Grietta kini sedang mondar mandir sembari memegang ponselnya, beberapa kali dia menelfon arial tapi belum ada jawaban, grietta tau makan malam masih 9 jam lagi tapi entah kenapa grietta merasa ada yang tidak beres dengan kekasihnya itu, beberapa kali dia mengirimkan whatsapp tapi tidak ada balasan sama sekali, dan kini tidak ada satu panggilan telefon pun yang dijawabo oleh arial.
nana yang melihat grietta yang sudah hampir setengah jam mondar mandir kini mulai lelah dengan tingkah sahabatnya itu "cukup!!!" teriaknya membuat grietta langsung menatap heran sahabatnya itu
nana pun menarik grietta duduk di sebelahnya "kamu gak capek dari tadi kesana-kamari kayak setrikaan rusak? aku aja yang ngeliat aja capek ta, ya ampun" ucapnya kesal
grietta masih menatap sahabatnya itu, tak lama dia menghela nafasnya kasar "ini loh arial, dari semalem gak ada kabarnya, aku kan jadi khawatir ntar kayak waktu itu dia di rampok, duh gimana dong na" kata grietta yang masih sibuk mencoba menghubungi arial
"mungkin tadi malam ketiduran kali dan sekarang mungkin dia masih kerja, kan kamu yang undang dia buat makan malam kan, mungkin dia masih ngebut kerjanya supaya sempet ikut makan malam nanti" ucap nana menenangkan
grietta pun mencoba untuk berfikir positif tapi tetap saja tidak bisa,tidak mendengar suara arial satu hari rasanya sudah membuatnya menggila, pikirannya kini penuh dengan kemungkinan-kemungkinan terburuk yang akan terjadi
nana yang melihat sahabatnya itu pun mulai berfikir apa yang harus di lakukan, nana pun teridiam untuk beberapa saat, lalu dia pun beranjak dari tempat duduknya, "ayo" ajaknya sembari mengulurkan tangannya pada grietta
grietta mengerutkan alisnya "kemana?" tanyanya
"ikut aja, jangan cerewet" nana pun menarik tangan grietta, lalu mengambil mantel musim dingin yang tergantung di dekat pintu, dan tak lupa kunci mobil
nana pun mengajak grietta keluar rumah untuk sekedar menenangkan pikirannya, mobil yang mereka kendarai melaju dengan kecepatan pelan, jalanan cukup licin hari ini karena semalam turun salju, setelah sekitar 15 menit berkendara akhirnya mereka sampai di sebuah kedai kopi,
grietta dan nana pun masuk lalu memesan 2 gelas hot latte, lalu mereka pun duduk dengan membawa pesanan mereka, nana memilih tempat duduk tepat di samping jendela agar bisa melihat pemandangan dari luar
nana masih memandang grietta yang masih terlihat cemas "udahlah ta, paling dia masih sibuk, gak usah terlalu berlebihan, lagi pula kalau dilihat-lihat arial gak mungkin macem-macem ta"
"bukan masalah itunya, gak tau kenapa ya na, aku ngerasa ada yang aneh aja dari arial, kadang aku bisa lihat kalau dia orang yang jujur, tapi ada suatu waktu aku ngerasa dia juga nyembunyiin sesuatu dari aku" kata grietta
"mungkin perasaan kamu aja kali ta, tapi bisa juga lagian kalian baru aja deket, langsung jadian lagi, apa gak terlalu buru-buru ya ta, kamu gak takut gitu dia bakalan ngelakuin sesuatu yang buruk ke kamu?" kini suara nana yang terdengar khawatir
grietta kembali memandang ke luar jendela "kalau itu kurasa tidak, aku percaya padanya na, dan itu sudah janjiku" tegas grietta
***
arial kini tengah bersiap-siap, dengan setelan serba hitam dia pun mulai melangkahkan kakinya keluar apartmentnya, malam ini akan menjadi malam penting untuknya, walau sudah pernah melakukan ini berkali-kali akan tetapi tetap saja dia harus melakukannya tanpa cacat sedikit pun
arial memasuki mobil SUV miliknya, menaruh beberapa perlengkapannya di jok belakang mobilnya, tak lupa dia membawa baju ganti karena seingatnya dia harus pergi makan malam bersama grietta dan keluarganya
arial menyalakan mesin mobilnya dan keluar dari basement apartmentnya, melaju dengan kecepatan sedang, saat berkendara dia medengar bunyi getaran dari ponselnya, dilihatnya ternyata grietta,
semenjak semalam arial sama sekali tidak membalas satu pesan pun dari gadis itu, dan sekarang dia sengaja tidak mengangkat telpon dari grietta, bukan karena apa, dia hanya merasa menjadi arial yang lain saat ini,
sisi gelap arial yang berkuasa hari ini, bukan arial yang di kenal oleh grietta, jujur saja ada rasa mengganjal dalam hati arial saat berbohong tentang siapa dirinya saat ini, tapi keadaan harus tetap begini demi kebaikannya juga grietta
arial harus tetap menjaga grietta agar tak disentuh oleh ayahnya, bahkan mungkin sang ayah kini sedang mencari tau lebih dalam tentang arial saat ini, tapi tetap saja arial tidak akan membiarkan ayahnya menyentuh grietta
dan kalau benar terjadi maka sesuatu yang buruk pasti akan terjadi, dan kalau saja grietta tau siapa dirinya sebenarnya maka, lebih baik arial terkubur jauh di dalam tanah ketimbang melihat wajah kecewa grietta
sudah 30 menit arial berkendara, dan sampailah dia di sebuah gedung kosong di pinggiran kota, waktu menunjukan pukul 3 sore dan arial harus bersabar untuk menunggu waktu ibadah malam natal tiba,
resiko misi kali ini cukup besar, karena arial bisa kapan saja tertangkap, tapi tenang ayahnya tidak mungkin memberinya misi yang berat tanpa adanya bantuan
arial kini menaruh Snipernya tepat di lantai paling atas gedung berlantai 6 tersebut, lalu dia mulai menyetel arah sniper, melihat apakah perhitungannya sudah benar, kali ini snipernya mengarah pada sebuah gereja yang berjarak sekitar 1200 meter dari gedung itu , dan kebetulan Benjamin Asher akan menyampaikan kotbahnya di sana,
setelah dirasa pas, dia pun terduduk sembari menekan sebuah nomer di ponsel jadulnya "semua sudah siap, dan misi kali ini akan berjalan sesuai rencana, ku harap kau siap dengan bala bantuan kalau saja ini meleset dari rencana" ucapnya
"kau jangan khawatir, walau aku ini bukan ayah yang baik tapi aku tidak akan membiarkan anakku terbunuh" arial memutar bola matanya jengah mendengar perkataan ayahnya, dan dia pun langsung menutup sambungan telponnya
waktu terus berjalan, dan akhirnya waktu sudah menunjukan pukul 7 malam, masih ada sekitar 30 menit untuk bersiap karena Benjamin akan berkotbah sekitar 30 menit lagi.
arial kembali mengecek posisi snipernya, dan dia juga memastikan bahwa dirinya tak terlihat, setelah menurutnya sudah pas, dia pun bersiap di lihatnya benjamin sudah menaiki altar, arial pun menunggu saat yang tepat,
setelah menunggu sebentar, dia melihat benjamin pun melipat tangannya untuk berdoa dan saat itu juga di tariknya pelatuk pada sniper itu, dan "DOR!" ucapnya
dan dilihatnya peluru itu menembus kaca jendela dan mengenai tepat kepala banjamin, dengan senyum puas, arial segera bergegas pergi dari gedung tersebut,
arial bisa mendengar teriakan orang-orang yang berada dari dalam gereja, arial pun masuk ke dalam mobil SUVnya dan bergegas pergi dari sana, tidak lupa dia juga membersihkan jejak-jejaknya saat disana tadi,
mobilnya melaju dengan kecepatan sedang agar tidak ada yang curiga dan benar saja baru beberapa mill dia meninggalkan tempat itu polisi sudah mulai berdatangan,
arial pun berkendara untuk kembali ke apartmentnya, selain memasukan beberapa barang, dia juga harus mengganti mobilnya, sebenarnya rencana awal dia ingin berganti baju di mobil tapi dipikirnya kembali mungkin masih ada waktu untuk kembali
arial pun memasuki apartmentnya, dengan cepat dia menyimpan semua senjatanya, melepas sarung tangan dan mengganti bajunya,
kini arial memakai setelan kemeja dipadukan dengan celana formal membuatnya menjadi sosok arial yang grietta kenal
arial pun turun ke pakiran dan membawa volvonya seperti biasa, dan tenang dia juga sudah membawakan beberapa hadiah yang akan di berikan untuk keluarga grietta sesuai dengan permintaan grietta, dan di kantung coatnya dia sudah menyiapkan sebuah gelang yang akan di berikannya pada grietta, tidak lupa juga dia menyiapkan sebuket bunga untuk grietta sebagai permintaan maaf
malam ini cukup ramai karena ini malam natal,dan salju juga turun tapi tak begitu deras, arial mengemudi dengan hati-hati,
tak lama dia pun sampai di rumah om gading dengan membawa beberapa papper bag dan sebuket bunga mawar merah
arial memencet bel yang ada disana dan benar saja grietta yang membuka pintu dengan tatapan yang memicing.. "kau menyebalkan" saapanya
arial menatap grietta dengan pandangan memelas "maafkan aku hmm" kata arial sembari memberikan sebuket bunga mawar merah
grietta masih diam, hingga suara pak bagus membuatnya menoleh "siapa griett?" tanya pak bagus yang berjalan menuju pintu depan
lalu langkahnya terhenti saat melihat pria yang datang dihadapan putrinya, tatapan tak terbaca diiringi suara yang agak sedikit terkejut "kau?!"
"apa yang sebenarnya kau sembunyikan? bisakah aku mengetahuinya? apa boleh aku tau sisi lainmu? jangan takut aku tidak akan meninggalkanmu, bukankah aku sudah berjanji"
-Grietta Edelweis Raharjo-
"sekali lagi, tangan ini mencabut nyawa yang lain, tapi janjiku padamu, dengan tanganku yang penuh darah ini aku akan melindungimu sepenuh jiwaku hingga nanti jiwaku pergi bersama mereka yang siap menghukumku"
-Arial Abimanyu-