Chereads / BLUE. / Chapter 7 - Bab 7.

Chapter 7 - Bab 7.

Aku mulai menikmati masa SMA, datang pagi-pagi hanya ingin bertemu atau bertegur sapa dengan gadis yang aku cintai. Senyum nya membuat dada ku berdetak kencang, terasa ingin copot saja, namun saat ini dengan hanya melihat nya saja aku sudah bahagia, aku sungguh ingin memiliki diri nya sepenuh nya. Namun, keberanian ku tak cukup kuat, rasanya aku bukan lah peria sejati. Huh... Setiap kali E-mail yang dikirimkannya, membuat ku senang. Seiring waktu, aku dan ia begitu dekat, namun hanya sebatas teman saja. Bila aku pikir lagi bisakah aku tetap bersama dirinya disaat tak ada kepastian dalam hal ini, mula nya aku tak menggubris itu, namun pikiran ku akhir-akhir ini begitu kacau, aku dipenuhi pikiran yang tak menentu, antara tetap menjadi teman agar hubungan ini tak hancur, atau mengungkapkan isi hati walau kemungkinan terburuknya hubungan (pertemanan) terhenti disini.

Setiap hari aku harus bangun lebih awal, air begitu dingin saat aku mulai mengguyuri tubuh ku dengan air, Sebenarnya aku masih gantuk. Aku lebih suka saat memakai baju seragam putih abu-abu dari pada harus menggunakan pakaian olahraga, aku selalu membawa violin ku. Rasanya tak lengkap keseharian ku tanpa memainkannya.

Jarak rumah ke sekolah ku, cukup jauh. Kalau berjalan kaki membutuhkan waktu sekitar 45 menit. Bukannya aku tak mau naik angkutan umum, tapi aku berupaya untuk menghemat uang saku, lagian berjalan kaki bisa menyehatkan tubuhku. Sebenarnya alasan ku untuk pergi kesekolah lebih awal... Biasanya aku akan bermain violinku di kelas yang masih sepi, ini bukan tanpa sebab, ya... Karena aku ingin menghayati nya saja sih.

Di sini, di sekolah ini aku mempunyai banyak teman, mereka sangat gila dalam berbagai hal, penuh canda kegilaan, tapi aku menyukai sifat alami itu. Sebenarnya ada orang yang aku suka di sekolah ini, ia gadis yang cantik dan penuh keanggunan. Aku ingin sekali menyatakan cinta kepadanya, namun aku tak berani, setiap waktu pesan E-Mail aku kirimkan kepadanya, tak. Tak setiap waktu. Aku selalu memperhatikannya dari kejauhan, atau saat kami bersama teman-teman. Ia begitu ceria sama seperti namanya yakni Ria. Membentuk zona teman hanya ini yang bisa aku lakukan tak lebih, aku takut hubungan ini akan hancur apa bila ini tak sesuai rencana.

Aku juga tau bahwa teman ku juga menyimpan rasa kepadanya, maka dari itu perlahan-lahan aku mulai melangkah mundur dari pertempuran ini, aku tak ingin menghancurkan pertemanan ini. Saat aku merasa bimbang dan sedih kadang aku luapkan itu ke violinku, nada sedih. Aku tak akan bisa menyampaikan perasaanku, bahkan aku sekarang sedang melangkah mundur dari kisah cinta ini.

Mendengar musik dan menutup telinga ku dengan Earphone adalah hal yang termudah untuk mengusir kegelisahan ku.

"Kamu sendirian aja do?"  aku masih saja diam tanpa ingin menjawab pertanyaan itu, bukannya aku tak mendengarkan namun, bersikap dingin bisa membuat ia menjauhi ku. Namun, itu hanyalah pikiran ku semata, ia melepaskan Earphone dari telinga ku, dengan agak kesal ia mengulangi lagi pertanyaan itu, "iya nih, mereka lagi ke kantin soal nya." Ucap ku memasang lagi Earphone di telinga kanan ku. Kami berbicara seperti biasanya, berbicara tak tentu arah. Dan memulai menceritakan kehidupan masing-masing. "Manisnya..." gumamku dalam hati memuji dirinya yang begitu manis. Tiba-tiba ia memalingkan wajahnya, mungkin ia mengetahui bahwa aku sedari tadi menatap dirinya. Aku tersenyum, seperti ada yang lucu.

Siang ini terasa panas, silaunya matahari menembus jendela kaca mengenai wajah kami berdua, dari balik cahaya yang menghalangi wajahnya aku melihat wajah cantik itu. "Kamu begitu cantik." Ucapku spontan mungkin karena begitu kagetnya ia mendengar ucapan ku itu, dengan cepat ia berlari pergi meninggalkan kelas ku. "Bodohnya aku..." cerutu ku, dan memaki diri sendiri.

Aku begitu lemas, aku tak sanggup melangkah pulang.

"Sepertinya hujan akan turun sebaiknya aku berteduh, apakah aku harus berteduh di gazebo itu lagi namun tak ada pilihan lain lagi." Ucapku dan mulai melangkah ke gazebo itu, dan benar saja hujan turun dan aku akan duduk disini lagi sembari menunggu hujan redah, termenung lagi disini.