Chereads / Aluna's First Love Story / Chapter 36 - Rumah Mertua (Part 2)

Chapter 36 - Rumah Mertua (Part 2)

***

Dengan perasaan jengkel, Aluna tetap menyiapkan sarapan untuk keluarga dan suaminya dibantu Alena. Sepanjang kegiatan mereka di dapur, Aluna hanya diam tanpa berkata apapun. Akhir-akhir ini, terlebih sejak insiden ketidaksengajaan tersebut, Aluna banyak melakukan hal-hal yang sebelumnya tidak pernah ia lakukan.

Berbohong, mengeluh, marah. Itu semua jarang sekali terjadi di kehidupan Aluna sebelumnya. Tapi sekarang?. Aluna bahkan sudah banyak membohongi orang tuanya. Dia juga sudah mempermainkan kesucian pernikahan. Entahlah, untungnya Aluna masih tetap memiliki keyakinan bahwa semua ini pasti ada hikmah dan pelajarannya. Pasti itu.

"Ambu kemana Lan?" tanya Aluna ketika melihat si bungsu keluarga pak Hasan tengah duduk di meja makan tak jauh dari dapur.

"Lagi jagain rumah bu Siti" ucap si bungsu tanpa menoleh, sibuk membaca. Entah apa yang dibaca, Aluna juga tidak tau pasti.

Mendengar jawaban dari adiknya. Aluna sedikit mengerutkan dahi. 'Kenapa rumah bu Siti harus ambu yang jaga?' batin Aluna, "Memangnya kenapa Lan?, kenapa ambu sampai jagain rumahnya bu Siti?" Aluna kembali bertanya.

"Itu teh, bu Siti kesakitan tadi habis sholat subuh, sepertinya udah waktunya lahiran. Teteh kan tau bu Siti cuma tinggal sama suaminya, jadinya ambu yang jagain rumah bu Siti karena bu Siti dengan suaminya ke rumah sakit. Kata ambu si bentar lagi pulang" jawab Alana panjang lebar menjelaskan.

"Hmmm..., baiklah ka.."

"Selamat pagi", kalimat ini memotong kalimat Aluna.

Mendengar suara yang sudah tak asing itu, membuat Aluna hanya menahan nafas. Ia berusaha menenangkan diri dalam hati agar tak emosi. Aluna tak mau, emosi menguasai dirinya.

"Pagi kang" ini suara Alana.

"Kamu lagi apa sayang?", seketika Aluna bergidik. Bagaimana tidak, Zaedan tiba-tiba memegang kedua sisi pinggang Aluna dan meletakkan dagunya di atas bahu sebelah kanan milik Aluna. "Hmmm...., harum sekali masak ini, akang sudah tak sabar ingin merasakannya sayang", setiap kalimat yang keluar dari mulut Zaedan bagai racun berwujud madu bagi Aluna.

'Pria ini pandai sekali dalam bersandiwara, bisakah dia mendapat penghargaan kategori aktor terbaik sepanjang masa!' batin Aluna

Untuk kesekian kalinya, Aluna mengumpat dalam hati. Padahal wanita ini sebelumnya sangat menjahui yang namanya perilaku seperti itu. Mencaci, memaki, berkata kasar, bukanlah sifat Aluna. Ia sangat memilih untuk menjauhi golongan kalimat-kalimat tersebut.

Tapi, entahlah. Mungkin Aluna sedikit kesal karena Zaedan sampai hati memfitnah nya di depan orang tua Aluna sendiri. Aluna juga manusia, dia bukan malaikat atau wanita di sinetron yang taunya hanya memaafkan.

"Kang, ada Alana di sini. Tolong dikondisikan" gumam Aluna pelan. Seketika Zaedan menarik tubuhnya menjauh. Dia beranjak duduk mendekati Alana, 'Cih, ini hanya drama wanita bodoh. Jangan terlau percaya diri, kalau bukan karena aku tak mau di cap sebagai suami yang buruk. Aku juga tidak sudi menyentuh tubuhnya yang mungkin sudah kotor itu' batin Zaedan.

"Cie...cie..cie" Ada cekikian kecil dari bibir mungil milik Alana.

"Alana lagi ngapain?" tanya Zaedan basa basi.

"Baca biografi kang"

"Wah, bagus. Bacaannya bermanfaat, ya sudah akang naik ke atas dulu ya, mau mandi". Tanpa berbasa basi lagi, Zaedan langsung melangkah naik ke atas.

Melihat hal tersebut, Aluna juga bergegas untuk naik ke lantai atas. "Len, selesaikan ya, teteh mau naik ke atas dulu", titah Aluna.

"Siap atuh teh", balas Alena.

Aluna segera menaiki anak tangga. Alena yang melihat hal itu hanya tersenyum penuh arti.

***

Krek...

Aluna masuk dan langsung duduk di tepi ranjang karena menyadari Zaedan sedang dalam kamar mandi.

Setelah beberapa waktu menunggu, pintu kamar mandi pun terbuka. Terlihat sosok laki-laki tampan dengan rambut sedikit kecokelatan, mata hazel, hidung mancung, bulu mata lentik dan panjang, alis tebal, dan dagu sedikit terbelah. Sungguh bak malaikat. Namun siapa sangka ada setan dalam tubuhnya.

"Mengapa kau ikut masuk?, kau mau melihat tubuh indah ku?, cih!" tatapan Zaedan sinis dan merendahkan.

"Saya tidak ada maksud apapun kang, saya di sini hanya ingin menanyakan beberapa hal dn saya juga ingin menegaskan beberapa hal pula" jawab Aluna dengan tenang. Sekarang, pikir Aluna untuk mengahadapi tingkah aneh Zaedan ini harus tenang dan jangan mau terlihat lemah. Ia sudah cukup merasa salah langkah kerena mengikuti permainan konyol Zaedan. Lihatlah, baru 1 hari. Masalah sudah datang lagi.

"Wah-wah, apa hak mu untuk mengatur ku?, ingat kau menikah dengan ku karena apa!, masih punya cukup keberanian untuk mengatur!. Suara Zaedan tidak tinggi, namun terasa pedas di telinga.

"Bukan begitu kang, saya hanya ingin mengingatkan kepada akang untuk bersikap yang sewajar nya saja ketika di depan keluarga, tidak usah seperti apa yang akang lakukan di dapur" jawab Aluna.

"Memangnya mengapa?, kau tidak suka?, atau kau hanya pura-pura tidak suka?, bahkan kau menginginkan lebih? dasar munafik!" lagi-lagi hanya kalimat pedas yang keluar. Sungguh paras tampan ternodai dengan perkataan.

"Sudahlah, saya malas untuk berdebat. Yang jelas saya hanya ingin mengingatkan. Dan satu lagi, mengapa akang tega memfitnah saya di depan abah?" jawab Aluna. Meski ia berusaha untuk tidak menangis, namun tetap saja air mata lolos dari pelupuk mata.

"Memangnya apa yang aku katakan kepada abah mu" jawab Zaedan santai, ia bahkan berjalan mengambil pakaian.

"Apa tujuan akang memfitnah saya dengan mengatakan bahwa saya tidak menjawab pertanyaan akang terkait mau kemana saya pagi tadi" jawab Aluna. Aluna bukannya tak geram. Dia sangay geram, namun berkat didikkan orang tuanya ia masih bisa menahan rasa sakit di hati sampai detik ini.

"Oh itu, ya hanya untuk menyelamatkan diri ku saja. Siapa suruh kau pergi tak bilang-bilang, seharusnya kau meninggal memo agar ketika aku ditanya aku bisa jawab. Sehingga orang tidak curiga", lidah dan mulut Zaedan pandai sekali merangkai kata-kata, bahkan rasa bersalah pun tidak ada.

"Huhhh..." ada tarikkan nafas panjang -"baiklah, kali ini masih saya maafkan. Tapi untuk kedepan saya belum bisa menjamin" jawab Aluna dingin. Melihat sikap Zaedan yang seperti itu membuat ia semakin merasa tak dihargai.

"Cih!, lihatlah, sekarang kau juga sudah pandai mengancam. Ingat, kau itu gadis miskin. Tubuh mu saja masih bisa ku beli" ada senyum mengejek tertampil di wajah Zaedan.

"Cukup kang!. Bisakah tidak berbicara kasar dan menyakitkan. Cukup tingkah akang saja yang seperti itu, jangan dilengkapin dengan kata-kata lagi" jawab Aluna dengan bibir sedikit bergetar, ia memegangi dadanya dan kembali berkata "dan cepat singkirkan barang haram itu dari rumah ini!, seumur-umur, rumah ini tidak pernah dimasukki barang haram!, tapi akang sangat tega. Baru satu hari disini, tapi sudah lancang mengotori rumah orang!" akhirnya satu kalimat pedas juga terlontar dari mulut Aluna.

Seketika Zaedan merasa tertampar, ia terdiam. Setelah berpakaian, ia segera melakukan apa yang diperintahkan Aluna. Ada sedikit rasa penyesalan dalam hatinya setelah mendengar kalimat terakhir dari Aluna dan ditambah ekspresi gadis itu saat mengucapkan kalimat tersebut.

***

"Teh, ingat. Mertua juga merupakan orang tua, jadi perlakukan nyoya Melinda dan tuan Yudistira layaknya teteh memperlakukan abah dan ambu" ini nasihat sang ayah. hari ini hari yang sangat sedih bagi pak Hasan dan bu Ros, mereka harus merelakan 1 anak gadis mereka di bawa orang, yah itu memang sudah kodratnya. Seorang istri harus mengikuti kemana pun suami berada.

"Bener teh, jadilah istri dan menantu yang berbakti. Ingat, istri yang berbakti kepada suami akan dijanjikan surga oleh yang Maha Kuasa" bu Ros menimpali.

Mereka semua berpelukkan, mencurahkan rasa resah yang membuncah. Yah, hari ini Aluna kembali pulang ke Jakarta. Mulai hari ini ia akan tinggal di rumah keluarga besar Akbara. Setelah sarapan dan berbenah rumah, Aluna dan Zaedan pamit untuk pulang.

Baik Alena, Alina, maupun Alana sama. Mereka juga merasa kehilangan sosok panutan. Yah meski masih ada di muka bumi ini, tapi kondisinya sudah pasti berbeda bagi mereka. Sehingga mereka juga merasa kehilangan. Teteh mereka pasti tidak bisa lagi terlalu fokus pada mereka.

Aluna tak mampu berkata-kata. Setiap kalimat yang ia dengar dari abah, ambu, dan ketiga adiknya hanya dibalas anggukan kepala.

Setelah melakukan serangkaian acara perpisahan. Mobil BMW 8i berwarna putih melaju meninggalkan rumah keluarga pak Hasan.

Keluarga hanya bisa melihat mobil mewah itu hilang dari pandangan dengan perasaan yang berkecamuk. Satu anggota keluarga sudah menjadi bagian dari orang lain.

***

Author butuh support ini, caranya gampang

1. Jangan Lupa sedekah Power Stone (PS) setiap hari

2. Masukkan cerita ini ke koleksi kalian ya

3. Beri review yang baik dan positif

4. Komentar positif dan membangun

5. Share cerita ini kepada orang-orang terdekat kalian

Cerita ini tidak akan berkembang tanpa dukungan kalian semua....