Chereads / BLUE. / Chapter 18 - Bab 18.

Chapter 18 - Bab 18.

"kenapa tak bangun in aku sih?"

"Karena kamu cantik saat sedang tertidur."

Gombal ku, yang tentu saja dengan cepat ia memukul-mukul diri ku.

"hujan masih belum redah?"

"bisa kamu lihat, sepertinya dia mau kita menunggu disini agak lama lagi deh."

Aku tak tau, kenapa dan apa sebab dari diri ku ini aku mempunyai cacat di indra perasa, aku tak bisa merasakan makan, lidah ku tak berfungsi sedikit pun tentang rasa, pernah aku menanyakan ini kepada ibu namun ia juga tak tau penyebab pastinya, ia hanya bilang semenjak ke jadian itu, kejadian yang merengut ingatan ku, semenjak itu pula aku tak bisa merasakan berbagai rasa di lidah ku, dan aku tak mengetahui tentang kejadian yang menimpa ku, ibu ku selalu saja menutup-nutupi itu dari ku, biar pun aku memaksa ia untuk berbicara akan hal itu ia selalu saja mengelak dari pertanyaan itu.

Lambat laun aku pun mulai melupakan itu, dan bermain dengan dunia baru ku, dunia yang dimana aku yang baru terlahir.

namun semenjak saat awal-awal masa SMA aku menyadari dunia baru ini tak akan berlangsung lama, aku seperti tertarik ke belakang lagi, melihat teman-teman yang sedang asyik mengobrol dan tertawa, aku pun mengingat persis kejadian yang sama dalam ingatan yang samar-samar di kepala ku, sebelum ingatan itu hilang lagi.

"Edo?" ucap nya membuyarkan lamunan ku.

"Kamu kenapa?"

Aku menoleh ke arah nya, dengan penuh keraguan aku mulai merapatkan duduk ku kesisi nya, memeluknya dan tak tau dari mana aku menangis sambil memeluk dirinya.

ingatan itu memang tak sepenuhnya kembali namun sekarang aku tau bahwa ia tak sedikit pun berbohong tentang kita yang memiliki hubungan romantis dimasa lalu dimana aku dan ia selalu bahagia saat bersama, di mana ia yang aku anggap kakak dulunya dan perlahan-lahan rasa cinta tumbuh dan aku menyatakan perasaan itu kepadanya, dimana ia saat itu tersenyum kepada ku disaat aku menyatakan perasaan itu, dimana semua itu sungguh membahagiakan bagi ku.

"sekarang Sudah 70% ya."

Ucap nya seakan mengetahui isi pikiran ku, dan membalas pelukan di tubuhku, mencoba menenangkan ku, mencoba membuat ku merasa nyaman.

Ia masih sama tak ada beda, ia tetap seperti kakak dan orang yang kucintai sama seperti waktu itu.

"maaf, maaf, maaf..."

aku tak bisa menahan emosi yang bergejolak diri ku, saat serpihan ingatan itu mulai kembali dan menyatu dalam sebuah bingkai, aku menyadari betapa jauh nya diri nya mengejar Edo yang baru, dimana Edo yang ini tak memiliki hubungan dengan nya, dimana ia menahan diri untuk tak melangkah tergesa-gesa, dimana ia harus menahan tangisan dan mengubah dalam senyuman.

"Kamu bodoh, Rahayu."

Ucap ku dan tetap memeluk dirinya.

"Kamu masih sama, selalu menahan diri untuk tak melakukan sesuatu yang bisa membuat kita semakin menjauh. Apakah sekarang kamu akan pergi lagi seperti waktu itu?"

"kamu masih mengigatnya Edo."

Kenapa ia selalu menahan ini semua, kenapa ia tak langsung menemui ku dan berkata bahwa kita memiliki hubungan di masa lalu.

"Menyingkirkan duri di kehidupan seseorang itu, apakah di perlukan?"

Aku tau ia akan diam, dan tak akan menjawab pertanyaan itu.

"Bukankah perlu bagi nya untuk merasakan sakit di jalan penuh duri itu?"