penghulu yang berada didepan mereka cuma terdiam melihat ulah armin yang tidak dia mengerti.
aryan yang tidak sabar segera mengajak lala duduk berdampingan mengahadap penghulu itu. sedang pak selamet masih diam terbenging-bengong sambil memegangi Al Qur'an.
pak selamet yang mulai terbangun dari keterkejutannya mulai melihat aryan lala yang sudah duduk tenang di depan meja.
"jadi kalian yang mau menikah?" tanya pak selamet kepada aryan dan lala.
"iya pak penghulu" sahut aryan mantap.
pak selamet mulai mengedarkan pandangan disekeliling mereka dan melihat siapa saja yang ada diruangan itu, tapi nihil karena hanya ada armin, aryan dan lala saja yang ada di rumah itu sekarang ini.
"mana walinya?" tanya pak selamet lagi.
aryan dan lala jadi saling berpandangan melihat satu sama lain, pancaran mata mereka nampak bingung dan sedikit menunduk.
"mana walinya?" ulang pak selamet lagi.
armin langsung dusuk dikursi sebelah lala dan memegang bahu gadis itu dan melihat lala yang mulai mengangkat kepalanya, armin yang melihat itu tersenyum seakan mengatakan semua baik-baik saja.
"saya yang akan menjadi walinya pak" ujar armin tegas.
pak selamet terkejut
"kamu?"
"iya saya, pak" ulang armin.
"wali pihak pengantin laki-laki?" tanya pak selamet.
"bukan pak" jawab armin
"pihak perempuan?" tanya pak selamet kesal dengan armin.
"ya"
"tidak bisa, tidak bisa. kau jangan main-main, armin!" bentak keras pak selamet pada armin.
"saya tidak main-main pak penghulu"
"tapi pernikahan macam apa ini?! tidak ada wali dari pihak pengantin wanitanya" ucap keras pak penghulu itu.
"pak, pernikahan mereka ini memang tidak mendapat restu dari orang tua. justru saya mencegah jangan sampai mereka terus-menerus kumpul kebo seperti ini" jelas armin pada pak selamet.
pak selamet yang mulai naik pitam diam melihat dua sejoli itu bergantian dengan armin. kesal dengan ulah armin membuat dia menolak keras perkataan armin.
"aku tetap tidak bisa menikahkan kalian tanpa ada wali pihak wanita, aku tidak berani, armin"
"saya yang jadi walinya pak. saya, dan saya yang akan tetap menjadi walinya lala jika bapak terus ngotot meminta wali wanitanya" armin tetap ngotot.
"kalau bapak tidak mau menikahkan kami secara sah, bapak juga yang akan menanggung dosa. karena kewajiban bapak itu menikahkan kami" aryan menimpali.
"jadi kalian memaksa aku?!" tantang pak selamet.
"tolonglah kami pak, kami sudah benar-benar saling mencintai. tanpa bantuan bapak kami tidak bisa resmi menjadi suami istri yang sah" pinta lala memelas.
"ayo pak. semua resiko saya yang menghadapi, dari pada mereka kumpul kebo terus. itu akan menjadi dosa besar pak, apa bapak mau melihat mereka seperti itu?" tandas armin.
pak selamet memandang kedua muka anak muda itu, dia melihat di mata lala merembes air bening secara cepat, wajahnya nampak sedih dan hampir putus asa. sedangkan aryan telihat sebuah kejujuran, niat yang tulus dan senua itu tidak hanya sekejab dilihat pak selanet.
pak selamet yang melihat itu mulai sedikit terenyuh dan kembali memandang armin. armin yang dupandangi pak selamet hanya mengangguk-angguk kan kepalanya tanda bahwa ia minta pertolongan dari pak penghuku itu.
"baiklah, baiklah. ayo kita mulai...," kata pak selamet sabil membuka ayat-ayat yang akan dia bacakan.
aryan dan lala jadi terbelalak girang, rasa putus asanya mendadak jadi hilang dan berubah girang.
"ayo kita mulai" ulang pak selamet dengan suara serak.
kemudian tangan pak penhulu itu menjabat tangan aryan dan mulai membacakan ayat suci yang sebagaimana berlansungnya pernikahan selalu di awali dengan ayat suci sebagai syarat akad nikah.
aryan yang hanya melihat dan mengijuti dalam hati menjadi terharu sekali sedangkan lala sampai meneteskan air mata. armin yang sedari tadi melihat langsung tangan aryan menjabat tangan pak selamet ikut masuk dalam pernikahan itu.
armin terus memandang pak selamet yang membaca ayat suci tertunduk merasakan kedua matanya hangat dan hatinya tidak tenang, dia ikut menangis terharu melihat aryan dan lala akan menikah.
tapi tiba-tiba keharuan itu jadi buyar karena pintu rumah itu dibuka dengan keras dari luar, wijaya yang sejak tadi menahan amarahnya dengan lankah mantab mendekati tempat aryan dan lala berada.
dengan cepat juga dartha yang sedang berada dibelakang wijaya ikut masuk kedalam. murti, widarti, sari dan tuty mengikuti dartha dan mereka terkejut melihat aryan dan lala sedang menjalani akad nikah.
"hentikan!" bentak wijaya.
"siapa yang merestui kalian menikah, haa?!" darta ikut membentak.
penghulu itu terperangah melihat dua lelaki yang sama umurnya itu membentak tak jelas, dia jadi takut. aryan dan lala yang melihat ayah mereka tiba-tiba ditempat itu gemetar dan grogi, armin yang memberanikan diri bangkit dari kursinyavdan mulai menghadapi wijaya dan dartha. tapi dartha mendorong armin sampai terhuyung-huyung kebelakang.
"minggir!" bentakbdartha keras.
"sabar tuan" armin tetap membandel menghalangi dartha.
"tidak bisa! kau pasti otak kejadian ini" bentak wijaya menunjuk armin.
"tapi saya berniat mencegah mereka jangan sampai berlarut-larut kumpul kebo" ucap armin membela.
"aku berhak membatalkan akad nikah ini! karena aku ayah mempelai wanita" kata wijaya tegas.
pak selamet tambah ketakutan melihat kemarahan kedua ayah itu yang saling tidak senang dalam akad nikah itu, pak selamet yang gemetar mulai merasa sekujur tubuhnya panas dingin, apa lagi ketika wijaya mendekati pak selamet. lelaki tua itu kian menciut napasnya tersenggal-senggal.
"siapa yang memanggil bapak untuk menikahkan mereka?!" tanya wijaya.
"a..ar..armin" suara pak selamet gemetar.
wijaya mengahlikan pandangannya ke arah armin dan sekejab kemudian pandangan mata lelaki itu begitu menghujam kemuka armin yang berkeringat itu, karena tegang armin hanya bisa diam mematung ikut memandang wijaya.
kembali lagi wijaya membalikkan wajahnya kearah pak penghulu yang sudah mematung terdiam.
"bapak sudah tahu kalau dari pihak wanita tidak ada walinya kan?" ujar wijaya.
kepala pak selamet mengangguk.
"kenapa di akad nikahkan?"
"mereka memaksa saya tuan" cicit pak penghulu itu.
"benar begitu, la?!" tanya wijaya tegas.
lala mengangguk kan kepalanya, isak tangisnya terdengar memelas.
wijaya yang melihat putrinya menangis mulai terharu, kedua matanya nampak sudah merah menadakan akan ada bulir bening yang akan meluncur jika tidak ditahan dengan keras.
wijaya langsung duduk dikursi sambil mendorong tubuh lala pelan untuk kembali duduk dikursi yang sudah tersedia ditempat itu, tak ada seorang yang dapat membantah perkataan wijaya, semua yang melihat itu rasanya ingin mati didetik itu juga.
wijaya menatap tajam ke muka pak selamet, membuat penghulu itu tidak berani mengangkat mukanya.
"ayo teruskan!" kata wijaya.
pak selamet ketakutan melihat wajah wijaya yang kelihatan garang itu.
"teruskan, ya?" kata wijaya beralih kepada dartha yang berdiri disebelah aryan. wajah lelaki itu terlihat haru dan tegang.
"terskan, teruskan." sahut wijaya dengan suara serak.
widarti, murti, sari, dan tury nampak tegang lebih-lebih armin, mereka mengira kalau wijaya dan dartha cuma memancing keberanian penghulu dan kedua pengantin itu.
"jangaaaan..." desah murti ketakutan.
"kenapa jangan?" tanya wijaya.
"ayo teruskan pak penghulu!" ulang wijaya kepada pak selamet.
"saya....saya telah dipaksa mereka untuk menikahkan" kata pak selamet kebingungan.
sementara yang lain takut melihat wijaya dengan kegarangannya dalam menuntut pak penghulu yang untuk meneruskan akad nikah itu.