Chereads / cinta penawar duka / Chapter 24 - eps 24

Chapter 24 - eps 24

air mata yang selalu turun dari kelopak mata lala membuat wijaya sedikit lulu melihat anaknya menangis seperti itu, dengan terus memperhatikan lala yang masih terisak pilu. wijaya mengulangi perkataannya pada anaknya.

"pasti tak salah lagi, tak salah lagi. armin yang melakukannya!" ujar wijaya keras.

lala yang mendengar armin disangkut pautkan membuat dia menggeleng kepala dengan kuat, dia tidak mau orang-orang tidak bersalah diikut campurkan dimasalah yang dia sedang alami.

"benarkah armin yang melakukannya, lala?" tanya ibunya lunak.

lala melihat ibunya dan dia menggeleng terus memeluk ibunya, tangis lala semakin kelihatan dengan siapa nama yang disebut ibunya itu sama saja dia melibatkan armin yang tidak ada salah itu.

"jadi siapa kalau bukan armin?! siapa?" bentak wijaya, lala yang melihat ayahnya semakin marah dengan terpaksa lala mengatakan terus terang kepada kedua orang tuanya, supaya tidak ada nama yang harus dicampur libatkan dalam kesalahannya.

"aryan.." cicit lala pelan.

walau pelan wijaya tetap bisa mendengar suara anaknya itu, dengan geram wijaya menggoncang lengan lala supaya melihat wajah sang ayah yang sedang murka.

"aryan? siapa itu aryan?!"  tanya wijaya.

"teman lala" dengan pasrah lala berkata bohong kepada orang tuanya, dia tidak berani mengatakan jika aryan bukan sebenarnya melainkan seorang lelaki yang ditemukan di diskotik dengan alih bosan di kemah.

"satu kelas denganmu?" tanya ibunya menimpali, lala tetap menggeleng dan itu membuat kening wijaya berkerut jika bukan teman sekolahnya siapa? apa anaknya itu diperkosa aryan yang tidak dikenalnya sewaktu kemah.

"jadi kamu kenalnya aryan, dimana?"

"dibali" ujar wijaya lagi, dan lala kali ini mengangguk mengiayakan perkataan ayahnya.

tiba-tiba terdengar suara bel rumah berbunya, wijaya tak menggubris siapa pun yang datang. hantu belang bahkan raja jin sekalipun.

"bagaiman tanggung jawabnya" tanya wijaya.

lala cuma mendesah tak bisa memberi jawaban yang pasti kepada orang tuanya, karena setahunya aryan terus berkata kepadanya jika dia akan bertanggung jawab kepadanya, tapi untuk hati lala tidak mau aryan disalahkan ayahnya.

seorang pembantu rumah perempuann yang berusia setengah baya itu itu muncul  di ambang pintu kamar.

"tuan, nyonya, ada tamu ingin bertemu" kata pembantu itu.

"siapa?" tanya wijaya.

"katanya teman non lala, tuan?"

wijaya bergegas cepat meninggalkan kamar dan menuju ruang tamu, begitu dilihatnya yang berdiri di pintu adalah armin, lelaki yang berpenyaktit dara tinggi itu tambah geram.

"selamat sore, oom"  sapa armin ramah. aryan yang bediri sebelah ikut mengangguk ramah.

"sore. mana temanmu yang bernama aryan?!" kata wijaya dengan wajah angkernya itu.

"saya, oom" aryan langsung menyahut.

wijaya dengan langkah cepat mendatangi aryan dan langsung menyambar kerah kemeja aryan. lalu ditariknya dengan kasar menuju keruang tamu, aryan dengan diam hanya mengikuti kemauan wijaya dia sudah pasrah. sedang armin jadi ikut panik masuk keruang tamu.

di dalam ruang tamu, wijaya menampar wajah aryan berulang kali, armin yang melihat itu langsung mencegahnya tetapi sebelum melakukanya ternyata wijaya ikut menampar armin, keadaan ruang tamu itu jadi porak-poranda, bersamaan dengan wijaya yang masih menampar dan memukul aryan. lala dan ibunya muncul dari atas tangga, melihat itu lala berlari dari atas tangga dengan cepat.

"laki-laki bajingan! perusak kesucian anakku! kubunuh kau!" geram wijaya sambil terus menampar wajah aryan.

dengan cepat lala menyergap tubuh ayahnya, dengan sekuat tenaga dia menjauhkan aryan dari ayahnya yang murka, lala menjerit kuat menyadarkan kelakuan ayahnya yang sudah membuat aryan tak berdaya.

"hentikan papa. hentikaaaan!" teriak lala sambil bergelayut dilengan ayahnya. menangis menjerit-jerit.

wijayah yang seperi sudah kemasukan setan dengan keras mendorong lala hingga terpelanting jauh dari wijaya. dengan keras tinju wijaya menyelonong tepat menghamtam bibir aryan, aryan yang sama sekali tak menduga dengan gerak cepat ayah lala terhuyung-huyung kebelakang. bibirnya pecah dan banyak mengeluarkan darah. perih rasanya.

murti dan lala berusaha menarik tubuh wijaya yang mengamuk membabi buta itu. seperti banteng yang sudah terluka, mengamuk tanpa perhitungan sehingga murti dan lala benar-benar kewalahan.

"sudah, pa. sudah.jangan turuti emosimu" kata murti terus berusaha menyadarkan suaminya dari kemarannya.

tapi wijaya tetap tak peduli, disambarnya vas bunga yang di atas meja, kemudian vas bunga itu siap digunakan untuk menghamtam kepala aryan, lala yang melihat itu dengan cepat langsung menubruk perut ayahnya, lantas merosot sampai kebawah dan berlutut dikaki ayahnya. didiekapnya kaki wijaya sambil menangis tersedu-sedu, gadis itu memohon belas kasihan dari ayahnya.

"aryan jangan dianiaya papa, jangan..... dia tidak bersalah. lala lah yang bersalah dan yang patut menerima hukuman papa" kata lala pasrah.

aryan yang melihat lala seperti itu ikut terdiam pasrah, siap mnerimah kemarahan dalam bentuk apapun yang akan dilakukan oleh wijaya kepadanya. dia ingin menunjukkan sifat ksatria didepan ayahnya lala dan bukan seorang penakut atau pengecut, meskipun lupuh dianiayah wijayah aryan akan tetap pasrah menerimahnya.

"lala mohon jangan sakitin aryan, papa. lala mohon jangan...," pinta lala memelas. tangisnya menyahut pilu.

wijaya dengan kesadaran yang sudah timbul sedikit demi sedikit mulai luluh,tangannya yang tadi sudah mengangkat vas bunga dan siap menghamtamkan ke kepala aryan, perlahan-lahan turun. cuma masih ada sisah geram di wajahnya.

"pergi tinggalkan rumah iniii!" teriak wijaya bagai guntur yang menggelegar, nyaris merontokan jamtung lala.

aryan yang sejak tadi tertunduk dengan cepat mengangkat kepalanya, dia memandang wijaya dan murti  bergantian memastikan kebenaran itu.

"maafkan saya..., oom, tante" pamit aryan dengan suara serak, lalu meninggalkan ruang tamu  itu dan di ikutin armin, aryan yang saat itu bukan tidak ingin membantah perkataan wijaya hanya saja jika perkelahian itu terjadi terus-menerus akan membuat wijayah tambah murka dan tidak memberi ijin aryan bertanggung jawab terhanya lala.

dengan lambat dan terbatuk-batuk akibat pukulan wijaya, aryan melanhkah pelan meninggalkan rumah lala. armin yang sejak tadi hanya terdiam melihat wijaya menghajar aryan tanpa ampun, dia takut akan menambah masalah yangf sedang aryan alami.

masih memperhatikan aryan, lala memeluk ibunya  setelah aryan dan armin sudah tak nampak lagi, kemudian murti membimbing anaknya masuk ke kamar. sedangkan wijaya menjatuhkan pantatnya di kursi. dia duduk termenung sambil meremas-remas rambutnya.

wijayah berfikir telah salah memberi ijin lala ikut dalam kemah sekolah itu, seandainya wijaya tidak memberi ijin kepadanya putrinya tentu saja permasalan itu tidak terjadi dan wijaya tidak perlu memikirkan hal yang sangat berat baginya.

armin yang melihat aryan kesakitan memngobati luka-lukanya, jadi ikut meringis melihat itu.

"apa selanjutnya yang akan kau lakukan , aryan?" tanya armin.

aryan melihat armin dan berpindah kewajanya yang babak belur, aryan berhenti mengobati lukanya dan termenung memikirkan bagaimana caranya supaya kedua orang tia lala percaya kepanya dan memberi aryan restu untuk menikahi lala.

"aku juga tidak tahu, kedua orang tua lala pasti tambah murka jika tahu aku berniat menikahin anaknya"

"aku yakin oom dan tante, tidak akan melarang anaknya menikah dengan mu yan, karena mereka juga akan memberi apa yang baik bagi lala!" terang armin menyadarkan aryan supaya tidak menyera.

"haaa.. aku tahu, tapi kedua orang tuaku. aku tidak yakin akan hal itu" keluh aryan.

armin yang melihat aryan yang terdiam dengan lukanya, jadi ikut berfikir bagaimana cara yang harus dia bantu untuk menolong aryan dan lala. karena dia tahu aryan sudah kelihatan mencintai lala dengan tulus, dia akan berusaha menolong bagaimana pun yang terjadi nantinya.

mulai dari apapun armin harus ikut campur untuk urusan aryan dan lala, karena dia merasa tidak benar dalam mengurus anggota kemahnya yang sudah mengalami kecelakaan diri yang membuat keduanya terjatuh.