grietta dan ibunya saat ini sedang menikmati secangkir cokelat panas di ruang keluarga, semua orang sedang keluar hari ini kecuali pak bagus yang saat ini masih terlelap, salju di san fransico masih saja menggunung, walau natal sudah lewat satu hari tapi cuaca dingin masih menusuk sampai ke tulang,
ibu rienne menyesap perlahan coklat panasnya "griet, kamu yakin menjalin hubungan dengan seorang yang baru saja kamu kenal? mama senang bisa lihat kamu lebih bahagia sekarang, tapi jujur saja mama masih sedikit takut dan khawatir arial akan menyakitimu" ucapnya
grietta tersenyum mengerti ucapan ibunya itu "mama gak usah khawatir, arial jagain grietta kok, dan grietta percaya arial gak akan nyakitin grietta" ucapnya yakin
"oh ya griet, mama belum sempat tanya tentang keluarganya arial, sepertinya dari gelagat arial dia sangat menutup diri tentang keluarganya"
grietta pun terdiam, diingatnya kembali dia memang tidak pernah membahas tentang keluarga arial, hanya pernah sekali dia bertanya tentang foto yang tergantung pada kaca mobil arial, dan arial hanya menjawab seadanya, semenjak itu grietta tidak pernah bertanya lagi karena takut arial punya kenangan buruk tentang keluarganya,
"griet, grietta, kok diam?" ibu rienne pun mengguncang pelan pergelangan tangan grietta
grietta pun tersadar dari lamunannya "enggak mam, aku cuma lagi inget aja, arial sepertinya memang tidak pernah membahas tentang keluarganya, hanya sekali aku pernah tanya tentang foto yang tergantung pada kaca mobilnya, dia hanya menjawab itu ibu dan adiknya, tapi setelah itu arial mengalihkan pembicaraan"
"dia tidak menjelaskan lebih lanjut tentang itu, grietta hanya takut dia punya kenangan yang buruk tentang keluarganya, makanya grietta tidak bertanya lebih lanjut" lanjutnya
"coba kamu tanyakan griett, kalian sekarang sudah menjalin hubungan, dan kejujuran itu penting dalam hal ini, seburuk apapun kejujuran itu tetap harus dikatakan" kata ibu rienne
grietta mencoba mengerti maksud ibunya itu "iya ma, nanti ya kalau ada waktu yang pas, grietta akan tanya sama arial tentang itu" ucapnya
kini ibu rienne mengambil tangan grietta lalu mengelusnya pelan "nak, kamu bertahan ya, mama tau kondisi kamu sekarang, mama dan papa sedang berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan donor hati yang cocok untukmu, begitu juga dokter dino sedang mengusahakannya, jadi mama mohon bertahan ya nak, mama masih mau lihat senyuman di wajah grietta" kata ibu rienne yang matanya kini sudah mulai berkaca-kaca
grietta pun menatap ibunya dengan sayang lalu perlahan dia membalik posisi tanganya dan kini dia yang menggenggam tangan ibunya itu "grietta janji ma akan bertahan, bukan hanya keluarga yang menjadi alasan grietta untuk bertahan tapi sekarang ada arial, dan aku sudah janji sama arial bahwa akan tetap bertahan sampai grietta bisa dapat donor hati yang cocok"
ibu rienne tersenyum lalu memeluk anaknya itu "makasih nak , mama senang dengarnya, mama sayang banget sama kamu griet" katanya,
grietta pun membalas pelukan ibunya itu "grietta juga sayang mama"
sementara di apartement arial,
pria itu baru saja membuka matanya, dibukanya gorden kamarnya menggunakan remote, di lihatnya cuaca hari itu,salju masih saja menggunung, "aku benci salju" gumamnya dengan nada yang masih mengantuk
saat dia ingin melanjutkan tidurnya lagi, suara bel pintunya berbunyi beberapa kali membatnya ingin mengumpati siapa yang menganggunya pagi ini, aria pun mengumpulkan niatnya untuk turun dari tempat tidur, dilangkahkan kakinya perlahan menuju suara bel itu berasal
dengan nyawa yang sepenuhnya belum terkumpul dia pun langsung membuka pintu tanpa melihat dulu dari lubang pintunya "siapa sihh!" katanya sembari membuka pintu rumahnya
"arial!!!!" suara itu membuatnya langsung membuat sepenuhnya sadar, dia langsung membulatkan matanya terkejut, dan dia masih diam mematung seakan tidak mengerti situasi yang sedang berjalan saat ini
"arial abimanyu" ucapnya lagi membuat arial sedikit menyadarkan dirinya
"i-ibu" katanya dengan nada yang terbata-bata
wanita yang disebut ibu itu pun hanya memicingkan matanya marah, "kamu hanya menyuruh ibu berdiri disini? tidakkah kamu menyuruh ibumu ini masuk hmm?"
"anita, jangan memasang wajah seperti itu, wajar anak mu tidak tau kalau kau datang hmm" sebuah suara yang familiar membuat ibu dan anak itu menoleh secara bersamaan
"k-au!" teriak arial dengan alis yang dikerutkan
"beraninya kamu memanggil ayahmu dengan panggilan seperti itu!" ibu anita pun mencubit perut arial yang membuatnya sedikit memekik kesakitan
"aargg ibu sakitt" mendengar suara arial yang sedikit meninggi ibu anita pun melepaskan cubitannya lalu tangannya bersindekap di depan dadanya seakan meminta putranya itu meminta maaf
"sorry ayah" ucapnya dengan senyuman terpaksa, rasanya lidahnya terlalu kaku untuk mengatakan itu dalam hatinya dia mengumpati lelaki itu yang tersenyum penuh kemenangan
"kakak tidak menyuruh kami masuk" rena pun memunculkan kepalanya di balik punggung sang ibu membuat arial tersenyum senang, sudah lama dia merindukan adik kesayangannya itu
"oh ya,masuk-masuk" kata arial sembari merangkul erat pundak ibunya di susul rena dan darius di belakangnya
sebenarnya otaknya masih mencerna semua yang terjadi pagi ini, kenapa keluarganya tiba-tiba saja datang tanpa pemberitahuan, dan bisa ditebak ini ulah siapa, tentu saja kalau bukan ayahnya
"kenapa mama dan rena bisa di sini?" tanya arial
ibu anita yang baru saja duduk pun mendengus kesal, lalu dengan perasaan yang masih kesal ibu anita melemparkan bantalan kursi yang ada di dekatnya pada arial "ibu yang mau tanya malah, kenapa kamu berbohong?"
arial yang tak menghindar dari lemparan sang ibu itu sedikit terhuyung karena bantal itu langsung mengenai kepalanya, lalu dia mengerutkan alisnya bingung "maksud ibu aku berbohong tentang apa?"
"kenapa berbohong tentang kamu yang ternyata ada di sini bukan di afagistan sana, kenapa gak bilang kalau sudah balik, dan kenapa gak nemuin ibu dan rena malah asik tidur disini?" rentetan pertanyaan ibu anita membuat arial sedikit lega, karena ternyata ibunya masih tidak tau tentang pekerjaan dia yang sebenarnya
melihat anaknya yang tiba-tiba mematung membuat ibu anita kembali melemparkan bantal kursi dan langsung membuat arial kembali tersadar "ibuu, cukup lama-lama kepala arial gegar otak gara-gara ibu lempar terus" sahutnya kesal
"kamu gak jawab pertanyaan ibu" kata ibu anita dengan santainya
arial menghela nafasnya "satu-satu bu tanyanya arial bingung mau jawab yang mana"
"gampang, dari pertanyaan pertama sampai yang terakhir" ibu rienne tersenyum dengan mengerikannya
arial memutar bola matanya jengah "okee! satu arial baru balik 2 hari yang lalu sebelum natal, dua arial capek bu, dan yang ketiga arial belum pesen tiket ke indonesia, lagian ini masih libur natal bu susah cari tiketnya" jawab arial
"Alesan! bilang aja lupa hmm" celetuk rena yang memasang muka meledeknya
"kamu ssstttt!!!" arial menunjuk adiknya itu dan di balas dengan lidah rena yang menjulur keluar
"benar itu kata rena, kamu cuma alasan aja kan, bilang aja kamu udah lupa sama ibu sama rena, yang kamu kabarin cuma ayah kamu aja, pikiran ibu sudah kemana-mana kalau kamu gak ada kabar, lagian kamu juga mau aja di suruh ke daerah konflik, seharusnya kamu tolak dong, cari yang dimarkas aja" ucap ibu anita yang wajahnya mulai memelas dan matanya mulai berkaca-kaca
arial melihat itu pun langsung mendatangi ibunya dan memeluknya, sang ibu pun sudah tak bisa menahan air mata yang sudah menggenang di pelupuk matanya, kini ia sesenggukan di pelukan arial, kerinduan seorang ibu yang tak tertahankan, arial pun juga tak bisa menahan kerinduannya, setetes air mata lolos dari matanya yang indah, dan dengan sayangnya dia menepuk pelan pundak ibunya, mencoba menenangkan wanita yang disayanginya itu
rena yang melihat itu juga tidak bisa menahan air matanya, jujur dalam hati rena dia juga merindukan kakak laki-lakinya itu dengan sesenggukan rena pun berdiri di hadapan kakak dan ibunya yang sedang berpelukan saat ini
"rena kok gak di peluk, kan rena juga kangen kakak" katanya
dengan senyuman arial dan ibu anita membentangkan tangannya dan mereka bertiga saling berpelukan, sedangkan darius hanya menatap drama yang sedang berlangsung di hadapannya saat ini, sesekali mendengus karena istrinya terlalu banyak berdrama, tapi satu sisi dia merasa bangga bisa menjadi ayah yang baik untuk rena dan arial dengan mempertemukan mereka
andai saja waktu bisa di putar dia juga tidak ingin menjadikan arial seorang pembunuh berdarah dingin, tapi keadaan yang memaksanya, dendam masa lalu yang membuat darius abimanyu menampilkan sisi kejamnya,
akan tetapi di hadapan rena dan anita dia tidak pernah menampilkan sisi gelapnya itu, di hadapan teman-temannya darius di kenal yang paling kejam bahkan dia tidak pernah menampilkan bahwa dia sangat menyayangi keduanya di depan teman-temannya juga arial.
biarkan dia di kenal sebagai sosok yang mengerikan, asal keluarganya bisa hidup dengan tenang dan bahagia,
"karena ini masih suasana natal bagaimana kalau kita makan bersama, ibu akan memasak makanan kesukaanmu" ucap ibu anita yang menghapus titik-titik air mata yang masih tersisa di pipinya
arial mengangguk setuju "rena bantuin ibu ya" sahut rena dengan riang dan di setujui oleh ibu anita
"darius, aku pinjam mobil, aku mau ke supermarket untuk belanja beberapa bahan makanan" katanya pada dairus
darius pun tersenyum lalu mengangguk dan megeluarkan kunci dari saku celanan tidak lupa sebuah kartu debit "belanjalah yang banyak jangan lupa untuk isi kulkas anakmu ini tidak ada apapun yang bisa di masak kecuali mie instan" darius melirik kearah arial
"baiklah, ayo rena, aku pergi dulu ya" ibu anita dan rena pun beranjak pergi keluar apartment arial
kini tersisa arial dan darius, aura dingin menyeruak ke seluruh ruagan, pertanyaan yang ingin arial ingin katakan sudah berada di ujung lidahnya, saat dia ingin bertanya sang ayah pun memulai dengan menjelaskan kenapa rena dan ibunya ada di san fransico saat ini
"maaf aku tidak memberitahumu terlebih dahulu" ucap darius yang kini duduk di sebelah arial
"hmm apa alasanmu membawa mereka" tanya arial
"kau tidak menemuiku, makanya aku langsung membawa mereka kemari, lagi pula aku kasihan dengan ibumu yang kadang menangis karena merindukanmu"
arial mendengus dengan apa yang baru saja dilontarkan ayahnya itu "sejak kapan ada kata kasihan dalam kamusmu? dan alasanku tidak menemuimu hanya malas saja, aku sedang lelah dengan pekerjaanku"
"sebenarnya aku ingin menemuimu karena ingin membicarakan tentang ibumu yang ingin bertemu" bohong darius, sebenarnya dia ingin membicarakan tentang grietta tapi mengingat hari ini keluarga mereka sedang berkumpul, darius tidak ingin menyulut amarah putranya itu
"aku kira tentang pekerjaan, oh ya terimakasih sudah membawa ibu dan rena, tapi lain kali bisa kah kau memberitahuku supaya aku siap dengan setiap pertanyaan yang ibu lontarkan. kepalaku hampir pecah untuk mencari alasan, kau tau ibu bukanlah orang yang bodoh, yang tadi itu hanya karena dia sangat merindukanku, makanya dia tidak bertanya lebih lanjut"
"baiklah" jawaban darius membuat arial sedikit kesal, dia sudah menjelaskan panjang lebar dan ayahnya hanya menanggapi seadanya, membuat arial mendengus kesal lalu meninggalkan sang ayah yang saat ini terduduk sambil menonton televisi yang baru saja dinyalakannya
"orang yang aneh" gumamnya sambil melepas baju dan boksernya menuju kamar mandi
"sepahit apapun kenyataannya nanti setidaknya kamu sudah mengatakannya dengan jujur"
-Rienne Mutia Ayu-