Zach dan Darren sudah ada di rumah Luna, sesuai dengan rencana mereka tadi kalau tidak ada latihan paskib mereka akan ke rumah Luna. Mereka datang bersama tapi mengendarai kendaraan yang berbeda, Darren datang dengan mobil dan Zach dengan motornya. yups dia ke sekolah tadi menggunakan motor.
Mereka kini sudah berada di depan rumah Luna membunyikan bel pintu, beberapa saat kemudian pintu terbuka Bi Imah yang membukakannya.
"Oh ada Den Zach, dan Den Darren. Masuk den" ujar Bi Imah saat membukakan pintu itu. Mempersilahkan Darren dan Zach masuk. Bi Imah memang sudah mengenal Darren karena laki-laki itu teman Luna sedari kelas satu SMA dan sering bermain kerumah majikannya ini.
Zach dan Darren langsung melangkah masuk kedalam rumah, duduk di kursi ruang tamu keluarga Rayes menunggu Bi Imah yang sedang memanggil Luna.
"Lah kalian berdua dirumah gue" Tiba-tiba saja Lionil datang dari Luar membawa kantung plastik yang bertuliskan salah satu nama mini market.
"Hehehe iya kak" Jawab Darren. Sedangkan Zach hanya menatap Lionil sambil tersenyum singkat.
"Luna belum turun? " Lionil memperhatikan kesekelilingnya. Melihat bahwa belum ada adiknya di antara mereka berdua.
"Belum" ujar Zach singkat.
"Kemeja ruang keluarga saja yuk. Ngapain disini" ajak Lionil. Dua orang itu mengikuti langkah Lionil yang menuju ruang keluarga.
Baru saja Darren dan Zach duduk, Luna baru saja datang ke Ruang keluarga.
Gadis itu berjalan mendekat dan sekilas memperhatikan Zach yang juga memperhatikan nya. Dalam benak Luna kenapa Zach kerumahnya. Kalau Darren memang dia sedang janjian dengan Darren.
"Nih pesenan Lo" Lionil menaruh kantong plastik yang sedari tadi ia pegang di atas meja depan TV.
Luna langsung menghampiri kantung plastik itu, membawanya duduk di dekat Darren.
"Makasih deh kakak ku" Luna berbicara dengan manja.
"Lebay, kalau ada mau nya aja begitu" sindir Lionil. Memang benar Luna selalu begitu kalau ada maunya dengan kakaknya yang satu itu.
"Kalau ada temenya cepetan keluar dari kamar, jangan buat orang nunggu sedangkan menunggu itu tidak enak" ujar Lionil lagi dan entah kenapa itu terdengar sedikit puitis.
Luna hanya mencebik mendengar perkataan kakaknya.
"Nih, buku Lo. Udah gue tulisin juga" Darren menyerahkan buku ke Luna yang duduk disampingnya.
"Iih makasih Lo, baik banget deh temen gue ini" Luna mencubit pipi Darren gemas. Zach langsung melebarkan matanya saat melihat itu.
"Apaan sih, " Darren melepaskan tangan Luna dari pipinya.
"Uhuk Uhuk,.. Ada yang cembukor nih" Lionil batuk-batuk dengan sengaja memperhatikan adiknya, Darren dan Zach. Apalagi dia memperhatikan Zach dengan menggoda laki-laki itu yang terus menoleh menatap Luna yang mencubit pipi Darren gemas.
Darren langsung menoleh kearah Zach melihat laki-laki itu yang tengah menatapnya datar.
"Piss man, gue gak bakal nikung Lo kok. Santai ya santai" Darren mengangkat kedua jarinya, jari tengah dan jari telunjuk tanda damai.
"Kak Lionil.. " geram Luna.
Lionil hanya menaikan alisnya, seakan bertanya kenapa.
Bi Mirna datang membawakan Jus mangga untuk ke empat orang yang berada di Ruang keluarga itu.
"Lo sakit apa woii" tanya Darren
"Nggak enak badan biasa aja" jawab Luna.
"Oh, gue kira kena rabies lo" Canda Darren dan langsung menerima pukulan dari Luna.
"Dar, memang bener tau adik gue rabies" sahut Lionil sambil mengeluarkan lidahnya mengejek Luna.
"Kak Onil" Luna semakin geram dengan kakaknya itu. Darren dan Zach hanya tertawa mendengar perkataan Lionil barusan.
"Udah sembuh" tanpa basa-basi Zach langsung bertanya begitu saja.
Luna yang tadi mengerucutkan bibirnya, langsung melihat Zach.
"Udah" jawabnya singkat.
Zach yang mendengar jawaban Luna langsung diam dan mengalihkan pandangannya ke lain arah.
"Eh mana kaos olahraga Lo gue minjem lagi" ujar Darren pada akhirnya karena yang lain sudah mulai diam dan sibuk dengan kegiatanya sendiri-sendiri.
"Lo nih ya, minjem baju gue terus. Cari gebetan jangan adik kelas napa" kesal Luna. Darren selalu saja meminjam baju dirinya untuk di kenakan gebetan Darren. Ya Darren sedang PDKT dengan adik kelas, yang menurut Luna selalu gak modal.
"Udah deh, gak usah mulai. Gue aja Diem bae Lo pacaran sama manusia es temen gue ini" Darren melihat ke arah Zach sambil tersenyum sementara Zach menatap temanya itu datar dan Luna memukul Kepala Darren.
"Sakit bego, " keluh Darren.
"Bodo, " balas Luna. Dia segera pergi ke atas lebih tepatnya ke kamarnya. Untuk mengambilkan baju yang di pinjam Darren.
"Zach, maklum ya adek gue memang fikiranya gak normal" ujar Zach.
Zach tersenyum kecil menanggapi itu.
°°°°°
Saat ini Luna sedang duduk di kursi dekat kolam renang bersama Zach. Mereka saling diam tidak ada yang berbicara, Zach berada di situ karena dia ingin berenang bersama Lionil. Tapi, entah kemana kakak dari pacarnya itu tidak muncul-muncul sedari tadi.
Karena Lionil belum muncul-muncul makanya dia memutuskan untuk duduk bersama Luna yang asik membaca buku.
"Kenapa di luar" tanya Zach melihat kearah mata Luna.
"Pengen aja" Luna tidak mengalihkan pandangannya dari buku.
"Masuk, Nanti sakit" perintah Zach.
"Gue udah sembuh, kenapa sih lo. Lo nanti malahan yang sakit, sore-sore gini mau berenang" celetuk Luna menolak perintah Zach.
"Ayo masuk" Zach bangkit dari duduknya dan menyodorkan tanganya di depan Luna agar gadis itu untuk menggandeng tanganya.
"Nggak, gue mau baca disini" kukuh Luna pada pendiriannya.
Zach memegang tangan Luna mengajak gadis itu masuk kedalam. Dia menggandeng tangan Luna lembut.
Luna melihat tangannya yang digenggam lembut oleh Zach, menuntunnya masuk kedalam. Hatinya serasa seperti disiram bintang-bintang serta bunga-bunga yang semerbak.
Zach membawa Luna masuk kedalam rumah, mengajak perempuan itu duduk di dalam lebih tepatnya di ruang keluarga Rayes. Dia memutuskan tidak jadi berenang, karena sudah malas menunggu Lionil yang tak kunjung datang. Untung saja tadi dia belum sempat membuka bajunya kalau tidak bisa sakit dia.
"Tolong, jangan selalu menjadi keras kepala" ujar Zach saat dia sudah duduk didekat Luna. Luna yang tadi seakan masih terhipnotis oleh Zach langsung melebarkan matanya menatap pemuda itu tidak terima. Bukannya selama ini yang keras kepala laki-laki yang ada disebelahnya ini.
"Maaf, gak salah tuan" sindir Luna.
"Lo kenapa sih, gak pulang sama Darren aja tadi. Kenapa masih dirumah gue, ganggu waktu istirahat gue aja tau" ujar Luna lagi. Namun dengan nada begitu ketus.
"Ngusir gue" Zach menatap Luna.
"Itu tau" celetuk Luna.
Zach semakin tajam menatap Luna.
"Kenapa gak terima" Luna sudah kesal denga Zach.
Laki-laki itu menghembuskan nafasnya bangkit dari duduk dan berjalan kedapur. Pokoknya seperti dirumahnya sendiri, padahal saat ini dia sedang di rumah Luna. Entah kenapa Zach merasa begitu nyaman dirumah satu ini ketimbang rumahnya sendiri,yang sama-sama besar dan mewah malah lebih mewah rumahnya.
°°°°°
Baru saja Zach akan keluar dari rumah Luna hujan lebat tiba-tiba saja turun di waktu isak ini. Mendung yang memang sedari tadi sore telah menggantung hendak menurunkan butiran air kebumi akhirnya turun juga. Karena hujan Zach kembali masuk kedalam rumah, membuat Luna menyalangkan matanya melihat Zach yang sepertinya tadi sudah pulang tapi kenapa masih dirumahnya.
Zach tidak perduli dengan tatapan Luna, ia berjalan melewati gadis itu menuju Lionil yang duduk di sofa ruang keluarga rayes bersama Jovan.
"Tuh kan, yang gue bilang bener. Hujan juga akhirnya. Balik lagi deh lo" Lionil yang melihat Zach kembali lagi kerumahnya tersenyum. Zach juga ikut tersenyum, dia langsung duduk di sofa itu juga.
"Lo naik motor, kenapa lo gak naik mobil" Jovan bertanya penasaran.
"Males aja" jawab Zach tak berekspresi.
"Enak pakek motor tau Jo, Gue aja pengen paket motor sport begitu. Sayang bokap gak ngijinin " sahut Lionil.
Luna ikut bergabunglah bersama mereka, dia datang membawa teh hangat untu Zach. Saat dia melihat Zach yang kembali lagi tadi dia langsung pergi ke dapur untuk membuatkan teh hangat, bukan karena apa-apa ya. Dia membuatkan itu, untuk antisipasi agar tidak kena marah Lionil yang nanti ujung-ujungnya malah meledek dirinya.
"Nah gitu dong, pacarnya dibuatin minum. Jangan cuek aja." ujar Lionil saat melihat adiknya itu membawa secangkir teh hangat untuk Zach. Tadi juga dia dan Jovan juga sudah di buatkan oleh Luna.
"Thanks" Zach memperhatikan Luna yang hanya mrengut seperti tidak ikhlas membuatkanya minum. Tapi, ia justru tersenyum kecil, merasa gemas dengan gadisnya saat ini.
Senyum kecil, selalu kecil tidak mungkin akan kecil teruskan. Saat dikala hati semakin terbuka menerima kebahagiaan yang terbawa membawa pembaruan dan perubahan.
Zach menyeruput pelan teh itu, sambil terus melihat Luna yang duduk didepanya saat ini. Padahal gadis itu saat ini tengah menatapnya tak suka tapi Zach malah tersenyum, membuat kernyitan di dahi Luna. Dia benar-benar tidak mengerti apa yang dipikirkan Zach sampai tersenyum tidak jelas seperti saat ini. Jelas-jelas saat ini ia sedang menatap laki-laki itu tak suka.
"Kak Jo, Kapan ke Amrik" Tanya Luna, bukanya apa. Setahu dirinya teman kakaknya itu hanya berlibur satu minggu di Indonesia tapi kenapa sampai sekarang masih disini. Luna juga kurang merasa nyama dengan Jovan, gara-gara ungkapan labil laki-laki itu beberapa hari lalu. Jelas labil, dulu bilangnya hanya menganggap Luna seorang adik karena jarak mereka yang jauh. Tapi, dia justru berpacaran dengan Tiara saat itu, padahalkan umur Tiara dan dirinya sama. Dan parahnya dulu mereka berdua masih SMP dan Jovan sudah kuliah. Lebih parahnya lagi kenapa sekarang dia bilang menyukai Dirinya.
"Hah,. " jawab Jovan bingung harus menjawab apa.
Zach yang mendengar pertanyaan Luna, saat ini juga menatap kearah Jovan menunggu jawaban dari laki-laki itu. Entah kenapa ia sangat menantikannya.
"Mmm, Mungkin beberapa hari lagi. Kakak masih ada urusan soalnya" ujar Jovan, entah jujur atau berbohong tidak ada yang tahu.
"Kenapa kau bertanya soal itu pada ku" Jovan balik bertanya.
"Aku takut aja, Cowok aku cemburu kak. Lihat tuh dia natap aku gimana pas duduk disebelah kakak begini" Entah memang sengaja atau bagaimana Luna menunjuk Zach yang sedang memegang ponsel. Langsung melihat kearahnya.
"Dia itu cemburu banget sama kakak tau nggak" Zach semakin tidak habis pikir dengan Luna. Apa maksud gadis itu berbicara seperti saat ini. Itu serius dari dalam hatinya atau cuman membuat Jovan cemburu.
Jovan memperhatikan Zach yang menatapnya datar. Seakan hatinya terluka dan tidak terima dengan Luna yang bersikap manis terhadap Zach.
"Yaelah Zach, Lo nggak usah cemburu sama Jovan. Jovan udah nganggep Luna kayak adiknya sendiri. Tenang aja lo" jelas Lionil dan ucapanya itu seakan menyentil Jovan di lubuk hatinya.
Zach hanya tersenyum menanggapi ucapan Lionil. Namun menatap serius Jovan begitu juga Luna yang sekilas melihat Jovan yang langsung terkisap mendengar perkataan Lionil.
°°°