"Udah-udah, kalian gak usah godain. Adek gue. Lo semua gak lihat ekspresi cowoknya kayak mana" Lionil menegur teman-teman nya, saat ia melihat ekspresi wajah Zach yang tampak tak bersahabat ketika menatap teman-teman nya.
Teman-teman Lionil sontak langsung menatap kearah laki-laki yang sedari tadi di samping Luna yang kini sedang menatap kearah mereka berempat.
"Eh, gue gak sadar kalau ada cowok disamping Luna" celetuk Nino begitu saja.
Zach hanya diam saja menatap mereka datar tak menggubris walaupun hanya sekedar tersenyum saja tak ia perlihatkan.
"Sorry bro, santai oke. Kita memang biasa godain Luna. Dia udah kita anggap adik sendiri kok. Jadi tenang aja" Rangga berjalan mendekat kearah Zach dan langsung merangkulnya. Menaruh tanganya di bahu Zach.
"Ya tidak apa-apa terserah " balas Zach melepaskan rangkulan Rangga di bahunya dan mendekat kearah sofa single. Mendudukkan bokongnya di situ.
Semua teman Lionil menatap tak percaya pada Zach. Mereka sebenarnya sedikit tersinggung dengan perilaku Zach saat ini, bagaimana bisa seorang yang lebih muda dari mereka bersikap tidak sopan seperti itu. Padahal mereka juga baru pertama kali bertemu. Nanda sudah mengepalkan tanganya menahan emosi, agar tidak ia keluarkan di rumah orang.
Lionil tahu sekarang teman-teman nya tampak sedang kesal melihat kearah Zach tak suka. Bukan hanya Lionil saja tapi Jovan juga dia menyadari bahwa beberapa temanya merasa tersinggung dengan perilaku Zach yang bagi mereka tidak sopan. Disaat mereka beramah tamah malah Zach bersikap acuh.
"Guys, udah kalian gak usah natap begitu ke Zach" Jovan yang memperhatikan sekitar mulai membuka suaranya mencoba mencairkan.
Zach yang memang sedari tadi cuek dan memperhatikan Luna yang berada di dapur langsung menatap mereka semua yang ada di depannya.
"Kalian suka dengan Zach? "seru Lionil yang masih melihat temanya saling pandang dengan Zach.
"Udahlah, kita main Ps lagi. Mohon dimaklumi, Zach ini memang orang gak asik kayak babang tampan gue Liam. You know lah, dia kayak mana" ujar Lionil lagi mencoba meredamnya lagi. Berharap teman-teman dirinya mengerti dengan sikap dari pacar adiknya itu.
"Maaf, gue gak bermaksud bersikap gak sopan sama kalian" Zach berkata dingin sambil memperhatikan mereka satu persatu.
Ya dia menyadari bahwa sikapnya memang salah, tidak seharusnya dia tidak sopan dengan orang yang baru dikenalnya.
Mark, Nanda, Nino dan Rangga. Saling pandang satu sama lain seraya berfikir apakah mereka harus membuang emosinya masing-masing. Orang yang sudah dikatakan dewasa adalah orang yang mampu meredam emosinya walaupun begitu terasa emosional telah memenuhi diri.
"Kita Maafin"ujar mereka berempat berbarengan.
"Nah gitu lah Brothers, ayo main lagi" Jovan langsung melemparkan senyum kepada teman-temanya dan mengajak mereka bermain Ps lagi.
"Mantap gitu, kalau jadi teman orang ganteng macem gue. Pasti bisa maafin orang" ujar Lionil dengan PDnya. Dan langsung mendapat lemparan bantal dari teman-temanya.
"Lo mau ikut main juga nggak" Mark bertanya pada Zach yang hanya diam. Entah kenapa setelah tadi mendengar ucapan maaf Zach. Ia seakan memiliki sifat denganya dan dia langsung memahami itu.
"Nggak, main aja. Gue mau kedapur terus pulang" Zach langsung bangkit dari duduknya berjalan ke dapur menghampiri Luna yang tengah sibuk membuatkan jus jeruk serta menaruh cemilan-cemilan di toples dan juga piring. DiToples terisi beberapa snack yang ternyata dibawa oleh teman-teman kakaknya dan di piring ia isi beberapa gorengan.
Zach berdiri disamping Luna memperhatikan gadis itu yang sibuk dengan pekerjaanya. Sehingga tidak menyadari kehadiran Zach.
"Gue mau pulang" sura Zach yang tiba-tiba terdengar tepat di telinga Luna langsung membuat gadis itu terlonjak kaget, menatap seorang disampingnya kesal.
"Lo kaya jailangkung ya, tiba-tiba aja dateng disini" Luna menatap Kesal Zach tangannya secara reflek hendak memukul Zacg yang berdiri didepanya.
"Konyol" Desis Zach, sambil tersenyum tipis melihat ekspresi wajah Luna yang menurutnya lucu.
"Bodo" ujar Luna dan langsung berjalan pergi membawa nampan yang berisi beberapa gelas jus di atasnya.
Zach mengambil toples dan piring berisi gorengan, menaruhnya diatas nampan dan ikut berjalan ke ruang tengah. Entah mengapa hatinya tergerak untuk membantu Luna. Padahal tadi niatnya hanya untuk melihat gadis itu dan bilang bahwa dia akan pulang.
°°°°°
Hari ini hari minggu, Jadi waktunya untuk beristirahat sepuasnya bagi Luna. Semalam juga dia telah begadang bersama teman-teman kakaknya yang gak jelas. Menurut Luna mereka memang tidak jelas sebelas dua belas dengan Lionil. Namun hanya dua orang yang tidak seperti itu yaitu Jovan dan Mark mereka manusia yang begitu jelas ketimbang yang lain.
Luna masih rebahan di tempat tidurnya, rasa malas memenuhi dirinya saat ini sehingga membuat dirinya malas untuk beraktifitas. Ditambah kedua orang tuanya tidak ada di rumah, membuat dirinya semakin betah untuk tetap rebahan saja di kasur.
Baru saja dirinya untuk kembali terlelap suara notifikasi mengalihkan niatnya.
Tertulis dari Zach di layar, tumben sekali batin Luna.
*From Zach*
"Sibuk? Nanti Ikut denganku" kira-kira begitu isi pesan Zach.
*To Zach*
"Kemana? Kalau hal tidak jelas atau menyangkut kak Salsa, gue malas ikut" Luna mengetikan kata itu, menolak jika harus berhubungan dengan Salsa entah kenapa rasanya dia tidak suka saja ,jika Zach mengajaknya kerumah Salsa atau menemui Salsa. Bukan itu yang membuatnya tak suka tapi cara Zach menatap Salsa dan juga sikap manis Zach terhadap Salsa yang membuatny risih serta tak terima. Dia juga bingung kenapa dirinya bisa seperti itu. Apakah dirinya benar-benar sejatuh cintanya pada Zach? Luna menggelengkan kepalanya seakan tersadar dengan apa yang dia pikirkan.
*From Zach*
"Ke Suatu tempat, tidak ada hubungannya dengan Salsa" balasan dari Zach masuk ke ponsel Luna. Luna membaca itu, rasa penasaran sekaligus senang memenuhi relung hatinya.
*To Zach*
"Serius.?? " Luna mengetikkan kembali balasan. Dirinya masih kurang percaya.
*From Zach*
"Yes, I'm so Serious " Luna tampak girinya membacanya. Dia menendang-nendangkan kakinya di udara. Dia langsung melempar ponselnya ke samping, lalu bangkit dari rebahanya terduduk merasa greget sendiri. Terbukti kedua tanganya terkepal, dia benar-benar senang.
Tidak mau berlama-lama dalam bermalas-malasan, Luna segera bangkit dari tempat tidurnya berjalan ke meja belajar mengambil segelas air yang tersedia di meja itu lalu meminumnya. Itu merupakan kebiasan Luna ketika bangun tidur tapi terkadang walaupun kebiasaan dia sering lupa juga. Selesai mengahabiskan minumanya sampai tandas, ia berjalan berlawanan arah menuju kamar mandi yang memang ada di kamarnya. Ia segera bergegas mandi setelah itu berganti pakaian lalu menunggu Zach datang menjemput dirinya. Kenapa minggunya ini terasa begitu spesial dari minggu-minggunya yang lalu.
Hampir lima belas menit berlalu, Luna akhirnya selesai mandi. Ia segera menuju lemari pakaiannya, membuka lemari itu melihat baju-baju yang tergantung rapi didalam lemari. Ia bingung harus memakai baju seperti apa,..
Akhirnya pilihan Luna jatuh pada Dress selutut berwarna pink yang begitu cantik ia gunakan. Padahal ia tidak terlalu menyukai warna pink, dan padahal baju ini rencananya tidak pernah mau ia pakai tapi kenapa sekarang justru ia ingin sekali memakai baju itu.
Selesai berdandan Luna segera turun, ke bawah lebih tepatnya ke ruang keluarga untuk menunggu Zach.
°°°°°
Zach dirumahnya juga sudah bersiap, dia baru saja selesai mandi. Keluar kamar mandi menggunakan handuk yang terlilit di pinggang nya. Serta membiarkan bagian atasnya terekspos, menampilkan tubuhnya yang begitu atletis, perut yang berbentuk kotak-kotak membuat siapa saja yang melihat itu terpesona. Apalagi dengan rambut basahnya saat ini yang semakin menunjukan aura keseksian seorang Zach.
Zach telah berganti pakaian, dia menggunakan celana jeans berwarna hitam panjang, kemeja berwarna biru jeans yang terbuka dua kancing atasnya serta topi putih bertuliskan NY. Begitu tampan dan mempesonanya Zach saat ini, siapa saja yang melihatnya pasti akan terpesona dan langsung jatuh cinta.
Dia mengambil dompet di nakas, memasukkan dompet itu kedalam saku celananya. Lalu berjalan pergi keluar kamar menuju lemari pojok di koridor rumahnya, Lemari itu tampak terpenuhi beberapa kunci kendaraan entah kunci kendaraan apa saja di lemari itu. Begitu banyaknya kemungkinan lebih dari 10 biji.
Zach mengambil salah satu dari itu semua, setelah mengambil apa yang dia ingin. Zach kembali menutup lemari itu dan berjalan kearah tangga, menuruni tangga dengan perlahan. Sambil melihat ke sekitar, tidak tampak orang di dalam rumahnya. Tapi, ia sedikit mendengar suara seseorang di dapur, Zach mengernyit siapa orang yang ada di dapurnya. Bukankah kedua orang tuanya kemarin bilang akan ke Luar Negeri beberapa hari.
Zach merasa penasaran, sehingga membuatnya berjalan ke arah dapur. Disana ada seorang wanita paruh baya yang tampak masih muda. Zach berdiri di belakang orang itu dengan bingung, itu Mamanya yang sedang mencuci piring. Kenapa Mamanya ada dirumah, bukankah ke Luar Negeri bersama Papanya.
"Ma.. " panggil Zach, membuat Wilona menoleh kebelakang melihat putranya yang baru saja memanggil dirinya.
"Iya, Kenapa Zach? " Jawab Wilona memperhatikan putranya.
"Bukannya Mama, Mau pergi ke Luar Negeri? Kenapa masih disini? " tanya Zach memperhatikan sekitar mencari keberadaan Papanya.
"Mama nggak jadi keluar Negeri ikut sama Papamu, Mama ingin dirumah menemani dirimu" ujar Wilona membuat Zach mematung di tempat.
Zach hanya diam tidak berbicara lagi, antara merasa bersyukur dan merasa aneh dengan sikap Mamanya yang tumben lebih memilih dirumah ketimbang ikut dengan Papanya keluar negeri.
"Kau rapi sekali! Mau kemana dek? " Wilona menyadari anaknya yang tampil begitu rapi saat ini. Merasa penasaran akan kemana anaknya itu pergi.
"Mau... " perkataan Zach terpotong saat tiba-tiba saja ponselnya berbunyi, matanya langsung tertuju ke layar ponsel tak menunggu lama Zach langsung mengangkatnya. Entah siapa yang menelpon Zach, raut wajah nya menjadi cemas dan khawatir. Dia langsung memasukkan ponselnya dengan cepat kesaku celana dan berlari pergi meninggalkan Mamanya yang tampak khawatir dengan sikap Zach yang terburu-buru penuh ketakutan serta kekhawatiran diwajah anaknya. Zach berlari secepat kilat menuju garasi rumahnya dan masuk kedalam salah satu mobil yang terparkir di garasi rumahnya itu.
Secara otomatis pintu garasi terbuka, Zach langsung tancap gas keluar garasi. Saat pintu gerbang rumahnya terbuka, dengan kecepatan penuh ia melajukan mobilnya pergi membelah jalanan. Entah kemana dia akan pergi, dengan mengendarai mobil seperti orang kesetanan seperti itu..
°°°
T. B. C