Mentari telah muncul di ufuk sebelah timur. Embun pagi masih terasa menyejukkan. Setiap orang memiliki kegiatan masing-masing. Ada yang bersiap-siap pergi ke sekolah, bekerja, atau hanya bersiap untuk melayani anggota keluarga.
Seperti halnya rumah yang berada di kawasan perumahan elit ini. Rumah bergaya romawi modern tengah disibukkan oleh para pelayan yang sedang menyiapkan sarapan.
•
•
Mata dengan pupil hitam menatap penuh tubuh yang terbaring di depan. Perasaan bingung menerpa si pemilik mata tersebut. Bingung untuk melalukan apa.
Kaki jenjang dengan kulit putih mulus mulai mengusung langkah. Jarak antara keduanya semakin menipis.
Ketika sudah sampai di tepian kasur, tangan mungil mendarat pada punggung terbuka tersebut. "Kang...bangun", dan seketika tubuh dengan kulit kecokelatan menggeliat. "Kang...ayo bangun, sebentar lagi terang, akang belum sholat" tangan mungil tetap pada tempatnya. Bahkan goncangan tersebut semakin menjadi-jadi.
Setelah cukup lama, akhirnya usaha membuahkan hasil. Tubuh tinggi nan tegap itu duduk seketika, mata hazel menyapu pandangan. Setelah mata bertemu mata, tanpa ada kata yang terucap, pemilik mata hazel bergegas ke kamar mandi.
Melihat hal tersebut, Aluna segera keluar dan pergi menuju dapur.
***
"Bi Aini.." seketika yang dipanggil kaget bukan main. Saat tubuh itu mencari sumber suara yang berasal dari arah belakang, bola mata melotot. Tak percaya dengan apa yang dilihat sekarang. Seorang nona muda pagi-pagi hari sudah rapi dan pergi ke dapur?. Sungguh luar biasa.
"I...i..iya non" wanita bernama bi Aini itu menjawab sambil menundukkan kepala, "Ada yang diperlukan non, bibi bisa ambilkan" lanjut bi Aini.
"Oh tidak...tidak", Aluna sedikit menggeleng "Saya hanya ingin berbicara sebentar sama bi Aini...em...emm...apa bibi punya waktu sekarang?" Aluna berbicara dengan nada pelan. Kata hati Aluna menuntun ia untuk mencari sesuatu yang selama ini ia cari, meski ia pun tak yakin dengan hal itu.
Mendengar ucapan dari nona muda, sekali lagi mata bi Aini terbelalak. Apa dia tak salah dengar?, nona muda ingin berbicara dengan dirinya?. Sungguh?. "Jika hanya sebentar tak masalah non. Tapi...., bagaimana jika setelah sarapan...., bibi harus cepat-cepat menyiapkan sarapan sebelum tuan dan nyonya berada di meja makan" ucap bi Aini tak enak hati.
"Em...., baiklah bi, Aluna paham kok" Aluna tersenyum, melihat bi Aini yang merasa bersalah juga membuat hati Aluna tak enak. "Kalo begitu Aluna naik ke atas dulu ya bi, mau menyiapkan keperluan kang Zaedan" Aluna bergegas kembali ke kamar.
Bi Aini yang melihat kepergian Aluna hanya menampilkan senyum tipis. Ada rasa senang di hati wanita 40 tahunan itu. Oh tidak...tidak, bukan hanya bi Aini, tapi semua pegawai di rumah ini sangat senang mendapati nona muda sebaik Aluna.
Meski Aluna baru tinggal beberapa hari, namun semua orang dapat menilai bahwa gadis itu memiliki karakter dan kepribadian yang baik.
Entah apa kebaikkan tuan muda di masa lampau, hingga ia bisa mendapatkan istri sebaik dan secantik nona Aluna. Pikir mereka.
***
Krek....
Setelah pintu terbuka, terlihat seorang pria tengah beribadah. Meski ibadahnya terkesan cepat dan setengah hati. Tetapi entah mengapa terasa sejuk melihat pemandangan tersebut.
Aluna buru-buru menuju ke sisi kiri. Masuk ke dalam sebuah ruangan dan mengambil setelan jas berwarna biru dengan dasi motif bergaris berwarna senada.
Setelah Aluna keluar, dia sudah melihat suaminya tengah duduk ujung kasur. Mata hazel menatap Aluna dengan datar dan dingin. Akan tetapi Aluna tak merasa takut sedikit pun. Entahlah, mungkin gadis itu sudah mampu beradaptasi dengan perlakuan Zaedan.
"Aku sakit.." kalimat itu keluar begitu saja dari bibir seksi yang menggoda. Namun nada suara konsisten dingin dan datar.
'HAH...' "..."
Langkah Aluna terhenti, ia merasa sedikit canggung dan diterpa rasa bingung. 'Sakit..?, perasaan tadi suhu tubuhnya normal-normal saja', batin Aluna.
Seperti mengetahui kata hati Aluna, Zaedan kembali bersuara, "Kepala ku sakit. Sepertinya aku tidak ke kantor hari ini..." sambil terus-terusan memegang kepala Zaedan pergi ke ruang pakaian.
Aluna masih mematung, ia bingung harus bagaimana. Jika memang benar suaminya itu sakit, jadi dia harus melakukan apa?. Toh cuma sakit kepala. Pikir Aluna.
Zaedan sudah rapi dengan pakaian santai. Celana pendek berbahan jeans dan kaos oblong abu-abu seketika mengubah tampilan Zaedan seperti remaja. Padahal sudah tua.
Tut...tut..tut..
["Ya bos..?"]
["Hari ini aku izin, kepala ku sakit dan aku ingin beristirahat di rumah"], setelag mengatakan hal tersebut, Zaedan langsung menutup telpon. Ia lalu menuju kasur dan berbaring dengan kondisi tengkurap.
•
•
"..."
Di lain sisi, Roby tampaknya dibuat terkejut oleh atasannya tersebut. Pagi-pagi saja sudah bertingkah aneh pikir Roby. Yang lebih mengagetkan, apa katanya tadi?. Sakit..?, sejak kapan makhluk aneh bin ajaib itu mengenal sakit.
Namun mau bagaimana lagi, Roby sudah paham betul sikap Zaedan. Ia hanya bisa pasrah karena harus merombak beberapa jadwal pertemuan hari ini. Sungguh menyebalkan.
•
•
Kembali ke kamar tuan muda keluarga Akbara.
Aluna yang masih mematung menarik perhatian si mata hazel untuk meliriknya. "Kenapa kau masih berdiam diri di situ..!, cepat ambilkan aku sarapan, hari ini kita sarapan di kamar saja" setelah mengatakan hal tersebut, Zaedan kembali memendamkan wajah di balik selimut.
Segera Aluna beranjak menuju ruang makan.
•
Dan sesampainya di ruang makan, Aluna melihat tuan besar dan ibu mertua sudah duduk di sana. Melinda menyambut kedatangan Aluna dengans senyum hangat. Sedangkan tuan Yudistira hanya terlihat biasa saja.
"Di mana brandalan itu nak?" baru saja Aluna tiba di dekat meja, kalimat tanya ini terlontar dari mulut pria tua itu.
"Papa...", ada suara tak terima keluar dari mulut Melinda.
"Sudahlah...!" sergah tuan Yudistira.
"Em...kang Zaedan sakit kek..., ini Aluna mau mengambilkan sarapan untuk kami berdua" jawab Aluna ragu-ragu.
"Heh...." ada sedikit senyum sinis mucul di wajah tua tersebut, "Sakit apa..?, tidak biasanya" tanya Yudistira curiga.
"Sakit kepala kek.., Kang Zaedan juga izin ke kantor tadi, dan sekarang sedang rebahan kembali..em..mungkin kepalanya benar-benar sakit" jawab Aluna.
"Hmm..., ya sudah nak, kamu naik saja ke atas. Nanti biar bi Cici atau bi Aini yang mengantarkan sarapan" jawab Melinda, ia sengaja menyudahi percakapan ini. Jika dilanjutkan bisa-bisa tambah panjang.
Meski sebenarnya Melinda juga merasa heran, tapi ia tak mau ambil pusing. Mungkin saja putranya itu benar-benar sakit. Toh Zaedan juga manusia kan bukan makhluk astral. Jadi wajar kalo dia sakit. Begitulah kira-kira pemikiran Melinda.
•
•
Setelah kembali ke kamar, Aluna merapikan kamar. Mulai dari menaruh pakaian kotor ke dalam keranjang sampai merapikan kamar mandi. Meski ada asisten rumah tangga. Tetapi Aluna tetap ingin mengerjakan sendiri.
Tak lama berbenah kamar. Pintu kamar diketuk.
Aluna lantas membuka pintu dan terlihatlah sosok wanita yang tadi pagi ditemuinya. Bi Aini memandang Aluna dengan senyum ramah, wanita itu masuk sambil membawa nampan berisi menu sarapan untuk dua orang.
Setelah itu, bi Aini buru-buru keluar dari kamar. Karena memang tuan muda tidak suka kamar nya dimasukki orang lain ketika ia sedang berada di kamar tersebut. Terlebih saat ini tuan muda sedang istirahat dan sakit.
Setelah merasa bi Aini telah keluar. Zaedan bangkit dari persembunyiannya dan beranjak menuju sofa. Ia sejenak melirik Aluna dan mengisyaratkan istrinya untuk duduk bersama nya.
Melihat hal itu Aluna segera menuruti keinginan sang suami dan ikut duduk bersama sembari menyantap makanan di depan. Baru beberapa suap makanan masuk ke dalam mulut, Zaedan bersuara, "Hari ini tidak usah ke mana-mana, temani aku dan rawat aku sampai sembuh".
Uhukk...!!
Mendengar hal itu Aluna seketika tersedak. 'Apa katanya..?', Aluna tidak salah dengarkan?.
Tentu tidak, karena pendengaran Aluna masih baik-baik saja. Tapi, mengapa suaminya berbicara seperti itu?.
"Kau dengar tidak...!" suara bentakkan tersebut menyadarkan Aluna dari lamunannya.
"A...ap..apa kang?" tanya Aluna gugup.
"Apanya yang apa?" Zaedan justru berbalik bertanya.
"Eh..., em...maksud saya.., benar akang ingin saya merawat akang?".
"Memang kenapa?, kau tak mau..!".
"Eh..,bu..bukan begitu" Aluna semakin gugup.
"Lalu...".
"Em..." Aluna tampak berpikir, 'Aduh padahal hari ini sudah janji mau ketemu Riko, katanya ada yang ingin ia tunjukkan. Aduh ingkar janji kalau jadi seperti ini' Aluna merutuki dirinya yang sudah membuat janji kepada sahabatnya itu.
'Dia pasti ingin bertemu lelaki itu. Heh..!' batin Zaedan.
"Kenapa, kau keberatan?, atau kau ada acara hari ini..?" tanya Zaedan sembari sesekali memasukkan sisa makanan yang ada di piring.
"Em.., iya kang. Saya sudah ada janji hari ini, jadi tidak enak jika langsung membatalkan begitu saja" Aluna menjawab dengan sedikit menunduk.
"Batalkan saja, bilang kepada orang yang ingin kau temui jika kau tidak bisa datang karena harus merawat suami mu" jawab Zaedan santai. Bisa juga dia berbicara se santai itu.
"Tapi..., saya juga harus ke kampus untuk melengkapi berkas administrasi untuk wisuda kang" Aluna kembali mencari alasan. Tapi memang benar adanya, gadis itu harus ke kampus.
"Sudahlah, masalah itu serahkan kepada Roby. Biar dia yang mengurusnya bersama orang-orang di kampus" lagi Zaedan bisa sesantai itu berbicara.
'Katanya sakit kepala, tapi kok bisa bersikap santai seperti ini?'.
***
Author butuh support ini, caranya gampang
1. Jangan Lupa sedekah Power Stone (PS) setiap hari
2. Masukkan cerita ini ke koleksi kalian ya
3. Beri review yang baik dan positif
4. Komentar positif dan membangun
5. Share cerita ini kepada orang-orang terdekat kalian
Cerita ini tidak akan berkembang tanpa dukungan kalian semua....
Ingat...
1. Power Stone (PS)
2. Jadiin koleksi bacaan
3. Review ceritanya
4. komen
5. share
Follow ig author untuk dapat info-info terupdate
@pemujakhayalan