matahari sore itu barusaja terbenam di ufuk barat. langit dibelahan timur mulai merambati warna kelabu, semakin meremang dan kelam. lampu-lampu didalam rumah wijaya mulai menyala, namun dalam beberapa hari ini penghuninya nampak sedih dan murung. tidak terdengar suara musik atau piano yang sering dimainkan lala.
disenja yang temaran itu, murti duduk melamun sedih seorang diri.
tintong- tintong suara bel berbunyi, murti yang sejak tadi duduk sendiri nampak bermalas-malassan bangun dari kursinya. lalu dia melangkah mendekati pintu yang dibukanya. murti melihat ada sepasang suami istri yang tidak dikenalnya datang ke rumah. dan satu lagi seorang gadis remaja yang dia kenal sebagai teman sekolah anaknya.
"selamat malam, nyonya" sapa sepasang suami-istri yang sebenarnya adalah orang tua aryan.
"malam. mari sulakan masuk" kata murti ramah.
dartha, widharti, dan sari melangkah masuk keruang tamu, lalu mereka duduk dikursi tamu setelah dipersilahkan duduk.
"maaf, saya panggilkan bapak dulu" kata murti sambil melangkah kedalam meninggalkan kedua suami istri dan sari.
dharta dan widarti mengedarkan pandangan mereka diseputar ruangan itu, mewah dan kaya raya. dartha jadi mengingat ucapan armin yang tempo hari, bahwa kekayaan orangtua lala tak kalah dibandingkan dengan kekayaannya.
dan ternyata itu semua memang benar, dwngan masih menelisik sekitarnya wijaya dan murti muncul lagi, kedua orang tua aryan berdiri dan memberi uluran tangan mengajak berkenalan, wijayah dan murti membalasnya dwngan sangat ramah.
"sepertinya saya belum pernah bertemu dengan tuan dan nyonya" kata wijaya sambil terswnyum ramah.
"betul tuan, kami datang dari bali" sahut dartha.
wijaya dan murti terperangah mendengar perkataan dartha.
"apa tuan dan nyonya orang tua aryan?" wijaya sudah deluan menebak.
"betul"
wijaya yang dengan cepat merasa kalau darah tingginya kumat, jantungnya berdetak ridak teratur membuat dia terlihat seperti macan yang sedang menanti menyerang mangsanya. penyebab dari semua itu tak lain karena kedangan kedua orang tua aryan, lelaki itu jadi menatap kedua tamunya dengan sorot mata semakin menajam.
masih dengan emosi yang belum luntur dari dadanya sudah muncul yang baru lagi, secepat air yang mengalir letupan-letupan kemarahan sudah menguasahin emosinya.
"tuan dan nyonya tidak mengajar dan mendidik anak dengan baik ya?!" kecam wijaya jengkel.
"pa, jangan sekasar itu menghadapi tamu" serta murti kebingungan.
"tuan jangan menuduh sembarangan!" balas dartha merasa tersinggung.
"buktinya anak tuan telah menodai putri saya! setelah itu membawanya kabur!" lanjut wijaya.
"itu kemauan putri tuan juga, pasti itu semua bujukan putri tuan. asal tuan tahu saja selama anak saya bergaul dengan putri tuan, aryan jadi berani melawan orang tua dan bahkan dia sampai mengabaikan silsilah keturunannya. tuan kami bukan orang yang sembarangan keluarga kami dari keturunan ningrat" balas dartha tak kurang tegas.
"jadi tuan dan nyonya kemari mau menunjukan diri anda dari ketueunan ningrat? tapi bagaimana dengan kejadian ini? anak tuan telah menodai putri kecil saya" teriak wijaya dengan keras.
sari yang melihat pertengkaran kedua orang tua itu cuma tersenyum, gadis itu tertunduk menyembunyikan senyumannya dari para orang-orang disana dia sengaja mempertemukan orang tua aryan dan lala. maka mereka saling menuduh dan bertengkar, silakan.
sari hanya ingin tahu akhir dari pertemuan ini, apakah kedua belah pihak akhirnya menyadari kalau cinta memang mengalahkan segala-galanya.
"sudah, pa. sudah! kenapa jadi begini?" keluh murti yang berusaha menyadarkan kemarahan suaminya.
"oom dan tante, kalau boleh saya bicara kekerasan tak akan mampu menyelesaikan masalah ini" ujar sari begitu ketegangan makin memuncak.
"he, tahu apa kau gadis?!" bentak wijaya.
"pa, dia kan teman sekolah anak kita" kata murti memberi tahu suaminya tentang sari.
"oya. jadi apa maunya dia ikut campur dalam masalah ini" tanya wijaya pada istrinya.
"pa, tenang"
sebelum wijaya mau mengatakan sepata kata lagi sari sudah deluan menyuarakan tentang pendapatnya.
"sebenarnya saya bermaksud mendamaikan persoalan ini, Oom. karena demi masa dwpan lala dan aryan. kasian mereka kalau sampai hidup mereka menderita dan terbuang dari keluarga sendiri, mereka berdua sudah saling mencintai satu sama lain. apakah Oom dan tante akan melarang kebahagian mereka?" tutur sari.
"tapi cara aryan tidak kami suka, dia sudah menodai putri kami sebelum mereka sah menjadi suami-istri. sama halnya lelaki itu menyepelekan kami sebagai kedua orang tua lala!" kata wijaya.
"sebenarnya apa yang dilakukan aryan pada lala tanpa sadar. saya tahu persis kejadiannya seperti apa Oom"
"apa yang kamu tahu? memangnya kamu ada disana sebelum kejadian itu, atau?" kata wijaya menggantung pertanyaannya.
"saya ada disana Oom, dan saya juga tahu aryan itu tidak sadar dalam melakukannya, sari bisa ceritakan semua yang terjadi sebenarnya"
kemudian sari menceritakan dari awal sampai akhir, sehingga kedua pasang suami-istri itu mulai mereda emosinya.
setelah sari selesai menceritakan apa yang sedang menimpa temannya, sari memperhatikan raut muka kedua pasangan itu dilihatnya orang tua lala mulai kelihatan sedih dan terdiam.
wijaya memperhatikan sari dangan teliti dan berujar "ceritamu itu bisa kupercaya?"
"saya tidak mengada-ngada, Oom. demi tuhan apa yang saya ceritakan adalah yang sebenarnya. maka saya mengajak kedua orang tua aryan kemari untuk bermusyawarah dan mencari jalan keluar yang terbaik" lanjut sari meyakinkan ceritanya kepada kedua pasang suami istri itu..
dan saat kedua pasang suami istri dapat menerima semua yang sudah dijelaskan lala, wijaya dengan pelan berkata " baiklah besok mari kita cari lala dan aryan, karena saya ingin anak saya benar-benar aman dari anak tuan" kata wijaya.
"saya juga akan memastikan putra saya tidak melakukan sesuatu yang buat tuan tambah marah, kalau begitu kami permisi dulu" ujar dartha meninggakan kediaman orang tua lala.
.....
pagi itu armin sudah bersiap untuk pergi menemui sejoli yang akan melaksanakan pernikahan yang beum mendapat restu dari kedua orang tua mereka, armin juga sudah nekat akan menjadi wali lala dalam pernikahan pagi ini. demi teman dia rela menanggung resiko apapun itu.
saat akan bersiap-siap tuty masuk kekamar armin sang kakak, gadis itu jadi heran melihatbarmin memakai peci. karena selama ini lelaki itu tidak pernah begitu, ada hal apa yang buat kakak nya itu berubah seketika sehabis pulang dari bali.
" sudah takut sama dosa ya?" tegur tuty.
armin menoleh dan melihat tuty yang sedang memperhatikannya, dia berbalik dan tersenyum memandang adiknya yang berdiri diambang pintu kamarnya.
"jelas dong, mulai sekarang mau jadi orang alim" kekeh armin.
" alim di luarnya saja atau apa? sedang di dalamnya bobrok" ejek tuty sambil tertawa.
"jangan menghina ya?" armin membalikkan badannya tak menghiraukan perkataan adiknya.
tuty masih tertawa kencang-kencang sambil memenggang perutnya yang sakit akibat tawanya yang menggema.
"sari semalam menelepon, tapi kau tidak ada dirumah" kata tuty mengurangi tawanya.
"oya, ada pesan?" tanya armin.
"tidak"
"kau tidak tanya, dari mana dia menelepon?" tanya armin penasaran.
"tidak, nampaknya dia terburu-buru" jawab tuty tak reapon lagi.
"berarti kau yang goblok!" kata armin lagi sambil tertawa.
"huh! diberi tahu bukannya berterima kasih malah memaki" gerutu tuty sambil melangkah pergi.