Chereads / cinta penawar duka / Chapter 22 - eps 22

Chapter 22 - eps 22

wajah yang tidak bersahabat itu tidak akan melunturkan semangat armin meminta pertolongan kepada aryan.

"ada perlu apa menemui aryan?"

"menuntut pertanggung jawaban aryan"

"tanggung jawab? tanggung jawab apa?" kerning dartha menyerngit.

"pak suruh mereka duduk dulu" kata widarthi kepad suaminya.

dartha mempersikan kedua tamunya duduk dikursi tamu.

"kami berdua adalah teman lala" kata armin setelah duduk dikursi tamu.

dharta yang mengerti sekarang hanya manggut-manggut, tapi sorot mata lelaki yang sudah setengah baya itu tak luput dari rasa curiga kepada armin dan tamin.

"lalu mau apa?" tanya dartha lagi.

"kedatangan kami kemari mau menuntut tanggung jawab aryan, putra bapak yang terhormat telah menodai teman kami lala"

dartha dan widarti terperangah, dan untuk tamin sendiri ini seperti mimpi! bagaimana bisa? semua diam kecuali armin yang melanjutkan ucapannya.

"kami hanya minta tanggung jawab aryan pak, bu"

"kalian jangan mengada-ngada, anak saya tidak serendah itu?!" bentak dartha.

"saya tidak mengada-ngada tuan, saya berkata sesungguhnya"

"hei kau tahu, dari keturunan kami yang ningrat ini tidak ada yang berbuat serendah itu. mengerti?!" bentak dartha.

"saya tidak peduli dengan keturunan ningrat, tapi nyatanya anak tuan telah menodai teman saya" ucap armin tegar dengan suara yang mulai melemah takut dengan dartha yang sudah murka.

"bohong! kalian mau menjebak anak saya" balas dartha lagi dengan suara yang semakin meninggi.

"kami ini bukan penjahat tuan, kami orang baik-baik dan terpelajar mungkin tuan akan berfikir seperti itu tapi anda salah jika seperti apa yang tuan pikirkan untuk menjebak anak tuan"

"persetan! cepat tinggalkan rumah ini sebelum saya lempar keluar!" hardik dartha yang semakin geram.

sesaat armin dan tamin beranjak diri dari duduknya tiba-tiba dari ruang dalam muncul aryan, dengan sikap gentlemen  dia berdiri didepan ayahnya.

"jangan perlakukan mereka begitu , ayah. karena mereka datang kemari dengan maksud baik dan mereka bukan mengada-ngada atau menjebak, tapi bertujuan benar" ucap aryan dengan pasti.

"kau masih menentang aturanku?!" bentak dartha.

"tenang dulu, ayah" aryan memotong ucapan ayahnya.

"aryan, lala telah pergi dari perkemahan" armin langsung menyerobot pembicaraan ayah dan anaknya itu.

aryan tersentak mendengar langsung lala pergi dari kemah, bagaimana?

"ya dia pergi tanpa tujuan, bagaimana tanggung jawabmu sekarang?" ucap armin lagi.

"akan kucari lala sampai ketemu, setelah ketemu kami akan segera menikah" ucap aryan mantap.

"tidak!" potong dartha dengan marah "aku melarang kau menikah sembarangan!"

belum sempat dartha melanjutkan perkataannya, kemaran armin segera meledak dengan yang barusan dibilang dartha, bagaimana bisa dia menilai lala seperti itu.

"tuan jangan mengatakan lala perempuan sembarangan! dia anak orang kaya dan terhormat. mungkin kekayaan tuan belum sanggup menandingi orang tua lala" umbar armin yang sudah jengkel dengan dartha yang menilai seseorang  dengan sembarangan.

"saba, sabar. jangan saling emosi" sergah widarti menengahi.

"ibu, apa pun yang terjadi, saya harus menikahi lala. saya telah menodai gadis itu" ujar aryan bersikeras.

"kau tetap menentang  laranganku?!" bentak dartha yang naik pitam dan hendak menampar muka aryan tetapi sebelum tangan itu sampai disamping wajah aryan, wisarti dengan cepat mencegahnya.

"ingat, pak. sabar, sabar..." sergah widarti lagi.

"dia sudah berani sma kita, bu. kurang ajar!"

"aku tidak mau dibelenggu oleh keningratan ayah, aku ingin bisa menentukan hidup dengan cara berfikir yang tidak kolot. dan kebahagian tak akan bisa tumbuh dalam perkawinan jika dipaksakan, tidak saling mencintai satu dengan yang lainnya. saya mohon pengertiannya ayah! saya mohon" ujar aryan.

"jadi kau betul-betul mau jadi anak durhaka, ha?!"

"bukan jadi anak durhaka ayah, tapi aku ingin diberi kebebasan untuk menentukan calon istri"

sertelah mengucapkan kata-kata itu aryan dengan cepat melangkah pergi dari ruang tamu, armin dan tamin mengikuti langkah aryan sedangkan widarti mengejarnya sampai depan pintu.

"kau mau kemana, aryan?" teriak widarti kebingungan.

aryan naik ke mobilnya dan untuk armin dan tamin naik kesadel motor mereka dengan cepat-cepat armin menstater motornya dan melaju meninggalkan rumah aryan, aryan juga tidak tinggal diam dengan cepat dia menghidupkan mobilnya dan melaju meninggalkan rumahnya.

sebelum pergi jauh aryuan berkata yang akan membuat kedua orang tuanya akan marah besar kepadanya.

"mau pergi, aku tidak akan kembali kalau ayah tidak mau menerimah lala" sahit aryan sambil menutup kaca mobilnya.

widarti tak bisa lagi menahan tangisnya, dia merasa sedih ditinggal pergi anak satu-satunya yang sangat disayangnya itu. sedang dartha yang emosi hanya bisa menahan geramnya. sampai gignya gemelutuk keras, tapi kedua mata laki-laki itu merah berkaca-kaca.

siang hari yang sangat panas itu dengan matahari yang seakan membakar kulit mereka dengan panasnya,armin duduk disebelah aryan yang menyetir mobil, mereka hanya berdua saja yang menyusuri kota denpasar, mobil yang dikemudikan aryan meluncur perlahan, perhatian mereka tak henti-hentinya mencari-cari lala barangakali ditemui dipinggir jalan.

"menurut dugaanku, lala sudah pulang kejakarta" kata aryan.

"kurasa tidak mungkin" jawab armin.

"alasannya?"

"tour kami di bali selama dua minggu, kalau dia pulang kejakarta akan menimbulkan pertanyaan orang tuanya"

"kalau lala masih didenpasar atau di ubud, pasti akan ketemu"

"bagaimana kalau kita cari kehotel-hotel? siapa tahu dia masih tinggal sementara disitu"

oke" ucap aryan.

mualailah aryan mencari lala kesebuah hotel, namun ketika dia bersama armin menemui bagian penerimah tmu, nama lala tidak ada. lalu mereka berdua berpindah bertanya ke hotel lainnya, hasilnya tetap sama. sampai sepuluh hotel yang mereka masuki, tapi setelah keluar dari sana selalu nampak lesu, lala tetap tidak ada.

malam harinya mereka mendatangi diskotek dan pertama yag dicarinya adalah steven, lelaki bule itupun tak menampakkan batang hidungnya maka secara tidak langsung timbul prasangka dan curiga. jangan-jangan lelaki bule itu yang membawa kabur lala.

besoknya armin dan aryan tetap mencari lala, keluar masuk hotel-hotel dan tempat penginapan, kedua lelaki itu sudah hampir putus asa. nampak begitu letih lesu, langkah mereka gontai mendekati mobil.

"kemana lagi kita mencari lala, aryan?" keluh armin.

"sekarang aku tambah yakin, lala pasti pulang kejakarta! kalau tidak..." aryan menggantungkan perkataannya yang buat arm in menyerngit biungung.

"kalau tidak kenapa?" ucap armin penasaran.

"dia pergi sma sibule"

"bule? siapa itu bule?" armin termangu.

"orang asing, namanya steven"

"dari mana mau tahu?"

"sebab waktu aku ketemu lala di diskotik, dia sudah berdua dengan steven. laki-laki itu mengajari lala merokok dan minum wisky"

"wahhh, bisa celaka kalau lala kabur sama sibule itu, aku akan kenah getahnya. sebagai ketua rombongan aku serasa tidak becus, dan pasti orang tua lala akan marah-marah. bisa-bisa aku dibunuhnya" keluh armin dilanda cemas.

"apakah dirumah lala ada telepon?" tanya aryan.

"ada" ingat aryan sewaktu kerumah gadis itu selalu saja dia akan perhatikan sekitarnya dan ternyata disana sudah ada telepon.

"kau ingat nomornya?" ucap aryan lagi.

"ya, aku ingat"

"bagaimana kalau kamu interlokal kerumanya?"

"iya, itu ide yang bagus".

dirumah yang bangunannya sangat mewah itu berdiri tegak dikelilingi tembok dan pagar besi yang berukir, letaknya dibilangan menteng, jakarta. dan siang yang terik itu sebuah taksi berhenti dan yang berada didalamnya penumpang seorang gadis bergegas turun. lalu gadis itu berjalan mendekati pintu halaman yang sangat luas dengan keramik beton disekitar halamnya.

dan sebelum masuk seorang pengurus taman yang usianya setengah baya itu berlari membuka pintu pagar yang menjulang tinggi didepan gadis itu.

"Eee..., non sudah pulang" sapa hamis sipengurus taman itu.

gadis itu cuma tersenyum dan sekitar wajahnya terlihat letih sekali, dengan langkah gontai di terus masuk kedalm rumah dan berpapasan dengan ibunya.

"lho, katanya dua minggu tournya dibali. kok sekarang sudah pulang, la?" tegur ibunya.

lala menghentikan langkahnya sebentar.

"lala sering jatuh sakit, ma" lala meneruskan langkahnya masuk kekamar, murti cuma tersenyum memperhatikan anaknya lalu duduk dikursi dan membaca majalahnya.

dia berfikir lala tidak tahan dengan suasana disana atau mungkin karena lala tidak tahan lama pisah dari orang tuanya, karena lala sendiri anaknya dan menurutnya itu pasti alasannya tanpa curiga yang lain.