"Mereka berhasil kabur, tuan." Lapor salah satu pasukan kepada orang yang terlihat seperti pimpinan di dalam pasukan mereka. Raut wajah kesal pimpinan mereka tetap dapat terlihat walau menggunakan topeng.
"Akh! Sialan!" Dia memukul keras sekali meja di depannya hingga terbelah dua.
Semua pasukan yang berada di belakangnya spontan menunduk. Tidak ada satupun dari mereka yang berani bersuara sampai si pimpinan mengeluarkan perintah. "Kita pulang!"
Salah satu dari pasukan itu mengeluarkan benda kecil bulat seperti kelereng dari dalam sakunya, kemudian dia melemparnya dengan kuat. Asap tebal keluar setelahnya, tidak lama kemudian semua pasukan menghilang tanpa jejak.
***
"Kenapa lama sekali untuk sampai ke ujung jalan ini?" Chaerin menyeka keringatnya. Dia tidak bohong, lorong ini benar-benar panjang. Tidak ada apapun di dalam sini. Hanya ada tembok dengan coretan-coretan dan gambar yang aneh.
Kaki Chaerin berhenti berjalan saat merasakan dia sedang menginjak sesuatu. Chaerin mengangkat kakinya dan melihat sebuah kalung di bawah sana. "Milik siapa ini?"
Chaerin melihat kanan, kiri, depan, belakang, dan tidak ada siapapun. "Hm," dia kembali melihat sekeliling, "Ok, ini milikku sekarang."
Dia langsung berlari setelahnya, dan berlari semakin kencang lagi saat melihat ada lubang yang mungkin adalah pintu keluar dari lorong ini. Chaerin menutup matanya dan berlari semakin kencang, dia tidak ingin melihat apa yang ada di luar sana. Takut akan ada sesuatu yang mengagetkannya.
"Chaerin!"
"Pak Edzard?" Chaerin membuka matanya dan ternyata benar. Ada pak Edzard, Jacob, dan Samuel yang sedang duduk di rerumputan.
Chaerin terdiam sejenak begitu menyadari dimana dia berada sekarang. Dunia di balik lorong itu benar-benar berbeda, dia dapat merasakan seperti ada sesuatu yang mengalir di dalam tubuhnya, Ada air terjun besar yang seperti menjadi pembatas. Chaerin jadi penasaran apa yang ada di balik air terjun sebesar ini.
"Pak, apa kau sudah pernah mengunjungi tempat di balik air terjun itu?"
"Sering,"
"Apa yang ada dibalik itu?" Chaerin menuju tempat pak Edzard dan duduk di sampingnya. Wanita itu terlihat begitu tertarik dengan apa yang akan diceritakan pak Edzard.
"Lainkali kalian akan tau." Pak Edzard mengambil lukisan yang sedari tadi dibawa Chaerin, kemudian berjalan ke arah pondok kecil yang tidak jauh dari tempat mereka.
"Kalian akan ikut atau hanya duduk diam menatap air terjun itu?"
"Ikut,"
"Ikut,"
"Ikut."
***
Pak Edzard berdiri di depan rak buku sangat lama, dia bolak balik dari satu rak ke rak lain. Semua isi di dalam rak dikeluarkannya. Dan dalam sekejap ruangan kecil ini menjadi berantakan. Pak Edzard memegang pinggang, kepalanya memutar melihat seisi ruangan sambil mengingat sesuatu.
"Ahh iya! Tolong ambilkan tangga!" Pak Edzard melihat ke arah Samuel kemudian menunjuk keluar jendela.
Samuel yang seolah mengerti langsung bergegas keluar melalui jendelan dan mengambil tangga. Mereka bertiga saling bertatapan, menatap aneh kepada satu sama lain. "Kenapa dia lewat jendela? Padahal pintu sedang terbuka lebar?" Tanya Jacob yang akhirnya mengeluarkan suara, dari tadi dia hanya melamun.
Samuel membawa masuk tangga yang cukup panjang dari luar, dia sempat menabrak pintu bahkan hampir jatuh saat membawanya masuk.
Pak Edzard mendorong papan semeter yang berada pada plafon, kemudian menaruh tangga dibawahnya. Pak Edzard mengambil salah satu buku dari buku-buku yang berserakan di lantai. Dia mengusap-usap debu tebal pada sampul buku, kemudian tersenyum setelah melihat isi buku tersebut.
"Chaerin!" Panggil pak Edzard.
"Ah, iya pak?"
"Ambil buku ini," pak Edzard melempar buku yang dipegangnya. "Kemudian ambil tas di lemari itu, dan masukkan buku itu, itu, itu, dan-" pria tua itu menunjuk semua buku yang harus dibawa Chaerin.
"Hmm, bawa saja buku yang itu." Pak Edzard menunjuk buku terakhir yang harus dibawanya. Buku yang satu itu terlihat aneh dibanding buku yang lainnya, ditambah warna sampul buku merah kehitaman yang membuat Chaerin memiliki pandangan buruk dengan buku itu.