Chereads / BANG'SAT / Chapter 3 - GOMBALIN

Chapter 3 - GOMBALIN

Di awal udah gue jelasin kan, kalau gue jatuh cinta sama seorang bidadari cantik yang ada di sekolah ini, yang bernama Dakota. Bagi gue, mengejarnya adalah sebuah perjuangan dari sebuah pahlawan yang lahir setelah kemerdekaan. Jiahh. Tadi malam gue udah bikin puisi indah buat dia. Yah walaupun keindahan puisi ini tidak akan bisa menandingi kecantikannya.

Rencananya gue akan bacain puisi ini di depan teman - temannya, biar dia tahu, kalau gue adalah pejuang berani malu.

"apaan itu, sat?", tanya Dimas ke gue yang sedang membaca ulang puisi yang gue buat.

"warisan", jawab gue asal.

"innalillahi. Bokap lo, sat?. Nabrak burung apaan pesawatnya?"

"jeeehhh. Becanda gue. Ini puisi"

"dih lagian!. Hubungan kita kan memang tidak pernah becanda, makanya gue selalu serius sama lo"

"dih apaan sih!. Cari cewek sana!. Biar lu enggak di kira homo sama gue. Jibang deh gue"

"buat Dakota lagi?"

Gue melipat kertas puisinya lalu memberikan cap bibir.

"di hati Satria hanya ada satu permaisuri, yaitu..."

"Lola?", sahut Dimas.

Plakkkk, gue pun langsung memukul bahunya.

"jangan sekate - kate lo kalau ngomong. Gue bukan buaya!. Hanya Dakota"

"ya siapa tahu?. Toh, Dakota juga no respon kayak habis kuota"

"bodo amat. Bagi gue, pantang mundur sebelum THR turun"

"lo terlalu enggak tahu diri sih"

"ini berani!"

"ya beda tipis lah. Sama enggak tahu malu"

"udah ah gue cabut"

Gue pun segera berlari mencari pelabuhan gue. Tidak lain dan tidak bukan, adalah Dakota.

"eh Ta, mana tuh si Lalat? Biasanya selalu nguing - nguing nih disini?"

Terdengar suara perbincangan Genk Dakota yang lewat depan pintu kelas gue.

"ah sayang bebeb", gue pun langsung berjalan membuntuti mereka.

"siapa?"

"itu si Satria"

Sialan!. Gue di bilang lalat. Gue di ilang vektor pembawa penyakit, yang suka nemplok di tahi.

"enggak tahu. Membuih kali hahaha"

"hahahaha air laut dong"

"iya asin hahahah"

Biar asin tapi jenaka. Kamu tidak akan bisa lagi menemukan yang seperti ini. Cuma aku.

"ehem"

Mereka pun berbalik lalu memandangi gue yang tengah berdiri sambil menyisir rambur ke belakang.

"yah baru di omongin"

"lo sih ngomongin. Jadi muncul kan kayak gaib", sahut Dakota ke temannya.

"Dakota jahat banget sih. Tapi karena cantik, termaafkan deh", kata gue sambil mengedipkan mata buat dia.

"dih apaan sih. Jijik", dia bersendekap lalu memalingkan wajah.

"udah yuk ke kantin"

Dakota and the Genk meneruskan perjalanannya dan meninggalkan gue. Lihat saja nanti, pasti Dakota bakal terkesan dengan puisi yang udah gue buat.

"hahahaha"

Gue pun menyusul mereka. Terlihat mereka sedang ketawa - ketiwi di kantin.

"ehem!", gue berdeham keras. Sampai semua orang melihat ke arah gue.

Gue melihat satu meja kosong. Tak membuang kesempatan, gue naik ke atas lalu mengeluarkan lembaran jimat gue.

"hai para kawan sekalian!. Gue mau izin untuk menyampaikan sesuatu!"

"cakep!", sahut salah satu siswa.

Dih ini anak nyahut aja!, dikata gue lagi ngelenong kali!.

"yaitu perasaan gue kepada Dakota", Gue pun berdiri tegap. Tarik nafas dan lepas.

Dakota,

Rambutmu bagai serat - serat agar - agar swallow, yang membuat pencernaanku lancar.

Jemari mu bagai pohon bambu, yang bergoyang tertiup angin di sebelah jamban, yang melindungi ku yang pencernaannya sedang lancar.

Betis langsingmu, bagaikan lampu belajar di meja belajarku. Terang terus, Terus terang.

Wajahmu begitu bersinar seperti pancaran sinar petromax yang legend dan tak tergantikan.

"woy!. Itu puisi atau ngejek gue?", seru Dakota dari tempat duduknya.

"hah? Puisi? Gue kira dia lagi baca koran", sahut salah satu siswa.

"woooooo hahahahaha", mereka semua bersorak dan tertawa.

"suka kan sama puisinya?", teriak gue yang membuat anak - anak diam.

"enggak!. Jelek!. Bikin gue radang telinga!", jawab Dakota.

"YAAAAAHHHH!!!!!!!!", seru anak - anak di kantin.

"bahkan dirimu pun membuatku radang hati", sahut gue.

"CIiiiiiieeeeeeeeeeee", lanjut anak - anak berseru.

"bikin malu lo!", sahut Dakota.

Dakota bangkit dari bangku, seakan hendak pergi. Gue pun turun dari meja lalu menghampirinya. Ia malah berjalan ke arah gue.

"awas lo!"

Dakota pergi tapi lengannya gak sengaja nyenggol tangan gue. Asli enggak bakal gue cuci ini tangan, gue mencium tangan gue beuhhh bau Dakota mah memang bikin malaikat seperti gue lupa diri.

Gue berputar balik badan, memandangi Dakota yang berjalan. Lenggak - lenggok tubuhnya bikin mata gue enggak berkedip. Gak ikhlas kalau delete scene sedikit.

"Gimana?", tanya Dimas yang tangannya naik ke atas bahu gue.

"masih belum diskon, bro"

"ck susah sat"

"justru yang susah itu. Kalau udah dapat gak bakal gue sia - siain, gue setiain dan enggak bakal gue selingkuhin"

"balik kelas atau ke tempat biasa?"

"ke tempat biasa. Tapi, beli cilok dulu"

Seperti biasa gue selalu beli cilok dan di bawa nongkrong di bawah pohoh besar di taman belakang sekolah.

"lihat aku sayang, yang sudah berjuang. Menunggumu datang menjemputmu pulang", nyanyian Dimas begitu menggonda gendang telinga dan hati gue.

"cocok tuh lagu buat Dakota"

"oya, Sat. gimana tuh ade kelas yang di kantin waktu itu?"

"enggak tau dah gue"

"ternyata kakak kelas yang dia taksir itu lu"

"hahahaha yah enggak mubazir lah gue punya keturunan ganteng dari bapak gue"

Krinnnnnggggggg (bel bunyi, ceritanya)

"masuk, sat"

Gue turun dari dahan pohon dan segera berlari ke kelas bersama Dimas.

"Sat, ulangan MTK"

"lah gue belajarnya agama"

"dih pelo ini hari rabu! Agama hari jumat"

"bukannya jumat libur?"

"lah emang iya?"

"libur!"

"memang ada perayaan apa?"

"enggak ada apa - apa, cuma maunya gue aja"

"anjirrr, gue serius!"

"hahahaha. Tenang"

Ketika gue sama Dimas berjalan meninggalkan taman dan menuju ke kelas. Ada segerombolan anak laki yang ganteng - ganteng menghadang. Mau ngapain nih?, adu ganteng atau adu domba?.

"lo yang tadi godain cewek gue di kantin?"

Gue sama Dimas mendengar suara, tapi anehnya dari anak - anak di depan kita enggak ada yang gerak mulut.

"bersuara tapi enggak gerak, Sat", kata Dimas.

"apa suara hati mereka sekeras itu? Kalau berdoa cepat di ijabah dong?", kata gue.

Lalu ada salah satu yang ada di belakang, pindah posisi ke depan.

"gue yang ngomong!, bukan hati!", serunya.

"oh", sahut Dimas.

"kayaknya otak aja enggak punya"

"apa lo bilang!", serunya sambil ngancam pakai bogem.

"lo ganteng", jawab gue sambil tersenyum.

"nah emang"

Barisan mereka memasang wajah kaku, kayak kanebo yang habis di jemur. Kasihan ya!, ganteng tapi hidupnya enggak bahagia. Sampai kaku gitu muka, hati juga kali ya!. Alhamdulillah, Allah menciptakan gue sebagai anak laki yang selalu bahagia dan tahu caranya senam muka.

"jawab pertanyaan tadi!", teriak si Ifan.

"gue 50 : 50 deh", jawab Dimas.

"kalau Call of friends?", tawar gue.

"gue enggak lagi becanda, bodoh"

"jangan serius, Fan. Nanti kita homo", balas gue.

"ngeselin ini anak!"

Segerombolan anak itu malah mengelilingi gue dan Dimas. Ya kayak mau pada api unggun gitu.

"sering ikut pramuka ya?, tahu acara api unggun nih", kata gue.

"jangan deketin pacarnya bos gue", ujar salah satu di antar mereka, dengan dada busung, wajah mendongak, enggak senyum. Ck ck.

"ada masalah apa sih?, cerita!. Sampai kaku gitu muka", kata gue sambil merangkul pundaknya.

Sumpah gue enggak tahu siapa nama mereka. Yang gue tahu cuma si Ifan tengik yang lagi jagain jodoh gue.

"enggak usah sok Asik", jawabnya sambil menyingkirkan tangan gue.

Kemudian Ifan maju dan berdiri di sebelah bocah ini dan di depan gue.

"gue peringatkan sama lo!. Jangan deketin pacar gue!, atau lo gue lempar!"

Gue dan Dimas saling memandang. Mereka berpencar, yang tadinya memutari gue dan Dimas, sekarang mereka berbaris berdiri di belakang Ifan.

"kayak lagi paskib", celetuk gue.

Ifan berbalik, mereka membuka jalan membiarkan Ifan lewat. Lalu mereka berjalan di belakang Ifan.

Gue dan Dimas kompak bergeleng - geleng kepala.

"kasihan. Di kemerdekaan ini masih saja yang terjebak dalam perbudakan", kata Dimas.

"iya. GGB"

"Ganteng - ganteng budak?"

"Ganteng - ganteng begok"

"ck ck ck"

***

Sepulang sekolah, gue selalu saja menunggu Dakota di depan pintu kelasnya. Gue berdiri menyamping di pintu sambil menyisir rambut.

"eh lu bareng Ifan kan Ta?", tanya salah satu temannya.

"iyalah!"

Kemudian mereka sampai di pintu, gue pun berdiri menghadang mereka.

"tapi kalau darisini ke tempat parkir, barengnya sama gue dong", kata gue.

Mereka kompak memalingkan wajah, seakan ogah memandang gue.

"dih... Gue kan ganteng"

"iya, tapi sayang tingkahnya aneh"

"kuy"

Genk Dakota pun pergi melewati tubuh gue yang ada di tengah. Gue hanya bisa menghela nafas sambil mengelus dada.

"nasib!"

"Lola aja yang bareng Bang Sat"

Sepertinya gue mendengar suara - suara bisikkan gaib dari sekitar sini. Pelan - pelan tubuh gue berbalik. Yah, Dora the explorer.

"Kaaaabooooorrrrr"

Gue berlari ke arah gerbang sekolah, lalu menepuk pundak Dimas dan jalan bareng sama dia di tengah jalan.

"Dim"

Dimas menengok, lalu celingukkan nyari sesuatu.

"lo di kejar apa? Perjanjian pelet?"

"muke lo"

"yuk jalan!"

Begitu sampai di gerbang, sebuah pemandangan tak sedap lewat. Dakota di boncengin Ifan naik motor nunggingnya.

Bbbbbrrrrrreeeeeemmmmmm....

"AWAS, AYAM!", Ifan meneriaki gue.

Sialan, gue di bilang ayam. Enggak sadar kalau dia plastik.

"sekarang dia di bonceng orang, tapi besok dia akan duduk di pelaminan, sama gue"

Dimas menghela nafasnya.

"gue saranin lo ruqyah deh"

"apa sih gantengnya kak Ifan?", tanya Lola dari belakang.

"nah kali ini gue setuju sama lo, Dor"

"apa sih cantiknya kak Dakota?"

Ucapan itu membuat gue naik pitam. Gue pun langsung balik badan.

"jangan lo ngomong macam - macam tentang permaisuri gue!", kata gue sambil nujuk mukanya.

"emang iya kok!", sahutnya nyolot.

"lah malah lo yang nyolot"

Gue mengajak Dimas berbalik dan jalan ninggalin dia.

"bang Sat!, tunggu Lola"

Dia berlari mengejar gue, tapi gue terus jalan sama Dimas.

"awas bang Dim. Lola mau di samping bang Sat"

Lola menggeser tubuh Dimas, lalu mengambil posisi di tengah.

"ngapain sih lo? Aaarrgghh"

"mau pulang bareng bang Sat"

"terserah lah!"

Akihrnya kami pun jalan bertiga udah kayak anak TK.

"bang Sat harus suka sama Lola!"

"enggak bisa!"

"ya belajar!"

"aaarrghhh. Lu tuh ibarat tabel periodik yang nyasar ke kelas IPS. Tau apa?, ngeselin!"

"perempuan itu di ibaratkan rumus MTK, bang. Bukan tabel periodik"

"ada aja kan jawabannya!", gue udah over kesal.

"bang Dimas, bantuin Lola dong!"

"ehm iya, Sat. Udah sama yang ada aja"

"lo lagi, Dim!. Gue gadai di tokopedia ya!"

"bang Sat, tahu enggak makanan kesukaan Lola"

"kagak!"

"ya tanya dong ke Lola!"

"bodo amat"

"Lola suka sate usus"

"duh, sumpah enggak kepo"

"kalau abang suka makan apa?"

"kepala Dora!"

"aku?"

"bodo amat!"

"mau pakai kecap enggak?"

"bodo amat lah!"

"hahaha udah, Sat. Sikat!", seru Dimas.

***