Sejak kejadian itu, Digo terus saja murung setiap hari. Gue sebagai kakak yang baik, tidak tega melihatnya, meskipun agak ada kesenangan karena jatah rotinya jadi buat gue. Tapi, gimana ya namanya adik sendiri, beda kalau dia udah resign.
Setiap pagi dia melamun di meja makan. Roti yang tadi tawar di lihatin terus sampai jadi manis.
"Digo, di makan rotinya. Nanti jadi tepung lagi loh", kata gue.
Digo menoleh, memandangi gue dengan mata yang berkaca - kaca.
"hiks hiks", dia menggeser piring roti miliknya. "sudah takdirnya apa yang kusukai menjadi milikmu kakanda. Hiks"
Gue menelan saliva, melihat mama dan papa yang melotot ke gue.
"kamu apain adik kamu?", tanya Papa.
"enggak, sumpah. Satria enggak ngapa - ngapain!"
"kok adik kamu jadi gitu"
Digo beranjak, duduk bersimpuh seperti adegan siluman ular putih.
"apa memang ini takdirku. Harus melepas apa yang aku cintai"
Kayaknya gue harus cari rumah ruqyah deh. Adik gue di santet orang nih.
"oh. Lagi latihan drama, mak", kata papa.
"ih Digo, bikin khawatir aja"
Ini serius!. Anak lagi sedih beneran malah di kira akting.
Sejak itu pula gue seperti di teror dengan wajah sedihnya. Di depan pintu kelas ada dia.
"malangnya nasibku"
Di bawah wastafel toilet sekolah ada dia.
"betapa malang, nasibku"
Di atas pohon.
"apakah ini nasibku"
Di laci belajar gue.
"mungkin ini takdirnya"
Oke, fix gue lagi kena azab karena di taksir sama gebetan adik sendiri. Gue mau tobat deh!, takut masuk neraka.
***
Tok... Tok... Tok...
Malam itu gue datangi dia ke kamar. Berharap nanti tawaran gue menghentikan segala drama ini.
ceklek...
Baru aja buka pintu, tapi wajah pengemisnya sudah nampak.
"ada apa kakanda?"
"abang!. Lo kesurupan hantu majapahit ya!"
"lo mau ngapain?"
"alhamdulillah lo sadar", ucap gue sambil mengadahkan tangan. "masuk dulu kali"
Dia membuka lebar pintu kamarnya lalu mempersilakan dia masuk. Gue terkejut melihat foto anak TK yang ada di meja belajarnya.
"siapa ini?", tanya gue.
Digo tersenyum malu - malu.
"Lola"
"Lola!"
Gue mengamati foto anak TK itu. Yang nyatanya enggak TK, enggak SMA, ini anak sama aja. Fix dia kayaknya temenan sama nenek sihir di snow white deh, supaya dapat ramuan awet muda.
"lo suka sama Lola sejak TK?"
Digo mengangguk.
"bucin sejak dini ya!", ucap gue lagi.
"apa yang bikin lo suka ama ini anak?"
"cantik"
Gue menggeleng tidak habis pikir, ternyata dia sama kayak gue. Suka karena cantik, fix dia adik kandung gue, DNA kita sama.
"gue akan bantu lo"
Kedua matanya pun bercahaya, menatap gue.
"abang yakin?"
Gue menepuk pundaknya.
"serahkan sama gue"
***
Pagi itu gue melakukan pengintaian, ini gue lakukan supaya Digo enggak kaku PDKT nya. Biar si Lola bisa berkata, "ya ampun, Digo kamu tahu aku banget sih!" terus jadian deh, ahay. Biasanya si Lola akan naik Bus sekolah sama kayak gue. Gue telah duduk di belakang, lalu dia masuk sendirian. Dia pakai seragam putih - abu, lalu gue tulis.
Hari selasa,
Lola pakai seragam putih - abu,
Gue lihat rambutnya gak di ikat. Gak pakai bando, gak pakai jepit, untung aja itu anak pakai baju. Dia pakai tas warna biru muda tulisannya adidas.
Bus berhenti, lalu dia turun duluan gue turun lewat pintu belakang. Gue jalan pelan - pelan ikutin dia yang langsung gabung dengan teman - temannya. Dia punya genk isinya 3, dia, temennya yang gendut, satunya agak gendut dikit. Diantara mereka Lola yang paling cantik, kenapa sih selalu kayak gitu? Authornya random deh.
(author be like 😒)
Ketika gue sedang mencatat apa yang gue lihat, tiba - tiba ada satu sosok yang mendekat.
"Bang sat"
"eh Lola"
Gue buru - buru mengantongi notes gue. Dia semakin melangkah mendekat, mau apa nih? Jangan - jangan di perkosa.
"abang mau apa?"
O ow, mau apa ya gue? Bola mata bergerak ke kanan dan ke kiri, ke atas dan kw bawah.
"kenapa enggak tanya langsung aja ke Lola? Kenapa harus ikutin Lola terus? Kenapa harus catat - catat?"
Ini bocah lihat darimana coba? Apa dia punya spion di belakang?.
"ehm enggak kok", mampus ! Gugup kan gue jadinya.
Dia mengambil sesuatu dari tasnya, sebuah kartu yang ada tulisan namanya dan nomor teleponnya. Cerdas, itu yang gue butuhkan!.
"nih abang kalau mau tau sesuatu hubungi aku aja"
"te te terimakasih", gue ambil kartu lalu masukkin ke dalam saku.
"yaudah aku ke kelas ya"
"yaudin. Titi dj"
Tambang emas, gue bisa jadiin ini sebagai iming - imingan ke Digo.
***
Malam itu dengan berbekal sebuah kartu nama, gue menghadap paduka Digo.
Tok tok tok...
Ceklek...
Digo balik lagi naik ke ranjangnya dengan tampangnya yang lusuh. Kasihan ini bocah, hanya karena sebuah Lola dia jadi kayak kesemek tak berbedak. Gue berjalan mendekat padanya dengan sebuah kartu di tangan gue.
"nih"
Dia terus memandangi apa yang gue sodorkan sama dia.
"apa ini?"
"Dig, ini gak kelihatan kayak coklat payung kan?"
"iya nenek - nenek masih remaja juga tahu itu kartu, abang!"
"ya ngapain loe tanya lagi?"
"maksud gue ini untuk apa?"
"buat ngorek kuping aja coba kalau bisa. Nomornya Lola"
Langsung aja dia nyomot kartu yang gue pegang, sambil senyum - senyum kayak orang yang enggak waras.
"tapi bang? Dia kan suka sama loe"
"ya loe berusaha lah!. Ada hasil kalau ada usaha"
Dia berdiri dan langsung memeluk gue.
"terimakasih ya bang"
"iya sama - sama"
Dia buru - buru duduk di meja belajarnya dengan membawa hpnya. Ya gue balik lagi lah ke kamar. Bagus lah dia udah senyum, kalau kayak tadi sumpah dia enggak kayak orang!.
Gue keluar dari kamar, lalu tiba - tiba bokap langsung merangkul gue.
"hei sat"
"apaan pa?"
"gimana Lola?"
"ya cewek, pa"
"dia baik. Papa mah setuju aja kalau kamu suka sama dia"
Gue menyingkirkan tangan Papa yang ada di pundak gue.
"Papa! Papa enggak tahu apa kalau Digo patah hati. Malah nambahin lagi"
"maksud kamu? Digo suka sama Lola?", tanya Papa yang merangkul gue lagi.
"iya pa. Coba papa bayangin jadi Digo. Cewek yang dia suka malah nembak cowok lain di depan dia, malah abangnya sendiri lagi"
"ck ck ck konflik anak - anak Papa ini rumit ya"
Papa menepuk - nepuk pundak gue lalu pergi. Gimana gak rumit? Dari induknya aja udah rumit.
***
Dari gerbang sekolah gue lihat Dakota jalan sendiri di depan, kalau gini mah semangat ogut. Gue segera berlari dan menyamakan langkah di sampingnya.
"Dakota, Dakota"
"apaan?"
Dia pun berhenti melepas headsetnya dan berdiri menghadap ke gue.
"dengar berita hari ini ?"
"huh apaan emang?"
"ada kecelakaan"
"hah? Dimana?"
"dekat sini!"
Dia celingukkan mencari yang gue sebut tadi.
"mana? enggak rame"
"parah loe. Yang kena hatinya"
"hah? Robek gitu perutnya? Kok seram"
"enggak robek!, cuma jatuh aja hatinya. Nih korbannya ada di depan loe he he he"
"bodoh!", ucapnya lalu menoyol kepala gue.
Dia pun memasang headsetnya lagi lalu kembali berjalan. Gue enggak bosan memandangi dia. Dia menoleh ke gue dengan wajah juteknya.
"enggak bisa apa loe jalan duluan?", katanya.
"takut loe di culik"
"sana ah! Risih gue!"
"sengaja biar jadi benci. Katanya benci itu jadi cinta. Gue kan susah nih bikin loe cinta sama gue, jadi gue bikin benci aja dulu, lama - lama juga nanti cinta"
Matanya mendelik ke atas, wajahnya nampak suntuk dengerin kata - kata gue yang indah ini.
"Bang satria!"
Gue dengar suara memanggil gue di belakang. Gue pun berhenti, enggak di sangka ternyata si Dakota juga ikut berhenti dan nengok. Hemp si Lola.
Dengan semangat dia menyerobot celah kecil yang ada di tengah, hingga menyenggol Dakota untuk disingkirkan. wah, ganas juga jiwa kompetetifnya.
"Maaf Kak sengaja!", ucap Lola dengan tatapan sengit ke Dakota.
Buseh ini cewek serem banget! Inceran gue sampai di senggol - senggol.
"heh adik kelas! Jangan nyolot ya!", ucap Dakota menantang.
"kalau Kaka enggak mau jalan bareng bang sat. Ya langkah kakak yang harusnya di percepat, jangan cuma usir Bang Sat sepihak"
"eh Lola, udah ya!"
Gue pun bergesar ke tengah - tengah mereka. Gue perhatikan Dakota sudah tampak marah dengan wajah yang merah.
"eh anak kecil! enggak usah sok ajarin orang tua!"
"Kakak yang enggak bisa jadi contoh yang baik!"
"wah songong"
"eits"
Dakota sudah siap untuk menjambak Lola, tapi entah kenapa gue malah refleks narik Lola pergi menjauh bukannya Dakota.
Gue bawa dia menjauh sejauh mungkin dari Dakota.
"loe gila ya?", omel gue ke Lola.
"enggak. Cuma ekspresif aja!", ucapnya tanpa dosa.
"udah deh jangan kayak gitu. Dakota itu gebetan gue"
"tapi Bang Sat gebetan Lola"
"tapi gue enggak ngegebet loe, maimunah"
"ini Lola kok bukan Maimunah"
"aarrghhh"
Gue kesal setengah mampus sama ini bocah. Gara - gara dia, hilang momen gue jalan berdua sama Dakota.
Sebelum masuk ke kelas, gue terlebih dulu mampir ke kelas Dakota. Gue mau minta maaf sama dia atas kejadian tadi. Gue tengok di kelas, dia enggak ada, wah kemana dia?.
"sst sis, si Dakota mana?", tanya gue sama teman sebangkunya.
"pergi sama cowoknya"
"oh"
Rupanya jodoh gue ke pending lagi sama algojonya. Yasudahlah biar kan lah mereka berdua, aku mah gapapa toh nanti juga Dakota cintanya sama gue, ahay.