grietta sedang mengemasi barang-barangnya, dia memasukan beberapa pakaian ke dalam kopernya, hanya perjalanan 2 hari membuatnya tidak terlalu banyak mengemasi barang-barangnya, lalu ia mengepack obat-obatannya kedalam pil organizer, setelah dia rasa cukup grietta segera menutup kopernya dan menaruhnya di dekat meja nakasnya
kini direbahkannya tubuhnya, dan ia tidak bisa menahan senyumannya, rasa bahagia yang membucah membuatnya menjadi seperti orang gila, liburan bersama arial ke Las Vegas dan diizinkan keluarga, ini seperti mimpi untuknya,
baru kali ini ia benar-benar di bebaskan untuk menjalani hidupnya, walaupun masih terikat dengan beberapa peraturan tentang kondisinya, akan tetapi tidak masalah selama ini masih dalam batas wajar,
memiliki arial dalam hidupnya seperti mimpi menjadi kenyataan, karena arial begitu menyanyangi dan menjaganya, serta selalu membuatnya bahagia,
tidak ada lagi alasan grietta untuk tidak bertahan hidup, karena dia sudah memiliki semua yang dia inginkan,
tidak disangka liburan iseng yang direncanakannya menjadi suatu jalan ia bertemu dengan seseorang yang mungkin sudah lama ia tunggu, ingin rasanya ia mempercepat malam menjadi pagi, ia benar-benar tak sabar ingin segera bertemu arial
pak bagus yang sedari tadi memperhatikan grietta dari depan kamarnya hanya bisa diam, kebimbangan muncul dalam benaknya, ia sama sekali tidak menyangka putrinya bisa berhubungan dengan salah satu pembunuh bayaran yang cukup terkenal di dunianya
ia hanya berharap putrinya tidak masuk dalam bahaya yang mungkin saja akan datang mengancam nyawanya
pak bagus mengambil ponselnya menggeser layar ponsel pintarnya itu untuk mencari sebuah nomer yang ingin dia hubungi setelah itu ia menekan dial, tal beberapa lama seseoramg di sana mengangkat telfonnya, "bagaimana?" tanya pak bagus tanpa basa-basi, seseorang di sana bebicara dan pak bagus hanya mengangguk mengerti, "bisa kau percepat, aku hanya ingin memastikan ia aman" pintanya lalu pun langsung menutup sambungan telfonnya setelah mendapatkan kepastian
"jangan kau libatkan putrimu dalam hal berbahaya gus" suara ibu rienne membuat pak bagus menoleh ke sumber suara itu
pak bagus tersenyum miring, "apa pernah aku melibatkan anak-anak dalam setiap hal yang kita lakukan nyonya raharjo?" tanyanya
ibu rienne mendengus "itu yang selalu aku harapkan, dan bisa kah kita kembali ke kamar, jangan sampai grietta menyadari kalau kau sedari tadi ada di depan kamarnya"ia pun beranjak menjauh dari kamar grietta di susul pak bagus yang pasrah mengikuti perintah istrinya
tak lama setelah kepergian pak bagus dan ibu rienne, gilang dan guntur pun berjalan menuju kamar grietta, tanpa mengetuk pintu mereka pun langsung menyerobot masuk ke dalam kamar grietta
"ta, kita perlu bicara" suara guntur yang sedikit melengkin membuat grietta kaget dan langsung terbangun dari tempat tidurnya
"astaga!!! kakak!!! kalau masuk ketuk-ketuk pintu dulu bisa???" grietta menatap kedua kakaknya itu sebal
"kami sudah mengetuk tapi kamu saja yang tidak dengar" ucap gilang santai
grietta memutar bola matanya bosan "hmm, jadi apa maksud kalian berdua ke kamarku tengah malam begini" tanyanya
gilang dan guntur saling menoleh satu sama lain, lalu guntur mengeluar sebuah botol semprotan, kemudian memberikannya pada grietta "ini" ucapnya
grietta pun menerima botol semprotan itu lalu mengamati botol tersebut "apa ini?" tanyanya bingung
"semprotan merica" jawab guntur
mendegar penuturan kakaknya grietta pun terbelalak kaget lalu mengerutkan alisnya "untuk apa ini?"
"jaga-jaga, kalau nanti arial macam-macam sama kamu, nah langsung kamu semprot pakai ini" ucap guntur
grietta pun tertawa kencang saat kakaknya menjelaskan tentang kegunanan semprotan ini, gilang memang sedikit ragu akan idenya guntur tapi memang masuk akal sih semua yang di jelaskan guntur, kalau saja si arial macam-macam tinggal di semprot aja, tapi satu sisi gilang juga berfikir, mana mungkin arial menyakiti sang adik
"buat apa kak, lagian mana mungkin arial berani macam-macam sama grietta, duh kak gilang kok bisa punya adik macam kak guntur sih" grietta masih tertawa saat melihat wajah polos guntur
"sudah ku bilang kan, kamu sih bloonnya kelewatan" ucap gilang sembari menoyor kepala guntur
"eh ini demi keselamatan, kak gilang gak ngerti ah!" protes guntur, dan gilang pun hanya menggelengkan kepalanya heran, kenapa juga punya adik yang pikirannya di atas normal
grietta yang sedari tadi memperhatikan interaksi kedua kakaknya itu pun tersenyum senang, ia mengerti maksud kedua saudaranya itu tapi satu sisi ia yakin bahwa arial tidak akan menyakitinya, "sudah-sudah, gini aja untuk menghargai pemberian kak guntur, aku terima deh, ini aku simpan di tas backpack aku ya siapa tau nanti berguna" katanya yang langsung menaruh semprotan merica itu ke dalam tasnya
guntur pun langsung tersenyum senang saat adiknya itu menerima pemberiannya, "oh ya kalau si arial-arial itu berani macam-macam, kakak gak akan tinggal diam ya, pokoknya dia harus bawa kembali kamu pulang dalam keadaan lengkap"
"ya ampun kak guntur lagian arial itu bukan tukang jagal tapi pacar aku" protes grietta
"oh ya griett obat-obatan kamu sudah di bawa semua?" tanya gilang
grietta mengangguk "sudah kak, aku susun di pil organizer biar lebih gampang minumnya" gilang pun mengelus pucuk kepala adik kesayangannya itu,
"ya sudah, istirahat sana biar besok gak terlalu capek pas perjalanan" guntur menyudahi percakapan malam itu, dan grietta pun langsung mematikan lampu kamarnya dan beranjak tidur
sedangkan arial kini tengah menatap file yang di kirimkan ayahya, matanya menatap nanar apa yang ada didepannya, sungguh dia mengharapkan file yang ia dapatkan ialah pekerjaan, tapi tidak, dia melihat potret seorang gadis yang beberapa minggu ini memenuhi pikirannya,
Grietta Edelwys Raharjo, nama yang membuatnya menjadi sosok yang berbeda saat bersama gadis itu arial seakan mendapatkan kehidupannya lagi,
"bisa-bisanya tua bangka itu menguntitku!" arial pun mengambil ponselnya, dia mencari nomer darius di dalam ponsel pintarnya, tapi sebelum ia menelfon yang di tunggu pun menelfon duluan,
"apa maksudmu?!" tanya arial tanpa basa-basi
"apa?" darius hanya menjawab sekenanya
"apa kau menguntitku?"
"tidak, bukankah perjanjian kita masih berlaku, ku rasa aku bukan tipe orang yang bisa ingkar janji"
"jangan berbohong!! atau akan ku bocorkan semua pada ibu"
terdengar suara helaan nafas di sebrang sana "aku tidak berbohong! aku menelfonmu karena ibumu bilang dia meninggalkan beberapa masakan di dalam kulkas dan panaskan jika kau ingin memakannya"
arial pun langsung menuju kulkas di dapurnya dan benar saja ibunya memasak beberapa makanan dan di taruhnya di dalam wadah kaca yang tertutup
"sebenarnya ada apa denganmu, bisa-bisanya kau menuduhku dengan tuduhan palsu" kata darius
"bukan apa-apa, kita bicara lagi nanti, sampaikan salamku pada ibu dan rena" arial pun memutuskan sepihak panggilannya
dia pun duduk di bar mini miliknya, "kalau bukan darius lalu siapa?"
malam itu arial tidak bisa memejamkan matanya sedetik pun, pikirannya penuh dengan pertanyaan-pertanyaan tentang siapa yang mengirimkan ini semua, dan apa maksud dari semua ini..
"tidak masalah tubuhku bersimbah darah asalkan jangan sekali pun kau menyentuh hal yang sudah menjadi milikku, maka aku akan melakukan hal yang lebih sadis dari apa yang kau lakukan padaku"
-Arial Abimanyu-