Mendengar tutur kata terakhir dari istrinya, Zaedan bungkam. Meski amarah di hati masih membara dan rasa yang awalnya kesal menjadi emosi masih tersisa. Akan tetapi mulutnya seketika seperti dikunci dan tak mampu membalas.
Melihat Aluna yang sudah berderai air mata menciptakan sedikit rasa tak nyaman di hati Zaedan. Ia segera masuk ke kamar mandi "Sudah..., jangan menangis lagi, kau mau kakek dan mama mendengar nanti" sergah Zaedan lalu menutup pintu kamar mandi.
Aluna luruh terduduk di lantai. Ini baru seminggu pernikahan mereka dan Aluna sudah mendapatkan banyak sekali kekerasan verbal [1] dalam rumah tangganya. Meski keduanya saling tak menginginkan. Tapi, pernikahan ini sah di mata hukum dan agama.
Setelah beberapa waktu, Aluna berusaha mengontrol diri dan bangkit dari duduknya. Dia bergegas menyiapkan pakaian untuk Zaedan sebelum lelaki itu keluar dari kamar mandi.
***
Telinga yang mendengar pertikaian itu semakin penasaran. Ini baru seminggu dan sudah ada sesuatu yang sangat tidak pantas. Bukannya di masa-masa awal merupakan masa paling bahagia. Kenapa sudah seperti ini, apa keduanya memang menginginkan sebuah pernikahan ini?. Atau ada sesuatu di balik itu semua?.
Pertanyaan demi pertanyaan bermunculan dalam setiap ruang di kepala, memuncul rasa keingintahuan yang lebih.
Bergegas orang yang tak sengaja mendengar perselisihan turun ke lantai bawah. Tak mau satu di antara orang di dalam mengetahui keberadaannya.
•
•
Krek....
Tubuh tegap dan kekar itu melihat punggung mungil yang masih bergetar, sudah pasti pemilik tubuh itu sedang menahan tangis agar tak pecah.
Entah dapat bisikan dari mana. Sisi baik dari Zaedan memerintahkan dirinya untuk berbuat sesuatu.
Tangan kekar itu berada di pundak yang bergetar. Merasa tidak mendapat respon seketika tubuh lebar dan kekar menarik tubuh mungil Aluna dalam pelukkan.
Dapat Aluna rasakan dada bidang itu sangat kokoh, seperti dinding tebal yang kuat. Hangatnya pelukkan disertai aroma maskulin yang semerbak.
Dengan kondisi bertelanjang dada, Zaedan mendekap erat tubuh mungil yang masih mengeluarkan isak tangis dengan volume kecil.
Zaedan juga tak habis pikir, mengapa ia sampai emosi seperti itu hanya hal-hal sepele. Dengan tenang Zaedan berkata "Sudah jangan menangis lagi, kau ingin orang lain tau pertengkaran kita, hmm?" tanya Zaedan, nadanya terkesan dingin, tetapi tidak terdengar tajam.
Memori di kepala secara otomatis me-reka ulang kejadian beberapa waktu silam. Zaedan yang menutup mata seketika melotot lalu berdiri. "Sudah! jangan menangis lagi, cepat pergi bersihkan diri mu, sebentar lagi makan malam, jangan sampai mata bengkak mu kelihatan" Zaedan bergegas mengambil pakaian di atas kasur lalu pergi ke closet room.
Setelah berusaha meredam emosi, Aluna bergegas ke kamar mandi dengan mata bengkak dan memerah.
***
Kesibukkan di dapur masih sama seperti biasa, tidak ada yang istimewa untuk makan malam hari ini. Setelah berbagi hidangan tertata dengan semestinya. Dua anggota keluarga mulai duduk. Tuan Yudistira masih setia menunggu, ia beralih pandang ke arah Melinda lalu berkata "Kemana mereka?".
"Emm..., sepertinya masih siap-siap pa", Melinda langsung berdiri dan kembali berkata "Biar Melinda naik ke atas untuk mengecek". Setelah mendapat anggukan kepala, Melinda bergegas naik.
Tok...tok..tok..
"Zaedan....Aluna..."
Krek...
Setelah pintu terbuka, Zaedan berdiri di ambang pintu sehingga kondisi di dalam tidak mudah terlihat dari luar. "Ada apa ma?" tanya Zaedan, namun setelah menyadari kedatangan ibunya, Zaedan kembali bersuara "Maaf kalo mama dan kakek sudah menunggu, sebentar lagi Zaedan dan Aluna segera turun" Zaedan tersenyum.
"Tidak ada sesuatu yang terjadi kan nak?" tanya Melinda dengan tatapan curiga.
"Tentu tidak..".
"Hm..., baiklah cepat turun.!" titah Melinda
"Siap mom" Zaedan sedikit menggoda, namun ibunya tak merespon sama sekali. 'Tak biasanya', batin Zaedan.
Melinda berbalik badan dan segera pergi dengan rasa yang semakin tak nyaman. Sebenarnya apa yang disembunyikan oleh Zaedan. Putranya itu sering tidak ada di rumah sehingga susah sekali untuk bertemu dan berbicara.
***
Malam itu acara makan malam berjalan lancar, bahkan saat makan penutup pun tak ada kata yang terucap seperti biasanya.
"Dan.... temui kakek di ruang kerja sekarang" Zaedan yang baru saja ingin naik ke atas langsung berhenti mendengar ucapan perintah dari ibunya.
Tanpa bertanya lagi, Zaedan langsung pergi dan meninggalkan Aluna yang berjalan pergi ke arah berbeda.
•
•
Pintu kayu itu terbuka. Terlihat tuan Yudistira tengah membaca sebuah buku dengan kaki kanan di atas kaki kiri. Zaedan masuk perlahan lalu duduk di depan kakeknya.
Tuan Yudistira menutup buku dan meletakkannya di meja lalu mata tua bertatap mata dengan mata hazel di depan, "Apa yang terjadi!", kalimat yang keluar sudah dapat diprediksi. Rahang yang diselimuti kulit keriput menegang. Sangat terlihat jelas.
"Tidak terjadi apa-apa.., hanya sedikit pertengkaran rumah tangga, bukankah hal tersebut wajar?" Zaedan malah berbalik melempar kalimat pertanyaan.
"Memang wajar...., tapi tak wajar jika terjadi untuk pasangan yang bahkan belum 1 bulan menikah!" kalimat tajam nan dingin disertai mimik wajah curiga.
"Apanya yang tidak wajar..!, apa tidak wajar jika suami cemburu dengan istri yang berselingkuh!" kini kalimat sarkas tersebut muncul dengan ekspresi marah.
"Jangan berbicara omong kosong..! dan jangan mencari alasan yang tak masuk akal!" dada di tubuh tua naik turun tak beraturan, ada sedikit getaran di tubuh. Tapi tidak membuat lelaki itu tampak menyedihkan.
Yudistira mengambil nafas panjang lalu bertanya dengan suara yang dalam dan dingin "Cepat katakan apa yang sebenarnya terjadi!" matanya kembali menatap tajam, "Jangan buat malu keluarga brandal, kau membuat gadis manis itu tersiksa! sampai matanya bengkak seperti itu!" kini tuan Yudistira tidak lagi duduk, ia sudah berdiri sembari menunjuk cucu satu-satunya dengan tongkat kayu di samping kanannya.
Zaedan menengadahkan kepala dan menatap penuh kakeknya, "Zaedan tak mengada-mengada, memang benar Aluna berselingkuh" dia terdiam sejenak sembari menunduk, "Setelah selesai sidang skripsi..dia makan bersama seorang pria, dan....huh...yang lebih parah dia berlama-lama di post satpam bersama Juna. Apalagi kalo bukan selingkuh" kalimat terakhir disertai tatapan tajam ke arah Yudistira.
"Jangan terlalu cepat mengambil keputusan!, apakah kau sudah mengecek kebenarannya?, dan apa kau sudah mendengar penjelasan dari istri mu?" tuan Yudistira masih tak percaya dengan semua yang keluar dari mulut Zaedan.
"Sudahlah.., kakek hanya ingin memberikan peringatan kepada kau untuk memperlakukan Aluna lebih baik kedepannya. Jangan berbuat kasar dalam bentuk apapun..!. Jika tidak kau yang akan menyesal.!" kalimat ancaman ini sedikit membuat hati Zaedan bergetar. Terlebih potongan kalimat terakhir.
"Sekarang pergi kembali ke kamar mu dan minta maaf dengan istri mu" titah tuan Yudistira dengan kembali mengambil buku yang sebelumnya dibaca.
"Selamat malam kek" Zaedan berdiri lalu beranjak pergi, 'Heh..meminta maaf?, jangan harap' batin Zaedan sembari mengusung langkah demi langkah.
***
Author butuh support ini, caranya gampang
1. Jangan Lupa sedekah Power Stone (PS) setiap hari
2. Masukkan cerita ini ke koleksi kalian ya
3. Beri review yang baik dan positif
4. Komentar positif dan membangun
5. Share cerita ini kepada orang-orang terdekat kalian
Cerita ini tidak akan berkembang tanpa dukungan kalian semua....
Ingat...
1. Power Stone (PS)
2. Jadiin koleksi bacaan
3. Review ceritanya
4. komen
5. share
Follow ig author untuk dapat info-info terupdate
@pemujakhayalan