Dengan rasa aneh, James melepaskan Delilah dengan berdiri dari ranjang. Delilah yang sudah ketakutan lalu memandang heran pada James.
"Pergilah, sebelum aku berubah pikiran. Ini kalungmu!" sahut James setengah ketus. Ia menjulurkan tangan mengembalikan kalung Delilah kembali. Delilah mengambil kalungnya sambil masih memandang James, ia berdiri dan berjalan keluar kamar.
James masih berada di sana di depan ranjang yang seharusnya menjadi saksi bisu petualangan seksnya dengan Delilah. Tapi itu tak terjadi dan James kehilangan keinginannya. Ia kemudian duduk di sisi ranjang itu dengan kedua siku menopang di paha.
"Apa yang terjadi padaku? Kenapa aku tidak ingin melakukan itu padanya?" gumam James bertanya pada dirinya sendiri. Telah banyak keanehan yang terjadi selama Delilah masuk ke mansionnya. Dulunya, ia tak pernah perduli dengan hal-hal kecil, namun sekarang Delilah membuatnya bisa menyelam dasar kolam yang dingin hanya untuk mencari sebuah kalung.
James kembali teringat pada pembicaraan terakhirnya dengan Earth. Earth pasti sudah bisa melihat perubahan dari seorang James Harristian setelah kehadiran Delilah.
"Itu tidak mungkin kan? Tidak mungkin aku jatuh cinta padanya," gumam James pelan sambil meremas-remas lembut rambutnya yang masih lembab beberapa kali. James memegang kening dan kepalanya bergantian dengan kedua tangan mencoba mencari jawaban atas keanehan dirinya selama ini.
Sementara Delilah kembali dengan cepat ke kamar tamu tempatnya tidur sebelumnya. Ia menggenggam kalung itu di dadanya dengan perasaan berbeda. Setau Delilah, James bukan orang yang memiliki perasaan sama sekali, tapi kali ini ia malah melepaskannya.
Wajah Delilah sontak merona dan panas. Delilah kemudian memegang kedua pipinya dan bernapas cepat. Ia sedang mengatur detak jantungnya usai hampir berciuman dengan James sebelumnya.
"Tidak... dia pria jahat. Dia sudah membunuh Ayah." Delilah bahkan menepuk-nepuk pipinya beberapa kali agar sadar dari khayalan.
"Oh iya, aku harus buat pancake!" ujar Delilah sedikit memekik. Ia memakai kembali kalung tersebut dan keluar sambil berlari ke dapur.
Delilah tetap memegang janjinya untuk membuat pancake sebagai tanda terima kasih pada James yang sudah menemukan kalungnya. Tanpa bantuan siapapun, Delilah mengumpulkan bahan dan mulai mengolahnya.
Lordes mengintip dari balik pintu dapur tapi dilarang Grey untuk mendekat.
"Apa tidak apa membiarkan Nona Delilah memasak sendiri?" tanya Lordes setengah berbisik pada Grey sambil memperhatikan Delilah.
"Tak apa. Mungkin Nona Starley bisa membuat Tuan Harristian lebih tenang. Kita harus beri dia kesempatan, jika dia berbahaya, aku sendiri yang akan membunuhnya," jawab Grey masih terus membayangi gerak gerik Delilah.
James baru turun masuk ke dapur setelah Delilah hampir selesai menghiasi pancake dengan butter cream sederhana dan Strawberry. Kali ini ia sudah berpakaian santai dengan T shirt dan celana sweatpants. James duduk di depan konter dapur dan menunggu dengan sabar sampai Delilah berbalik dan menyajikannya sepiring pancake cantik yang mengundang selera.
"Aku membuatnya khusus untukmu, Tuan J. Semoga kamu menyukainya. Cobalah!" ujar Delilah sambil tersenyum manis menawarkan James makanan buatannya. James hanya memandang dengan ujung mata lalu mengambil peralatan makan yang disediakan Delilah di sebelah piring.
Ia memotong sedikit pancake dan memasukkannya ke dalam mulut. James mengunyah perlahan untuk merasakan enak dan lembutnya pancake itu. Tak hanya cantik, Delilah ternyata juga pintar memasak.
Delilah mengantisipasi pendapat James tentang masakannya. Ia tau jika James juga sangat pintar memasak jadi cukup khawatir tak memenuhi standar James sama sekali.
"Bagaimana?" tanya Delilah pelan takut-takut.
"Tidak jelek tapi tidak terlalu enak," jawab James berbohong. Sontak Delilah langsung manyun. James yang melihat wajah seperti itu menahan senyumnya mati-matian.
"Kenapa? Aku mengatakan kenyataannya. Kamu tidak suka pendapatku, coba saja makan pancake-nya!" ujar James santai lalu bersandar sambil melipat kedua lengan di dada. Delilah mendekat lalu mengambil garpu dan pisau berbeda kemudian menyicipi pancake buatannya dari piring James.
Delilah memasukkan potongan pancake itu ke mulutnya dan mengunyah lalu menatap James yang memberinya tatapan dingin seperti biasa. Rasanya tak ada yang salah, pancake-nya enak seperti biasanya.
"Enak... biasanya aku membuat seperti ini," ujar Delilah usai mengunyah. James menaikkan ujung bibirnya lalu bangun dari kursinya dan berputar masuk ke dapur.
"Kamu yakin bisa memasak?" tanya James berdiri di hadapan Delilah yang menyampingkan dirinya. Delilah mengangguk percaya diri. James mengatupkan bibirnya dan mengangguk dua kali.
"Kalau aku bisa membuat pancake yang lebih enak dari milikmu, maka perjanjiannya batal!" Delilah mengernyitkan kening.
"Tapi... kamu kan sudah berjanji untuk membebaskan utangku Tuan J!" sahut Delilah protes. James menaikkan alisnya.
"Kamu mau membayar utang dengan pancake? Yang benar saja!" Delilah langsung berubah manyun.
"Aku memintamu tidur denganku kamu tidak mau. Aku memintamu jadi bonekaku, kamu juga tidak mau. Aku menurunkan tawaranku menjadi membuat pancake bukan berarti aku akan membebaskan utang-utangmu, Candy. Itu adalah bayaran karena aku sudah mengambil kalungmu dari dalam kolam renang yang dingin, mengerti!" balas James panjang lebar dengan mata sedikit melotot.
Delilah hanya bisa manyun dan sedikit menunduk. James memang paling pintar menjerat Delilah, ia takkan pernah bisa lolos dari pria itu.
"Lalu perjanjian apa yang kamu maksudkan, Tuan J?" tanya Delilah akhirnya. James lalu berbalik ke konter dapur sambil bicara.
"Bukankah kamu harusnya memberi aku imbalan karena sudah mengambil kalungmu? Aku sudah melakukannya dan aku meminta pancake padamu, tapi pancake-mu biasa saja. Tidak sebanding dengan usahaku menyelam ke dasar kolam. Jadi... kamu masih berhutang imbalan padaku. Dan satu saat, aku akan menangihnya!" ujar James menyiapkan bahan membuat pancake.
Delilah menghampiri James sambil cemberut tapi kerut di wajahnya perlahan hilang saat melihat James mulai mengolah bahan-bahan tersebut menjadi adonan pancake.
Beberapa kali Delilah membuka mulutnya karena kagum dengan tangan James yang cekatan.
"Wah..." sahut Delilah tak sadar. James tersenyum tipis lalu menarik lengan Delilah untuk bergeser ke depan adonan yang sudah jadi dan siap di panggang. James yang tinggi berada di belakang Delilah yang lebih kecil darinya.
Tangannya menuntun tangan Delilah untuk membuat bentuk pancake sempurna di atas pan.
"Lakukan seperti ini!" tangan James memegang tangan Delilah lalu keduanya mengambil adonan dan menuangkannya ke atas pan.
"Ditekan sedikit," sambung James lembut sedikit berbisik sambil masih terus berkonsentrasi. Delilah pun demikian, ia bahkan tak sadar setengah dipeluk James dari belakang dengan posisi memasak bersama.
Tangan kiri James kemudian memperlihatkan pada Delilah seperti apa ia bisa membalik pancake dengan sedikit melemparnya. Delilah sampai bertepuk tangan melihatnya.
"Mau coba?" tanya James dan Delilah mengangguk antusias.
Suasana dapur jadi berubah manis dengan tawa kecil Delilah yang tak pernah dilihat James. Hal itu membuat James ikut tersenyum mengajarkan Delilah memasak. Ia ikut memperlihatkan caranya menambahkan toping agar pancake terlihat enak dan menarik.
"Menghidangkan makanan sama seperti melukis. Jika dia cantik, maka selera makan akan bertambah dan itu adalah nilai bagus untuk yang memasak. Itu sebabnya meng-garnish (menghias) makanan penting dilakukan," ujar James sambil menghias pancake buatannya.
"Aku lebih suka menambahkan es krim vanila atau krim dingin sebagai toping. Lalu beberapa berry atau strawberry untuk pemanis, kita juga bisa tuangkan coklat." Delilah membuka mulutnya melihat cara James menghias pancake sederhana menjadi sekelas makanan bintang lima.
James lalu mengelap sedikit merapikan tetesan coklat yang ia tuangkan sedikit. Lalu mengambil piring itu dan menghidangkan di sebelah pancake yang diberikan Delilah padanya sebelumnya.
Bagai bumi dan langit, kedua pancake itu begitu berbeda. Delilah jadi meringis malu dan tak berani menatap James yang tengah mengelap tangannya. James lalu duduk kembali ke kursinya semula dan menyuruh Delilah duduk di depannya.
"Cobalah," ujar James meminta Delilah untuk mencoba pancake buatannya.
"Tapi, pancakenya terlalu bagus. Sayang jika dimakan," jawab Delilah polos. James tersenyum tipis.
"Buat saja lagi besok. Ayo cicipi!" perintahnya lagi. Delilah lalu memotong perlahan dan memasukkannya ke dalam mulut. Ia spontan memandang James dengan wajah terkejut.
"Bagaimana?" tanya James lagi.
"Ini sangat enak," jawab Delilah setengah berbisik. James berusaha bersikap sebiasa mungkin meski dalam hatinya ia bahagia.
"Boleh aku memakannya, Tuan J?" tanya Delilah dan James mengangguk.
"Makanlah, itu untukmu," jawab James. Delilah langsung tersenyum antusias dan mulai memotong lagi pancakenya. Sedangkan James meneruskan menghabiskan pancake buatan Delilah sambil sesekali tersenyum tipis menatap Delilah yang begitu antusias menghabiskan pancake buatannya.
Tiba-tiba, ponsel James bergetar dan sebuah pesan khusus masuk. James mengambil ponselnya dan mengecek pesan tersebut. Matanya lalu naik menatap Delilah yang masih makan dengan senyuman. Sebuah pesan dari rumah lelang Dubrich tentang penawaran terbaru untuk gadis berambut pirang bermata biru topaz dan berusia 21 tahun, membuat James lalu menatap Delilah dan berhenti makan.
James hanya perlu menekan icon hijau untuk melanjutkan penawaran. Delilah lalu menaikkan pandangan dan ikut menatap James dengan sebuah senyuman. Kini James ragu, apakah ia harus melanjutkan kebiasaannya atau tidak.