Chereads / Aluna's First Love Story / Chapter 19 - Bertukar Cerita

Chapter 19 - Bertukar Cerita

1 Bulan kedepan.

Setelah pertemuan Zaedan dan Aluna di cafe mawar. Zaedan tidak pernah lagi menemui Aluna, ia juga sudah mengantongi semua informasi terkait Aluna dan keluarganya di Bandung. Sekarang Aluna sudah selesai dengan KKN dan seminggu lagi, untuk pertama kali dia akan bertemu dengan keluarga besar Akbara. Aluna pun sudah menceritakan semuanya kepada Zeze, Riko, Nabila, Nadine, Nela, dan Mita karena dia tidak mau semakin mempersulit keadaan.

**

"Assalamualaikum wr wb abah" ucap Aluna.

"Waalaikum salam wr wb teh, teteh apa kabar?, sudah lama tidak pulang. Abah sama ambu kangen" balas seseorang di seberang sana.

"Alhamdulillah teteh baik atuh Abah, usah khawatir. Gimana, abah sama ambu sehat?".

"Alhamdulillah sehat, ambu lagi pergi hajatan temannya jadi tidak bisa ngobrol sekarang" balas Abah.

"Gimana kuliah nya teh?".

"Alhamdulillah baik abah, 10 hari lagi teteh sudah masuk kuliah semester 7. Kemungkinan teteh sudah mulai menyusun skripsi" balas Aluna, ada senyum yang terukir di wajahnya. Meski lawan bicara tak dapat melihat.

"Sudah dulu ya bah, teteh mau pergi keluar dulu ada urusan, Assalamualaikum warahmatullahi wb".

"Waalaikum salam wr wb".

Percakapan via telpon pun berakhir.

Tiga minggu sebelumnya.

"Bagaimana Zaedan, kamu siap untuk bertemu dengan Zahwa. Cucu teman Alm. Nenek mu?", mata dengan lingkaran keriput di sekitar itu melirik ke arah kiri. Puding yang ingin disantap tak jadi masuk ke mulut.

"Hmm...Zaedan kan sudah bilang kalo Zaedan lagi sibuk kek, nggak punya waktu" balas Zaedan malas, ia memutar bola matanya. Inilah yang kadang membuat Zaedan enggan pulang ke rumah. Lelaki bermata hazel dengan rambut sedikit kecokelatan itu lebih memilih tinggal di apartemen. Keluarga Akbara, kakek dan mamanya selalu saja membahas sesuatu yang tidak ingin ia bicarakan.

"Hah kau ni, susah sekali diajak bicara baik-baik" sinis kakek. Suasana di ruang makan tampak sunyi. Para pelayan memang sudah merapikan meja yang terbuat dari batuan marmer tersebut. Hanya tinggal hidangan penutup. Sebab itu Yudistira mau berbicara di meja makan karena tidak lagi menyantap hidangan utama.

Keluarga ini punya beberapa aturan dalam setiap kegiatan. Termasuk saat berada di meja makan, hanya saat menikmati hidangan penutup saja para penghuni boleh berbicara sekedar obrolan ringan. Selain itu, tidak diperbolehkan.

"Baiklah, jika kakek memang memaksa. Kakek tunggu saja sekitar 1 bulan lagi" ada senyum menyeringai dari wajah Zaedan. "Akan ada tamu spesial di rumah ini" kalimat terakhir memgandung makna penuh arti.

"Siapa nak?" kini sang mama buka suara.

"Ada lah mah, pokoknya tunggu saja kehadirannya, dan selama itu pula jangan terus-terusan berbicara mengenai pernikahan. Huhh....seperti tidak hal lain saja yang harus dibicarakan" mata hazel memicing ke arah tuan besar keluarga Akbara. sinis di muka Zaedan sempat tertangkap, tapi berusaha ia alihkan.

"Hmm....baiklah. Jika itu mau mu, tapi kau harus menepati janji mu itu" titah kakek dengan tatapan tajam miliknya. Ungkapan Yudistira disertai anggukan kepala Melinda.

Zaedan hanya diam sembari tersenyum aneh. Ia pun sama, hanya menganggukkan kepala.

Cklek...,

"Selamat datang", sapa perempuan muda dengan kemeja dan rok memanjang berwarna senada.

Manusia yang di sapa hanya tersenyum sembari mengusung derap langkah menuju ke suatu tempat.

"Assalamualaikum wr wb, selamat siang tuan" ucap Aluna sembari menarik kursi untuk duduk.

"Waalaikum salam. Huh..., kau ni selalu saja terlambat", ada mata memicing dengan senyum merendahkan.

"Hehehehe", namun balasan yang diterima bertolak belakang. Aluna mengusung gerakan bibir dan berucap, "maaf tuan, tadi abah saya telpon jadi saya bicara dulu dengan beliau".

"Hmm...".

"Ini tuan surat kontrak nya, saya sudah memutuskan untuk mengikuti permainan tuan. Sepertinya Tuhan mengizinkan saya untuk terlibat dalam hal ini" ucap Aluna, jari mungil menggeser sebuah amplop putih di atas meja ke arah Zaedan.

Beberapa hari sebelumnya.

"Astaghfirullah, hah.hah.hah" Aluna terbangun dari tidurnya, sambil terengah-engah, Aluna mencoba menstabilkan diri.

"Heeemmm...., ada apa Lun. Kamu mimpi buruk lagi ya sampai teriak histeris seperti itu" tanya Mita. Sudah berapa kali ia mendapati tingkah aneh Aluna. Terlebih teriak di tengah kesunyian malam akibat mimpi buruk, perkiraan Mita ini sudah yang ke-tiga kalinya.

"Nggak kok Mit, udah kamu tidur lagi aku mau sholat tahajud dulu" Aluna beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi.

"Hmmm" Mita dengan kondisi setengah sadar kembali menarik selimut.

Setelah meminta waktu 10 hari, Aluna sering melakukan sholat istikharah. Ini mimpi ketiga kalinya. Dalam mimpi tersebut, tampak Aluna menggunakan gaun pengantin dan ia melihat kedua orangtuanya tersenyum bahagia. Meski wajah pria yang bersanding dengannya tidak kelihatan. Tapi entah mengapa hati Aluna yakin bahwa Zaedan lah yang tersabda menjadi pria dalam mimpi tersebut.

"Hari ini kita akan membahas mengenai diri kita masing-masing, supaya nanti ketika kamu ketemu dengan keluarga ku kamu sudah terlihat seperti seorang kekasih. Nanti bilang saja kamu itu kekasih ku, tapi kita sepakat untuk tidak meng-expose hubungan kita" jelas Zaedan, meski nada suara masih terdengar datar dan dingin. Tapi panggilannya terhadap Aluna mulai sopan.

"Baiklah tuan" Aluna menampilkan senyum manisnya.

"Bisakah kau tidak memanggil tuan, mana ada seorang kekasih memanggil pasangannya dengan sebutan seperti itu" sinis Zaedan, bola matanya memutar. Jengah dengan sikap Aluna yang terkesan formal.

Aluna tampak berpikir, jari telunjuknya berada di dagu, tepat di bawah bibir. Tak lama ia kembali menatap Zaedan dan berkata. "Baiklah, bagaimana jika saya panggil akang saja?" ucapan ini sedikit menggoda, entah setan apa yang menggoda Aluna hingga ia bisa bersikap seperti itu.

"Hmmm terserah" ucap Zaedan datar

"Di mana asisten Roby?", Aluna menyapu se-isi ruangan dengan pandangan mata.

"Dia sedang mengurus urusan kantor, mengapa kau mencarinya? kau suka dengannya?" selidik Zaedan. Ekspresi tak suka terpatri di wajah tampan miliknya. Sayang, yang di depan menanggapi santai.

"Ah, tidak. Saya hanya bertanya biasanya kan dia selalu menemani anda. Sudahlah, mari kita bertukar cerita" Aluna mencoba mengembalikan suasan yang mulai sedikit canggung.

Mereka pun saling bertukar cerita mulai dari keluarga, hal-hal yang disukai dan tidak disukai, hobi dan lain-lain.

**

"Fitri, Ajeng, Arul, Rudi ayo naik ke atas. Makan siang dulu" teriak Nela yang tengah berdiri di tangga menuju lantai atas.

"Oke kak" Fitri yang menjawab.

Mereka pun naik ke atas untuk makan siang bersama Nela dan Mita.

"Hmm...kak Aluna kemana?" tanya Arul, lelaki ini memang selalu memperhatikan Aluna.

"Dia lagi ada urusan" balas Mita singkat. Nasi dengan potongan telur balado di atas sendok dimasukkan ke dalam mulut

"Kalo kak Nadine kemana?" Arul bertanya kembali.

"Kak Nadine dapat job merias model buat pemotretan" kini suara Nela yang terdengar.

"Oh, begitu" Arul hanya bisa ber "OH" ria dengan kepala mengangguk kecil pertanda paham.

Mereka kembali makan dengan suasana hening...,

**

Di sisi lain, dua anak manusia tengah menikmati hidangan khas ala negeri sakura. Setelah obrolan ringan yang dilalui, kini mereka sama-sama mengisi energi.

"Besok kau ada kegiatan?" tanya Zaedan sambil memasukkan makanannya. Piring di dekat pria ini menyajikan makanan dari nasi dengan tambahan makanan laut, telur, dan sayuran segar.

"Karena saya masih 10 hari lagi masuk kuliah, kemungkinan besok seperti biasa, cuma ke ruko" balas Aluna santai. Gadis cantik ini terlihat cukup lapar, terbukti kondisi mangkuk yang berisi mie dengan ukuran lebih besar dari biasanya tinggal setengah. Padahal beru beberapa menit lalu disajikan.

"Kau sudah siap bertemu dengan keluarga ku?" tanya Zaedan sambil melirik Aluna yang tengah lahap.

"Kapan tuan?" Aluna mengangkat wajahnya.

"Hais.., kenapa menggunakan panggilan itu lagi" ucap Zaedan kesal.

"Eh maaf tuan...eh, maksud saya kang.." ucap Aluna tersenyum sedikit kaku.

"Hmm...rencananya besok malam aku ingin mengajak mu bertemu dengan keluarga ku di rumah, apakah kau bisa?" Zaedan mengangkat sedikit alisnya.

"Emm...insyaallah bisa".

"Baiklah, nanti aku akan menjemputmu".

"Apa akang tau rumah ku?" tanya Aluna penasaran.

"Aju sudah tau semua tentang mu, kau masih meragukan calon suami mu ini?" sinis Zaedan.

"Ah tidak, baiklah saya akan menunggu di rumah besok malam" Aluna melempar senyum manis.

'Hmm.., sepertinya benar kata Roby, gadis ini tidak sama seperti perempuan-perempuan jalang itu. Ah, mungkin tampang nya aja yang polos, aku harus tetap hati-hati dengan makhluk berwujud wanita' batin Zaedan.

***

Author butuh support ini, caranya gampang

1. Jangan Lupa sedekah batu kuasa nya setiap hari

2. Kasih author gift

3. Komentar positif dan membangun

Cerita ini tidak akan berkembang tanpa dukungan kalian semua....