siang yang cerah disebagian wilayah bali membuat semua orang berbondong-bongdong keluar dan berwisata ketempat yang mereka mau, sedangkan ditempat lain sama dibali juga armin dan aryan berusaha sedang menghubungi seseorang lewat hanpone armin yang saat itu tidak ada cara lain lagi mencari lala. dengan kesabaran menunggu panggilannya diangkat aryan terus saja berdoa supaya apa yang dipikirkannya memang benar.
diruang tamu itu murti memerhatikan pembantunya bersih-bersi rumah dan duduk santai dengan ditemani cemilan dan segelas minuman dingin yang segar dicuaca yang terik membakar bumi.
dengan fokus kepada apa yang murti pegang suara dering telepon membuyarkan kosentrasi murti saat membaca majalah model tahunan. dengan cepat murti bangkit dan menghampiri pesawat telepon.
"hallo?"
"hallo..." terdengar suara sayup ditelingah murti.
" ini tante murti ya?"
"betul, ini siapa?"
"armin tante. apakah lala sudah pulang?" tanya armin lagi.
"sudah, baru saja sampai. armin dimana sekarang?" tanya murti dengan lembut kepada armin.
"masih dibali tante, lala sampai dengan selamat kan tante?"
"ya, ya, ya. cuma dia bilang selama di bali dia sering sakit-sakitan , mau bicara sama lala" tawar murti kepada armin.
"ah, tidak tante. armin cuma mau tanya lala sudah sampai atau belum kok" jawab armin tenang supaya murti tidak curiga dengan apa yangs sedang mereka sembunyikan.
"Oooo, ya. kalian tidak bertengkar kan" kata murti yang mulai curiga.
"tidak tante, kalau begitu terima kasih tante. slam saya buat lala ya tan!" salam armin pamit pada murti.
"ya, ya, ya" murti meletakkan gagang telepon keindungnya, lantas dia berjalan menuju kekamar lala.
murti membuka pintu kamar dengan perlahan, dari ambang pintu kamar itu dia memperhatikan putrinya yang sudah tertidur nyenyak. keinginan untuk berbincang-bincang dengan lala jadi urung ia lakukan, mungkin dia terlalu capek dalam perjalanan pikir murti sembari menutup kembali pintu kamar putrinya itu.
sampai sore murti menunggu lala keluar dari dalam kamarnya, namun anak gadisnya itu belum juga muncul masih tetap mengurung diri di kamar. wijaya yang diberi tahu kalau anaknya sudah pulang dari kemahnya dan ingin bertemu.
"mana lala, ma? katanya dia sudah pulang" kata wijaya tidak sabaran.
"mungkin dia masih tidur pa" sahut murti pada jaya.
"tolong bangunkan dia , ma. aku sudah kepingin ngobrol sama dia, mau tanya apa saja kenangan yang dia dapat selama dia ikut camping dibali dengan teman-temannya" ujar wijaya.
"ia, pa"
murti beranjak dari kursi dan mendekati pintu kamar putrinya, kalau tadi pintu kamarnya tidak terkunci, tapi sekarang pintu itu telah terkunci dari dalam. perempuan itu jadi terpaksa mengetuk pintunya dan sekalian membangunkan lala dari balik pintu itu.
"bangun, la. hari sudah sore" kata murti.
suara ibunya dan ketukan pintu yang semakin membuat jantung lala jadi berdebar-debar, lala yang sedang berbaring diatas tempat tidurnya tak henti-hentinya menangis, jari tangannya meremas-remas sprei kamarnya menyesali dirinya yang telah terjadi. menyesali dirinya yang kini telah ternoda dan dia merasa bahwa sekarang telah kotor.
"lala, bukalah pintunya. mama mau bicara" suara murti lantang terdengar semakin meninggi terdengar ditelinga lala.
lala buru-buru bangun dan mengusap air matanya, lalu dengan rasa takut dia turun dari tempat tidur. disekanya air matanya sampai kering dan kelihatan seperti tidak pernah terjadi apa-apa, namun tangannya tetap gemetar ketika membuka pintu kamar.
murti melangkah masuk kedalam kamar putrinya sambil memperhatikan anak gadisnya. sedang lala berusaha mengelak dari tatapan mata ibunya yang curiga melihat mata anaknya yang memerah.
"hari sudah sore, lala. pergilah mandi dan segera turun, papamu sudah menunggu ingin mengajakmu ngobrol" kata murti.
lala tambah gelisah, dan takut. namun perasaan itu disembunyikan dalam dadanya.
"lala lagi enak badan badan, ma" lala berkata seraya duduk kembali di pinggir tempat tidur, murti ikut duduk di samping anaknya dan melihat raut wajahnya.
"kalau begitu mama antar kedokter sekarang, ayo" ajak ibunya.
lala semakin ketakutan, bagaimana jika dia mau dan kedua orang tuanya tahu jika sudah tidak suci lagi.
"oh, jangan.."
"kenapa?" murti jadi heran, selama ini dia tak pernah melihat wajah putrinya secemas itu.
lala menggeleng.
"nanti sakitmu akan tambah parah" kata murti mulai cemas dengan anaknya.
"tidak mama, tidaaak..."
"lihat, kedua matamu bengkak, badanmu panas lala, kau segera dibawa ke dokter"
pecah sudah tangis lala, membuat murti timbul firasat buruk. naluri seorang ibu mulai dapat merasakan adanya sesuatu yang dialami anak gadisnya. murti langsung memeluk lala ingin tahu apa yang sebenarnya disembunyikan dalam tangisnya itu.
"tadi siang armin menelepon mama" pancing murti. lala terperangah
"sebenarnya ada apa, lala?" lanjut ibunya.
meletup-letup rasa cemas dan takut gadis itu, tak mungkin dia menceritakan keadaan dirinya sekarang,dia sekarang hanya bisa memeluk ibunya dan menguras tangisnya.
"katakanlah dengan jujurnlala. katakan ada apa yang terjadi sama kamu la?" desak ibunya.
wijayah muncul diambang pintu kamar lala, dan melihat istri dan anaknya saling pelukan, wijaya berfikir apa yang sedang terjadi kepada dua wanita yang disayanginya itu.
begitu melihat anak dan istrinya menangis, maka dia mendekat.
"ada apa, ma?" tegur wijaya.
"kayaknya ada sesuatu yang dirahasiakan lala,pa" ucap murti dengan suara parau, kedua matanya berkaca-kaca.
lala tambah erat memeluk ibunya, seakan-akan meminta perlingdungan dari ibunya. tangisnya semakin pilu menyayat hati.
"katakanlah la, katakan ada apa? atau mama periksakan kamu kedokter?" ucap murti geram.
"jangan mamaaa?!" seru lala semakin menjerit.
"jadi kenapa?" bentak wijaya
"la.. lala telah..." ucapan lala berhenti, tangisnya menyayat.
"telah apa laa" murti jadi tegang begitu juga dengan suaminya.
"telah.., kehilangan kesucian diri..." ucap lala terisak pilu.
wijaya dan murti terperangah, dengan penuh emosi yang meledak sudah menderungi dada wijaya, karena memamg punya penyakit darah tinggi wijaya menyambar tangan lala dan ditariknya dengan kasar lengan anaknya itu dengan keras. sedang lala tidak mau melepaskan diri dari pelukan ibunya dia terus memeluk dengan sangat erat.
"kurang ajar! bikin malu orang tua saja!" bentak wijaya.
"sabar, pa sabar jangan pakai kekerasan dulu" kata murti berusaha menyadarkan emosi kemarahan suaminya dan tetap melindungi anaknya dari tamparan dan pukulan tangan yang hampir saja melayang kedepan wajah lala, wijaya yang udah geram dengan lala dengan keras bersuara.
"katakan, siapa yang berani menrenggut kesuciannmu!" bentak wijaya, lala tetap tak menjawab dan semakin mendekap ibunya erat-erat.
"katakanlah, la. siapa yang merenggut kesucianmu" kata ibunya mnedesak.
gadis itu hanya menangis, dia bingung dan serba salah. kalau harus diceritakan secara terus terang kesalahanya terletak pada diri sendiri yang sudah membuat itu terjadi, bahkan bisa dinilai kejam terhadap sahabat karibnya sampai hati mau menjerumuskan teman yang baik kepadanya, dan untuk aryan sendiri bukan tempat meletakan sebuah kesalahan, bukan pula untuk dipaksaharus bertanggung jawab. itu semua kesalahannya maka harus ditanggung sendiri.
dia tidak mau membuat aryan mendapat masalah karena dirinya saja yang bodoh melakukan hal yang keji sampai dia sendiri yang mengalaminya dan untuk sari sendiri dia sangat bersyukur tidak mengalaminya, jika sari seperti dirinya bisa dipastikan kehancuran apa yang akan menimpahnya.
dengan suara yang belum keluar dari dalam bibir lala wijaya semakin geram dengan lala dan menari pergelangan tangan lala dengan kasar supaya beranjak dari tempat dududknya tetapi tetap lala kekeh memeluk ibunya dengan sangat-sangat erat.
dengan pelan wijaya melepas tangannya tetapi matanya tetap menatap tajam anaknya itu dan mulai tidak sabar dengan siapa lala dinodai, menurutnya itu sungguh kurang ajar dan tidak manusiawi sampai dia melakukan itu sama anak semata wayang yang dia sayangi dan besarkan selama ini dengan penuh cinta.