"Lun..., nanti besok siang ikut mama ke butik ya..." ajak Melinda
"Baik ma..., tapi... kalau boleh tau untuk apa lagi ya ma..?, bukannya kemarin sudah fiting baju..?" tanya Aluna dengan hati-hati
"Mau cari baju buat mama, kakek, dan kedua orang tua kamu Lun. Ah iya, sama adik-adikmu juga" jawab Melinda sambil tersenyum. Wanita 40 tahunan itu kembali berucap, "Kapan wisudanya sayang...?".
"Empat hari lagi ma.."
"Hah..., kenapa rasanya cepat sekali.."
"Iya ma, jadwalnya dimajukan.."
Mendengar hal itu, Melinda hanya menganggukkan kepala, cangkir di atas meja sudah terangkat dan siap untuk mendarat di bibir nyonya Akbara.
Udara sore hari terasa sangat menenangkan. "Kau tahu nak.." kalimat ini terjeda akibat adanya tarikan nafas yang amat dalam. "Momen seperti ini yang mama inginkan..., momen seperti ini yang mama tunggu" tatapan menerawang tertangkap jelas dari sudut pandang Aluna.
Aluna sedikit mengerutkan dahi, ada rasa penasaran dalam diri gadis cantik itu. Terlebih melihat bagaimana cara sang mertua berbicara dan menatap, terlihat sarat akan makna. "Momen yang bagaimana mana..?" tanya Aluna dengan nada lembut, ia berusaha untuk dapat menjadi teman curhat wanita 40 tahunan itu.
Melinda menoleh ke arah Aluna, senyum sayang yang umum diberikan oleh sang ibu kepada anaknya tercetak jelas di wajah. Tak mau kalah, Aluna juga membalas dengan senyum terbaik miliknya. Setelah cukup puas menatap wajah menantunya, lengan Melinda menarik bahu Aluna dan membawanya dalam dekapan hangat. Puteri Yudistira mencium lama pipi sebelah kanan Aluna.
"Ada apa ma..?" Aluna tampaknya sedikit paham, ada sesuatu yang ingin Melinda bagi padanya.
Namun Melinda menggeleng, jemarinya mengusap air mata yang tersisa di sudut mata. Kemudian pipi mulus milik Aluna juga mendapat usapan lembut, sambil tetap tersenyum Melinda bersuara "Tidak ada apa-apa..." sejenak terhenti lalu memeluk Aluna kembali, "Hanya saja mama rasanya sangat bersyukur bisa mendapat menantu seperti kamu.." ada senyum getir terpatri di wajah seseorang, terlebih mendengar ungkapan tulus dari seorang ibu. 'Bersyukur...?, menantu seperti apa sampai nyonya Melinda harus bersyukur memiliki dirinya...?, apa kalimat ini juga akan tetap keluar dari mulut Melinda jika dia tahu hal sebenarnya..?', rentetan pertanyaan muncul dalam setiap ruang di kepala. Aluna semakin merasa bersalah.
***
"Langsung pulang bos...?" tanya Roby.
Zaedan hanya menganggukan kepala, pria itu mengangkat bokongnya hingga tubuh tegap berdiri lalu mengusung langkah meninggalkan ruangan.
Roby hanya menggelangkan kepala mendapat respons dari sang bos. Roby segera mengikuti arah perginya Zaedan. Kedua pria dengan paras tampan menyusuri lorong menuju ke arah lift.
Saat setelah keduanya masuk ke dalam lift, Zaedan membuka mulut dan bertanya "Apa persiapan pesta kedua sudah selesai..?".
Roby sejenak mengerutkan dahi, tapi agaknya dia paham apa yang dimaksud oleh bosnya. "Sekitar 85% bos, tinggal menyebarkan undangan dan memesan souvenir sebagai cinderamata bagi tamu undangan".
Zaedan hanya mengangguk kecil sambil tetap fokus dengan gawai di tangan. Mata hazel menatap penuh layar di telepon pintar, sesekali ada sedikit senyum samar di wajah. Roby yang awalnya diam akhirnya dibuat penasaran. Pria dengan jas berwarna hitam menilik sedikit ke arah benda yang dipegang oleh Zaedan. Namun dengan posisi seperti itu sedikit membuat Roby kewalahan. Roby memutuskan untuk kembali menatap ke arah depan, ia takut ketangkap basah telah mengintip aktivitas yang sedang dilakukan si bos.
Ting...,
Lift terbuka dan keduanya langsung ke luar, Zaedan masih fokus dengan sesuatu yang ada di dalam gawai miliknya. Entahlah, sepertinya ada sesuatu yang sangat menarik perhatian lelaki bermata hazel itu. Sambil mengusung langkah, jempol di tangan kanan tak henti-hentinya menggeser layar gawai.
Buk...!!
Suara benturan yang cukup keras menarik perhatian sebagian orang untuk melihat. Semua mata yang menatap seketika membelalak, apa yang mereka lihat merupakan suatu hal yang sangat langka. Terlihat Zaedan sedang terduduk di lantai dengan tangan kiri mengusap pelan bokong, sepertinya ia merasakan sakit yang cukup luar biasa. Hal tersebut dapat dilihat dari ekspresi wajah yang meringis.
Roby yang melihat pun segera menghampiri Zaedan dan menyapu pandangannya ke arah karyawan yang melihat kejadian memalukan itu. Seketika Roby memancarkan aura menakutkan dengan tatapan tajam menusuk. Dengan tergesa-gesa seluruh karyawan yang mendapat tatapan mematikan itu segera melanjutkan aktivitas masing-masing.
Setelah dirasa tidak ada yang melihat, Roby kembali menatap Zaedan yang sudah berdiri namun masih sedikit meringis kesakitan. Melihat itu Roby hanya menggelengkan kepala, ia tak habis pikir bagaimana bosnya itu bisa bertingkah sebodoh ini. Hal memalukan semacam tadi seharusnya tidak boleh terjadi, terlebih Zaedan merupakan pimpinan tertinggi di perusahaan, bagaimana mungkin tingkah konyolnya jadi tontonan banyak orang?.
***
Mobil BMW 8i berwarna putih melaju pesat di jalan raya, suasana di dalam sunyi senyap seperti tak ada tanda kehidupan. Roby fokus melajukan kereta besi itu sedangkan sang bos tetap terfokus ke arah gawai miliknya. Hal penting apa yang sedari tadi terlihat di dalam benda pipih itu, pikir Roby.
Semenjak kehadiran sang nona muda, Roby merasa tingkah Zaedan semakin aneh. Zaedan memang aneh dari dulu dilihat dari kaca mata Roby, tapi saat ini terlihat semakin mengerikan, akut. Apakah perilaku aneh terkategori penyakit mematikan?, contohnya Kanker?, yang mana memiliki tahapan atau stadia (staidum)?. Jika iya, mungkin tingkah aneh Zaedan sudah masuk ke tahap stadium akhir. Ih sungguh mengerikan.
Namun meski demikian, Roby merasa juga senang dengan kehadiran nona muda bernama Aluna itu. Roby yakin Aluna bisa membantu Zaedan keluar dari masa kelam atau trauma masa lalu. Aluna bisa menjadi penawar untuk hati Zaedan yang bermasalah. Meski keyakinan Roby itu tak mencapai 100% sebab ia tahu bosnya orang yang keras kepala.
Mobil pun sudah menapaki kawasan perumahan elit di ibu kota, terlihat rumah megah namun dengan gaya klasik berdiri megah. Roby segera memberhentikan mobil di plataran, membuka pintu dan keluar bersama Zaedan.
Zaedan bukanlah tuan muda yang manja di mana harus ada yang membukakan pintu mobil untuknya. Keturunan Akbara tak diajarkan hal-hal semacam itu, selagi anggota tubuh masih lengkap maka harus digunakan semaksimal mungkin sebagai tanda syukur kepada Sang Maha Kuasa. Begitulah wejangan para tetua keluarga Akbara dari masa ke masa.
Cklek..!
Pintu belakang terbuka dan tampaklah pemandangan yang dapat menjadikan suasana haru biru. Dua orang kaum hawa beda usia terlibat obrolan hangat yang sangat mengesankan jika dipandang mata.
"Mama.."
Wanita yang dipanggil mama menoleh, wajah ayunya dapat terlihat dengan jelas. Seperti habis menangis, tapi rasanya bukan tangisan menyakitkan sebab ada senyum tulus terpatri di sana.
"Sudah pulang sayang." Zaedan menghampiri sang mama dan memeluk sejenak. Hal yang jarang ia lakukan, tapi tubuhnya terasa seperti biasa melakukannya.
Sedangkan sang mama tampak sedikit kaget melihat hal tersebut.
***
Author butuh support ini, caranya gampang
1. Jangan Lupa sedekah Power Stone (PS) setiap hari
2. Masukkan cerita ini ke koleksi kalian ya
3. Beri review yang baik dan positif
4. Komentar positif dan membangun
5. Share cerita ini kepada orang-orang terdekat kalian
Cerita ini tidak akan berkembang tanpa dukungan kalian semua....
Ingat...
1. Power Stone (PS)
2. Jadiin koleksi bacaan
3. Review ceritanya
4. komen
5. share
Follow ig author untuk dapat info-info terupdate
@pemujakhayalan