tepat."
Kelimanya tertawa kecuali Aren dan Arahab yang terlihat sangat datar. "Baiklah, kita cukupi dulu. Aku berharap bisa bertemu lagi lain waktu." Ucap Markus.
'aku akan kabulkan,kita akan bertemu kembali di tempat yang lebih pas' batin Aren
"Semoga" jawabnya singkat.
Setelahnya acara di langsungkan dengan pelelangan sebuah patung kayu buatan seorang kakek penyandang disabilitas. Aren melihat belum ada yang mau menawarnya.
"Lima ratus juta!" Seru Aren yang membuat seluruh orang yang ada di ruangan itu menoleh ke arahnya. Bahkan istri seorang Markus mengedipkan matanya kearah Aren sensual, tanpa terlihat oleh siapapun kecuali Aren.
"Baiklah lima ratus juta, satu!" Si pembawa acara mengetuk palunya.
"Lima ratus juta dua,"
"Lima ratus juta tiga,"
"Baiklah tuan dengan nomor 99, memenangkan patung kayu ini dengan lima ratus juta rupiah, barang bisa di ambil setelah acara selesai." Beberapa orang menatap Aren dengan penuh tanda tanya. Siapa pria ini?.
"Kau membuang uang sangat banyak, nak. Kau akan menyesal di lelang malam nanti." Ucap Markus sambil terkekeh.
"Saya sudah menyiapkan untuk yang itu," ucap Aren dengan yakin.
Markus terkekeh mendengar anak muda di sampingnya. Lelang wanita, malam ini akan di lakukan lagi. Mereka melelang gadis-gadis desa dibawah umur untuk kesenangan mereka, ilegal memang.
Aren menatap sekeliling mereka lalu berpamitan untuk mengambil minuman. Namun saat di tengah kerumunan orang acara berubah menjadi tertutup dan seluruh paparazi dan media di larang masuk.
Aren terus berjalan dan melihat keanehan acara itu secara langsung dengan gelas kaca di tangannya. "Aku baru melihatmu," tanya seorang wanita dengan gaun malam yang cukup terbuka.
"Aku baru saja kembali dari Australia, mengurus sedikit bisnis di sana." Wanita itu terlihat semakin berminat mendengar itu. Jari-jari lentik nya mulai berani menyentuh paha dalam Aren.
"Aku rasa disini terlalu bising, kita bisa pindah ke tempat yang lebih sepi." Bisik wanita itu tepat di telinga Aren.
Aren terkekeh lalu merangkul pinggang wanita itu mendekat padanya.
"Baiklah" ucap Aren sebelum membawa wanita yang adalah istri dari seorang calon parlemen yang mengincar bangku politik yang cukup tinggi.