"Lun, kamu udah yakin dengan semua ini?". Ekspresi resah tak tertahan kan di wajah Mita.
"Insyaallah yakin, aku juga udah sholat istikharah meminta petunjuk" balas Aluna tersenyum.
"Hm, semoga ini jalan yang terbaik ya Lun". Mita pasrah.
"Aamiin ya Allah". Aluna menengadahkan kepala.
"Aamiin". Nela ikut mengamini
"Eh, Nadine kemana?" tanya Aluna menatap dua teman di depan.
"Nggak tau, tadi katanya ada ibadah sore terus nggak tau kenapa sampe sekarang belum pulang" Mita menjelaskan
tit...tit..tit..
"Nah itu orangnya udah di depan, aku pergi dulu ya Assalamualaikum warahmatullahi wb" Aluna berlalu keluar.
"Waalaikum salam wr wb" ucap Mita dan Nela dengan wajah lesu.
Setelah kaki ramping dengan kulit mulus putih itu menapak trotoar jalan, tampak sebuah mobil BMW 8i berwarna putih sudah menunggu.
•
"Kenapa duduk di situ?" tanya Zaedan ketika dia melihat Aluna membuka pintu belakang. Melihat Aluna bergeming, ia melengkapi kalimatnya, "Duduk di depan".
Seketika Aluna berjalan ke arah pintu depan mobil, lalu membukanya dan duduk.
"Sudah siap?" tanya Zaedan.
"Sudah kang..".
"Baiklah" ucap Zaedan datar.
**
Setelah menempuh perjalanan sekitar 40 menit, Mobil mewah putih itu memasuki kawasan perumahan elit. Aluna mengamati lamat-lamat jejeran rumah dengan desain yang menakjubkan. Setelah melewati beberapa rumah, mobil yang ditumpangi Aluna membelok ke sisi kiri dan tampaklah pilar pagar menjulang tinggi. Mobil itu masuk dan menyajikan pemandangan taman dengan air mancur di tengah, mobil mengelilingi air mancur dan berhenti tepat di depan pintu utama.
•
"Kok bu Cici yang bersihin lantai dasar tadi siang?" tanya Melinda.
"Oh, itu nyonya. Bu Tatik dan suami pamit pulang...soalnya ibunya meninggal.. Bu Tatik juga izin seminggu untuk cuti dan sudah disetujui oleh tuan Besar" jelas bu Cici.
"Bukan ibunya bu Tatik sudah meninggal?" tanya Melinda lagi, heran.
"Maksud saya ibu suami bu Tatik nyonya" bu Cici melengkapi penjelasan.
"Oh mertuanya" nyonya Melinda menganggukkan kepala kecil.
•
tit...tit..tit..
"Selamat malam tuan muda..ee...e..nona" bu Cici yang mendengar bunyi klakson mobil segera membuka pintu utama. Setelah pintu dengan ukiran kayu jati khas terbuka, tampak dua anak manusia beda jenis. Bu Cici sedikit canggung menyapa gadis di samping tuan mudanya.
Yah, semua orang di rumah Akbara sudah tau bahwa malam ini akan datang seorang wanita, wanita yang katanya 'spesial'.
"Malam bu Cici" ucap Zaedan sambil berlalu diikuti Aluna yang tersenyum kepada bu wanita yang hampir berkepala 5 itu.
"Wah, ternyata sudah datang ya..HAHHH..A..AA..ALUNA? Melinda yang awalnya bersemangat sembari menapaki tiap anak tangga dibuat terkejut saat melihat siapa yang dibawa putranya.
"Mengapa mama syok seperti itu?, mama sudah kenal? kalian sudah kenal?", tanya Zaedan sembari melirik Aluna dan mamanya.
"Ada apa ini, ribut-ribut". Tuan besar keluar dari persembunyiannya.
"Wah, inikah orang nya Zaedan?..dia sangat cantik", puji Yudistira dengan senyum hangat miliknya. Kerutan disekitar bibir tampak jelas kala pria itu mengusung senyuman.
Aluna hanya tersenyum malu.
"Mama kenal dia?" Zaedan masih bertanya.
"Yah, tentu mama kenal..kan mama sudah pernah bilang kalo mama langganan kue di toko Nabila. Aluna ini salah satu pegawai di sana...mama sangat senang ternyata wanita yang kau bawa merupakan gadis baik nan cantik.. apakah kalian sudah lama pacaran?", pertanyaan Melinda sontak membuat Aluna ingin tersedak salivanya.
"Sudahlah Melinda simpan pertanyaan mu dulu..Ayah sudah lapar..ayo nak sini sama kakek". Kakek merangkul tangan Aluna dan berjalan menuju meja makan.
"Hais, kakek ini pengen punya cucu menantu atau ingin punya istri baru", sinis Zaedan.
"Senyum menggelikkan tercetak jelas di wajah Yudistira, ia langsung berucap "Wah wah, kau dengar itu Melinda..ada yang cemburu, hahahaha" suara tawa milik pria tua itu menggema seisi ruangan, diikuti senyum Melinda dan Aluna.
"Hais, bukan seperti itu.., aku heran saja mengapa kakek selalu ramah dengan orang lain, bahkan yang baru dikenal. Sedangkan dengan ku selalu ingin berperang" Zaedan masih sinis.
"Sudah-sudah, jangan bicara terus mari kita makan" titah tuan Yudistira sengaja tak ambil pusing ucapan cucunya.
Mereka makan dengan tenang karena memang aturan di rumah ini jangan ada yang makan sambil berbicara..tapi Zaedan terkadang tidak menerapkan nya di luar rumah..ia memang kadang sedikit membangkang.
•
•
"Sudah berapa lama kalian pacaran?, mengapa Kakek tidak pernah tau?, dan mengapa kau selalu menghindari pembicaraan tentang pernikahan padahal kau sudah memiliki kekasih Zaedan? cecar kakek ketika mereka sudah duduk di sofa ruang keluarga.
"Zaedan hanya tidak mau kehidupan pribadi terutama masalah asmara diusik orang lain kek...lagi pun kan Zaedan pernah bilang kalo Zaedan ingin menikah di usia 33 tahun" ucap Zaedan berbohong.
"Mengapa ingin menunda-nunda? selidik Yudistira.
"Hmm, maaf kek Aluna lancang. Sebenarnya Aluna lah yang menunda ingin menikah dengan kang Zaedan... saat ini Aluna masih berstatus mahasiswa semester 7 jurusan kedokteran di Universitas Akbara kek...Aluna juga salah satu penerima beasiswa Akbara's Scholarship. Jadi, sebenarnya Aluna ingin menyelesaikan pendidikan dulu" Aluna beralasan. Dia merasa tidak enak membohongi pria tua itu.
"Lagipula Aluna tidak mau bersanding dengan kang Zaedan tanpa gelar apapun. Aluna tidak mau dianggap tak pantas mendampingi kang Zaedan. Aluna ingin mendampingi kang Zaedan ketika Aluna sudah memiliki gelar dokter". Aluna menambah penjelasan.
"Oh, ternyata kau kuliah di sana dan juga mendapatkan beasiswa perusahaan. Kakek paham perasaan kamu sayang, tapi perlu kamu ketahui bahwa keluarga kami tidak pernah memandang status sosial.. yang penting dia berasal dari keluarga baik-baik dan tidak pernah memiliki catatan kriminal. Bukan begitu Melinda". Tuan besar keluarga Akbara melirik putri kesayangannya.
"Apa yang dikatakan kakek benar Aluna, kamu tidak perlu khawatir" Melinda membalas sambil tersenyum.
"Jika kamu memang ingin sekolah dulu... baiklah, kakek akan menunggu dan setelah itu baru kalian akan menikah" ujar sang kakek.
"Tidak usah kek, Aluna sekarang tidak apa-apa kok. Lagian Aluna sudah berpikir jika Aluna menikah sekarang Aluna tetap bisa melanjutkan kuliah. Lagipun tidak masalah mengenai omongan orang, yang terpenting keluarga kang Zaedan menerima Aluna" ujar Aluna dengan penuh keyakinan dan tanpa beban. Mana dia tau pernyataan yang ia lontarkan mengusung raut muka tidak suka orang di sampingnya.
'Heh, kenapa dia menjawab seperti itu, padahal tadi aku sudah senang bahwa kakek akan menunggu, ini kan bisa jadi senjata untuk melupakan masalah ini. Terlebih dia masih lama mendapatkan gelar dokter. Apa-apaan gadis ini.. apakah dia sengaja berbicara seperti itu untuk mengambil keuntubgan dari situasi ini? sudah kuduga, tampang nya saja yang polos?hehh menyebalkan' batin Zaedan
"Kau yakin?" selidik kakek
"YAKIN KEK" ucap Aluna cepat, padahal Zaedan ingin berbicara.
'Hei, gadis sialan. Dia terlihat semangat sekali.. huhhf' batin Zaedan.
Mereka pun bercerita mengenai keluarga masing-masing, selama itu pula mulut Zaedan sudah gatal untuk memaki-maki Aluna.
"Hmm.. baiklah minggu depan kakek akan menemui orang tua mu untuk melamar dan 3 bulan lagi kalian akan menikah" tegas kakek. Yang sontak membuat Aluna dan Zaedan kaget bukan main.
"Tidak kecepatan kek?" tanya Zaedan.
"Iya kek" tambah Aluna, padahal tadi ia yang semangat sekali.
"Sudah jangan membantah, tidak baik pacaran lama-lama nanti kebablasan" nada bicara Yudistira konstan, tegas dan berat. Ia membuka kembali mulutnya dan berucap secara mengingatkan "dan kalian selama belum menikah jangan berbuat sesuatu di luar koridor".
"Baik kek" ucap Aluna dan Zaedan serempak.
'Huhhf siapa juga yang ingin menyentuhnya' batin seseorang.
***
Author butuh support ini, caranya gampang
1. Jangan Lupa sedekah batu kuasa nya setiap hari
2. Kasih author gift
3. Komentar positif dan membangun
Cerita ini tidak akan berkembang tanpa dukungan kalian semua....