Chereads / The Seven Wolves: The Collateral / Chapter 43 - The Lucky Charm

Chapter 43 - The Lucky Charm

James berjalan setengah menyeret kakinya sehingga bunyi sandalnya membuat Lordes dan Grey tau jika ia sudah bangun. Lantai atas mansion dilapisi kayu sehingga suara seretan kaki James terdengar sampai lantai bawah. Ditambah mansion itu memang sangat sepi.

"Selamat pagi, Tuan!" sapa Grey bangun dari kursinya saat James masuk ke dapur. James mengangguk pelan dan tersenyum.

"Pagi, Grey!" Grey kemudian duduk kembali dan meneruskan membaca koran pagi sambil minum kopi.

"Apa Earth sudah berangkat?" tanya James sambil duduk di sebelah Grey dan menerima secangkir kopi dari Lordes.

"Sudah... seperti perintahmu!" James mengangguk dan mulai menyeruput kopinya.

"Lordes, berikan sarapan Delilah di tempat tidurnya. Jangan biarkan turun, dia harus istirahat total. Oh ya, buatkan makanan lembut untuknya. Itu akan membantu," ujar James memberikan perintah pada Lordes. Lordes tersenyum dan mengangguk.

"Baik, Tuan. Akan aku buatkan bubur yang enak untuk Nona Delilah."

"Terima kasih." Grey sempat melirik pada James sebelum ia menunduk dan menghabiskan kopinya.

"Bersiaplah, Grey. Kamu punya posisi baru mulai hari ini," ujar James lalu berdiri dan menepuk pundak Grey.

"Terima kasih, Tuan!" James berlalu ke kamarnya sambil mengangguk.

Seperti biasa, James akan berangkat bekerja bersama Grey yang menjadi pengawalnya. Sementara itu, James memerintahkan beberapa pengawalnya untuk menjaga Oliver di rumah sakit sampai ia bisa dibawa pulang. Banyak hal yang akan ditanyakan James padanya.

Seperti yang diperintahkan oleh James, Delilah bahkan tak diijinkan Lordes menginjak lantai kecuali jika ia ingin buang air. Seharian Delilah berada diatas ranjang beristirahat dan makan. Kelihatannya menyenangkan tapi tidak bagi Delilah. Wajahnya terus murung memikirkan nasibnya kini.

Sekilas ia merindukan Stevano, kekasih yang mungkin kini sudah jadi mantan. Meskipun Stevano menyebalkan karena selalu meminta uangnya, setidaknya ia tak seperti James yang kejam dan seenaknya. Entah bagaimana nasib Delilah jika lebih lama berada di dekat James.

Delilah lantas meraba lehernya. Matanya membesar saat tangannya tak bisa menemukan kalung pemberian sang Ibu yang selalu melingkar di lehernya. Kalung itu adalah temannya selama ini. Ia selalu menggenggam pendant-nya (liontin) jika sedang cemas, resah atau memikirkan sesuatu.

Sontak Delilah bangun dari ranjang dan mencari-cari dengan meraba seluruh permukaan seprai. Dengan panik, ia bahkan berani turun dari ranjang meski telah dilarang Lordes.

"Kemana kalungku!" gumamnya merangkak di lantai kayu dan meraba ke semua arah. Kalung itu mungkin hanya kalung emas biasa dan cuma itu satu-satunya yang tak pernah diusik oleh Mark dari putrinya Delilah. Ia tau jika itu adalah peninggalan mendiang istrinya yang tak boleh direbut.

"Kalungku... dimana kalungku!" Delilah terus mencari ke seluruh ruangan. Ia meremas rambut karena frustasi dan panik. Seakan jika kehilangan benda itu, ia akan segera mati.

Lordes kemudian masuk hendak membawakan cemilan sore untuk Delilah. Matanya membesar saat melihat gadis itu merangkak di lantai mencari-cari sesuatu.

"Ada apa Nona Delilah? Apa yang sedang Nona lakukan?" tegur Lordes begitu masuk. Ia meletakkan nampan cemilan dan coklat hangat diatas meja lalu menghampiri Delilah.

"Kalungku... kalungku hilang Lordes!" ujar Delilah mengadu dengan wajah meringis akan menangis. Matanya sudah merah akan meneteskan airmata.

"Kalung?"

"Iya kalungku... kalung yang sering aku pakai. Itu pemberian dari Ibuku, Lordes!" jawab Delilah dengan suara mulai merengek.

"Hhmm... aku tidak tau, aku tidak melihatnya, Nona."

"Bagaimana ini? Itu kalungku... milikku yang paling berharga!" Delilah mulai menangis dengan menutup wajah menggunakan kedua tangannya.

"Begini saja... aku bantu kamu mencarinya. Mungkin ada di sekitar sini, Nona. Jangan menangis, kita pasti akan menemukannya," ujar Lordes memberi semangat. Ia pun mencoba mengingat-ingat apakah ia melihat kalung itu di satu waktu. Ia tau jika Delilah memang memakai kalung tapi tak begitu memperhatikannya selama ini. Delilah kemudian mengangguk dan menyeka air matanya.

Keduanya kemudian mencari ke seluruh kamar. Dari lantai, lemari, sampai laci namun tak ada sama sekali. Lordes bahkan membongkar seprei dan mencari di seluruh sudut ranjang.

Lebih dari satu jam mereka mencari ke seluruh kamar tapi tak menemukannya. Lordes bahkan membongkar tempat pakaian kotor dan pakaian yang dipakai Delilah saat tercebur ke kolam.

"Tidak ada, Nona!" ujar Lordes kembali pada Delilah yang kemudian terduduk dan menangis.

"Hanya itu yang aku miliki, Lordes. Apa yang harus aku lakukan jika itu hilang!" Delilah menangis sesegukan dan menutup wajahnya. Lordes juga ikut merasa bersalah. Ia duduk di sebelah Delilah dan membelai pundaknya.

"Ehhmm... jangan menangis, Nona. Aku yakin kita akan menemukannya, kita cari lagi ya." Lordes kembali menawarkan. Delilah sudah putus asa. Mereka sudah mencari kemanapun namun tak menemukannya. Lordes kemudian keluar kamar dan meminta seluruh pengawal untuk mencari ke seluruh lantai atas.

Ketika James pulang, ia sempat mengernyitkan kening ketika menemukan seluruh pengawal sedang sibuk mencari-cari sesuatu di lantai. Ia berhenti di lantai bawah sambil tertegun memalingkan kepala ke seluruh arah mansion. Jari telunjuknya kemudian memberi kode memanggil salah satu pengawal yang ikut mencari.

"Ada apa ini?"

"Kami sedang membantu Lordes mencari kalung Nona Starley, Tuan," jawab pengawal itu.

"Kalung apa?" tanya James lagi sambil mengernyitkan keningnya.

"Katanya Nona Starley kehilangan kalungnya dari tadi siang, Tuan." James menghela napas lalu kembali berjalan masuk dengan Grey yang mengikuti. James naik ke lantai dua tempat ke arah kamar Delilah dan menepuk tangannya dua kali dengan keras.

"Apa yang kalian lakukan!" tegur James sambil berkacak pinggang. Seluruh pengawal berhenti dan berdiri memberi jalan bagi James melintasi koridor lantai dua. Seluruh pengawal menundukkan kepalanya saat James lewat.

"Apa yang terjadi?" tanya James pada Lordes yang sudah membongkar seluruh isi kamar untuk mencari kalung itu.

"Oh, Tuan Harristian. Maaf, tapi kalung Nona Delilah hilang," jawab Lordes begitu James muncul di depan pintu. Ia menggelengkan kepala melihat kamar jadi berantakan tapi tak membawa hasil. Delilah sendiri berdiri di sudut setelah ikut mencari.

"Apa lagi yang sudah kamu lakukan?" tegur James dengan kening mengernyit.

"Kalungku hilang!" jawab Delilah setengah merajuk. Jantung James jadi berdetak tiga kali lebih cepat mendengar suara manja seperti itu.

"Lalu kenapa kamu menyuruh seluruh pengawalku untuk mencari kalungmu?" tanyanya lagi sambil menunjuk.

"Aku tidak menyuruh mereka. Mereka yang mau membantuku!" suara Delilah makin kedengaran lebih manja.

"Kamu bukan Nyonya di rumah ini. Kamu tidak boleh menyuruh-nyuruh orang di rumah ini untuk melayanimu, kecuali atas ijinku. Apa kamu meminta ijin padaku!" sahut James dengan suara seolah memarahi. Delilah sedikit menunduk dan menggeleng.

"Tidak, Tuan J," jawabnya pelan.

"Lalu apa yang kamu lakukan? Kenapa tidak mencari sendiri?"

"Tapi, Tuan bilang, Nona Delilah kan tidak boleh..." ucapan Lordes langsung dipotong oleh sebelah tangan James yang terangkat. Lordes langsung mundur dan diam.

"Aku sudah mencarinya sendiri tapi Lordes kemudian datang ikut membantu. Lalu dia meminta semua orang untuk ikut..." suara Delilah dari antusias semakin mengecil karena James yang menatapnya dengan delikan. Delilah lalu menunduk lagi karena merasa bersalah.

"Sekarang semua orang jadi repot gara-gara mencari milikmu itu. Mereka punya pekerjaan untuk menjaga tempat ini dan kamu menambah pekerjaan mereka dengan menyuruh mereka merangkak ke semua sudut mansion, begitu?"

"Aku tidak menyuruh mereka, Tuan J. Sungguh!" Delilah sudah hampir menangis dan James masih terus saja menjaili gadis itu.

"Kalau tidak ketemu bagaimana! Apa kamu mau menangis! Lagipula berapa harga kalungmu, aku belikan yang baru yang lebih mahal!" sahut James menyombongkan diri. Delilah makin kecut dan mulai meneteskan airmatanya.

"Itu pemberian mediang Ibuku, Tuan J," jawab Delilah pelan dan menunduk meneteskan airmata. James langsung diam dan tertegun. Ia menghela napas karena sedikit keterlaluan memojokkan Delilah.

"Kenapa kamu malah menangis? Memangnya kalungmu akan ketemu jika menangis!" sahut James lagi. Ia mendengus kesal berkali-kali lalu berbalik ke belakang.

"Yang menemukan kalung itu akan mendapatkan bonus dariku! Pergi cari ke seluruh tempat!" ujar James memberi perintah. Delilah mengangkat wajahnya yang merah dan basah karena menangis lalu memandang James yang berdiri menyamping. James lalu menoleh pada Delilah usai memberikan perintah. Ia kemudian berjalan mendekat dan membuat kesepakatan baru.

"Jika anak buahku yang menemukan, maka mereka akan mendapat hadiah dariku. Tapi bagaimana jika aku yang mendapatkannya? Apa yang kudapatkan darimu... Candy?" tanya James dengan cengiran culas.