"Ceana" panggil seorang lelaki. Siapa lagi lelaki yang memanggil Luna dengan nama panggilan itu kalau bukan Jovan.
Saat ini Luna sedang duduk di halaman belakang rumahnya duduk di atas ayunan. Mendengar panggilan itu membuat Luna memandang kearah sumbur suara yang memanggilnya.
"Iya kak Jo" ujar Luna berusaha bersikap biasa saja. Dia merasa tidak enak dengan Jovan karena selama laki-laki itu di rumahnya, ia selalu menghindar. Jadi, untuk saat ini sebisa mungkin dia tidak akan menghindari laki-laki itu. Yang terjadi dulu biarlah terjadi masa lalu biarlah masa lalu yang perlu di lakukan yaitu menyambut hal baru.
Jovan mendekat kearah Luna saat dirasa gadis itu menerima kehadiran nya. Laki-laki itu duduk disebelah Luna lebih tepatnya di ayunan tepat disebelah Luna.
"Kakak boleh ngobrol sama kamu? " tanya Jovan lembut menatap Luna penuh rasa harap.
Luna sebenarnya enggan untuk berbicara lebih lama dengan Jovan apalagi mengobrol. Tapi ia tidak bisa untuk mengabaikan orang disampingnya ini, itu sungguh tidak sopan.
"Boleh kak" jawab Luna berusaha untuk tersenyum ramah.
"Lama ya, kita nggak sedekat ini" ujar Jovan sendu membuka pembicaraannya dengan Luna.
Luna hanya tersenyum kikuk. Mereka berdua memang sudah lama tidak pernah sedekat ini semenjak kejadian beberapa tahun lalu. Kejadian dimana hati terluka sebelah oleh cinta bertepuk tangan yang membingungkan itulah kira-kira gambaran kejadian lalu.
"Ceana maaf dulu kakak tidak bermaksud membohongi kamu. Tapi kakak ragu untuk menerima kamu saat itu" ujar Jovan mulai membahas masalalu antara dia dan Luna dulu.
Mendengar itu membuat Luna menatap kearah Jovan dengan tatapan bertanya-tanya tentang omongan Jovan barusan mengenai laki-laki itu yang ragu untuk menerima dirinya. Kenapa ragu? Apa yang membuat ragu? Batin Luna terus bertanya.
"Tapi sekarang kakak menyesal telah menolak kamu, Maukah kamu menerima kakak kembali di hatimu" ujar Jovan tanpa berfikir terlebih dahulu.
Lagi, perkataan Jovan semakin membuat Luna terkejut mendengarnya. Bukannya tadi laki-laki di depannya ini ragu untuk menerima dirinya tapi kenapa justru laki-laki ini bertanya masih maukah dirinya menerima laki-laki itu.
"Kakak bicara apa sih, aku gak ngerti sama maksud omongan kakak" ujar Luna.
"Kakak sekarang sadar Ceana, kalau kakak suka sama kamu bukan sama Tiara. Dan kakak gak ragu lagu buat nerima kamu" jelas Jovan sambil memagang kedua tangan Luna.
Luna menatap tak percaya, barusan Jovan bilang suka padanya tapi kenapa hatinya serasa telah mati rasa pada pria di depannya saat ini. Bukankah seharusnya dia senang cintanya yang dulu terbalaskan tapi kenapa dia malah tidak suka mendengar pengakuan ini. Ia diam tak membalas ucapan Jovan sambil melepaskan kedua tanganya dari pegangan Jovan.
"Telat kak" balas Luna datar pada akhirnya.
"Kakak tau, kakak tau kamu sudah punya pacar. Tapi, kakak rasa kamu atau Zach tidak saling mencintai " Jovan menatap wajah Luna intens berharap gadis di depanya ini mampu menerima dirinya.
"Kata siapa kami tidak saling mencintai " Zach datang melihat itu semua, dia menatap tajam Jovan.
Kini Zach tepat berdiri didepan kedua orang yang langsung berdiri dari duduk mereka saat Zach berada di depan mereka.
"Jangan sok tau dengan hubungan kita" desis Zach dengan kesan dingin.
Jovan melihat dari sorot mata Zach yang menatapnya tajam seakan membunuh langsung membuatnya tertegun melihat itu. Apa Zach benar-benar mencintai Ceana sampai-sampai melihat diriku seperti itu ujar Jovan dalam hati.
Luna menjadi sedikit ngeri dihadapkan pada kenyataan seperti ini. Melihat dua orang yang saling menatap tajam dengan penuh emosi yang tertahan.
"Aku benarkan kalian tidak saling mencintai, Ceana mencintai ku" ujar Jovan yang tidak takut melihat sorot mata tajam Zach yang seakan membunuhnya.
Zach diam tak berkata. Namun, dia maju selangkah dan langsung mencengkram kerah baju Jovan. Sontak itu membuat Luna terkejut dan sedikit takut apabila ada perkelahian di depan matanya.
"Zach, Zach lepaskan tanganmu dari kak Jovan" ujar Luna lirih dan terkesan khawatir jikalau ada yang melihat semua ini.
Zach tidak menggubris Luna, dia semakin erat mencengkeram kerah baju Jovan dan sekilas menatap Luna tatapan itu seakan menyuruh Luna untuk diam saja.
"Sikap mu begini terhadap ku aku tidak takut, aku bicara sesuai kenyataan " Jovan masih saja bicara sambil berusaha melepaskan tangan Zach dari kerah bajunya.
"Zach ayolah jangan begini" Luna berusaha menenangkan Zach. Dan ia berusaha melepaskan tangan Zach paksa dari kerah Jovan.
Pada akhirnya cengkraman itu terlepas. Luna langsung memegang tangan Zach dan membawanya pergi dari hadapan Jovan yang menatap itu semua dengan getir.
°°°°°
Dan disinilah Luna membawa Zach, di mobil Fajri mobil yang dibawa Zach untuk mengatarkanya tadi. Duduk didalam mobil berdua dengan ketegangan, saling diam tak bicara. Zach terlihat begitu dingin, diam tak bersuara sambil menggenggam tangannya erat-erat di balik kemudi. Sedangkan Luna yang melihat itu merasa takut.
"Lo kenapa sih bersikap gak jelas kaya tadi" Luna berusaha memberanikan diri untuk bicara dengan Zach.
"....." Zach tidak menjawab pertanyaan itu. Ia juga bingung kenapa dirinya bisa seemosional tadi.
"Lo gak mau ngomong. Oke gue turun" Luna merasa emosi karena Zach tidak menjawab pertanyaan nya. Dia langsung berniat untuk turun dari mobil, membuka pintu. Tapi sebelum pintu terbuka Zach sudah mengunci pintu mobil dan menyalakan mesin mobil. Luna langsung menatap Zach yang menatap lurus kedepan bersiap untuk melajukan mobilnya.
"Lo mau bawa gue kemana? Ini sudah malam" tanya Luna yang tampak gelisah melihat sikap Zach yang hanya diam. Dan malah melajukan mobil pergi dari halaman rumah Luna.
Lagi, kesekian kalinya Zach tidak menjawab pertanyaan Luna yang terdengar takut untuk berbicara.
"Zach.. " Bentak Luna dengan keras. Karena tidak mendapatkan jawaban dari Zach sedari tadi.
"Bisa diam" ujar Zach pada akhirnya menatap gadis di depanya dengan wajah datar.
Luna langsung terdiam mendengar ucapan Zach yang terkesan datar itu. Perkataan itu begitu menyeramkan didengar di telinganya. Mungkin memang untuk saat ini diam adalah cara yang tepat menghadapi Zach yang tengah dilandai emosi tak berdasar. Luna berfikir lebih baik untuk saat ini ia mengikuti kemana Zach akan membawanya. Semoga saja bukan ketempat yang menyeramkan dan bukan tempat untuk menodainya. Entah kenapa pikiran buruk itu terlintas di benak Luna.
Mobil melaju dengan perlahan membelah jalanan kota di malam hari. Belum terlalu malam juga sih mungkin masih jam setengah delapan atau jam delapan. Jadi, saat ini belum terlalu malam untuk keluar. Sebab itulah tanpa pikir panjang Zach membawa Luna pergi entah kemana yang tahu hanya dirinya seorang.
°°°°°
Sekarang mereka berdua berada di rumah Salsa. Ya, Zach membawa Luna bertandang kerumah Salsa entah apa yang membuat Zach mengajak Luna kerumah Salsa.
Dua orang itu duduk di tengah-tengah sofa ruang keluarga Salsa.
Salsa datang dari dapur membawa dua gelas orange juice untuk Luna dan Zach. Jangan tanya kenapa Zach kesini tidak ada yang tahu selain Zach sendiri Salsa pun kaget karena tiba-tiba saja Zach datang kerumahnya padahal dia tidak menyuruh laki-laki itu datang.
Zach dan Luna yang saling diam tidak bicara tidak luput dari penglihatan Roland yang menangkap sesuatu tidak beres dari mereka berdua.
Bukan hanya Roland yang menangkap hal tidak beres itu tetapi juga Salsa yang menyadari sikap Luna dan Zach terlihat kaku seperti ada masalah. Walaupun selama ini sikap mereka berdua kaku tapi tidak seperti saat ini.
"Kalian berdua ada masalah? " Tanya Salsa yang langsung bertanya tidak seperti Roland yang hanya memperhatikan nya terlebih dahulu sebelum bicara.
Luna langsung mengangkat wajahnya memperhatikan wajah Salsa yang penasaran.
"Hah, bagaimana Kak Salasa? " ujar Luna yang sedikit tidak fokus.
"Kalian sedang bertengkar? " tanya Salsa lagi pada Luna yang tampak bingung akan menjawab bagaimana.
"Ti.. Tidak kak" Luna menjawabnya dengan tegagap.
"Serius dek, kamu diapain Zach? Bilang sama bang Roland" ujar Roland pada Luna.
Zach langsung menatap Roland tak suka.
"Ngg.. Nggak bang" jawab Luna.
"Lalu" Salsa merasa begitu penasaran sebenarnya ada apa dengan Zach dan Luna saat ini. Mereka tampak diam seperti tidak ingin saling berbicara satu sama lain.
"Jelasin" ujar Zach pada akhirnya tapi membuat semua orang di situ tidak mengerti dengan kata singkat yang dikeluarkan Zach barusan.
"Hah" Salsa menatap Zach tak mengerti lalu menatap suaminya Roland yang juga bingung dengan ucapan Zach.
"Kalau ngomong yang benar Zach, abang sama ayuk kamu apa mengerti sama ucapan singkat kamu begitu" ujar Roland.
Zach tampak cuek, malas untuk mengatakan lagi.
Karena Zach yang diam, semakin membuat Luna, Salsa, dan Roland bingung sebenarnya apa yang di maksud Zach.
"Bilang sama ayuk maksudnya" ujar Salsa lembut. Karena jika dia menaikin nada bicaranya bukannya mendapatkan maksud dari Zach malah mendapat kesunyian dari pria dingin yang sudah seperti adik kandungnya sendiri.
"Jelasin sama dia soal dua hari yang lalu" sebenarnya Zach malas untuk bicara. Tapi gimana lagi, jika dia hanya diam maka masalah tidak akan terselesaikan.
Salsa dan Roland saling pandang kini mereka mengerti apa yang di maksud Zach. Sedangkan Luna masih tidak tahu apa yang sebenarnya dimaksud Zach apalagi soal masalah dua hari yang lalu. Tunggu dua hari yang lalu bukanya saat dimana dia di turunkan di pinggir jalan dengan paksa dan laki-laki itu pergi meninggalkan dia untuk menemui Salsa yang menelpon Zach dengan menangis. Apa yang sebenarnya perlu di jelaskan. Perasaan tidak ada yang harus dijelaskan. Bukankah seharusnya maaf yang di ucapkan bukan penjelasan yang mungkin sebuah hal yang mengada-ada untuk di karang. Bisakah ia tidak usah mendengarkan penjelasan itu, bagi dirinya juga tidak akan berpengaruh apa-apa. Tapi lain hal kalau kata maaf yang di ucapkan bisa saja itu bisa mempengaruhi dirinya.
°°°
T. B. C