Chereads / TELEPON TENGAH MALAM / Chapter 37 - Kisah Awal Mula

Chapter 37 - Kisah Awal Mula

Druid sendiri adalah kaum pendeta dan para tokoh terpelajar dan terhormat pada masa Celtic kuno jauh sebelum era agama masuk ke Eropa. Sayangnya, pada masa kekuasaan Kekaisaran Romawi mereka ditindas dan tekanan kepada mereka terus berlanjut ketika masa agama menguasai Eropa Barat. Dapat dikatakan, kaum Druid dan ajaran mereka menghilang dari catatan tertulis sejarah mulai abad kedua, walaupun sebenarnya sisa-sisa keturunan mereka masih ada hingga saat ini.

Demi menunaikan tugas mulia tersebut, Brennus dan anggotanya berkelana selama berbulan-bulan. Mereka menyamar sebagai pedagang dan para pelayannya. Mereka melacak pelarian ksatria pembelot bernama Kerwyn tersebut, berganti-ganti menumpang kapal dagang Italia dan Portugis, hingga pencarian itu membawa mereka ke salah satu kerajaan di wilayah yang saat ini merupakan teritori negara China modern. Setelah bersusah payah, akhirnya mereka dapat mengendus dan menemukan buruan mereka di sana, dalam keadaan tak bernyawa. Artefak itu pun tidak ada padanya.

Rupanya Kerwyn, si pembelot malang itu, bersengketa dengan bangsawan tinggi penguasa kerajaan di mana ia mendarat karena salah satu selirnya terpikat dan menjalin hubungan dengannya. Dalam suatu kejadian, saking merasa terhina dipermalukan di hadapan kolega dan anak buahnya akibat skandal tersebut, Si Bangsawan memberi perintah untuk menangkap dan membunuh Kerwyn. Seluruh barang kepunyaannya pun tak luput turut disita, termasuk Magic Ray.

Hal ini turut menuntun mereka, para ksatria pengejarnya, kepada malapetaka. Walaupun telah menyamar sebagai pedagang kaya raya dari Eropa, Si Bangsawan menolak mentah-mentah maksud mereka membeli kembali artefak berbentuk guci logam itu. Ia terlanjur sakit hati dan benci kepada para kulit putih.

Kepalang tanggung demi menuntaskan misi, dengan tipu muslihat mereka mencuri artefak itu kemudian membawanya kabur menumpang kapal meninggalkan kerajaan itu. Si Bangsawan murka dan mengirimkan kapal berisi pasukannya untuk mengejar para orang Eropa pencuri barang miliknya. Naas, kapal mereka terkejar dan diserang hingga banyak yang terbunuh. Hanya tersisa dua orang saja dari kelima ksatria pengawal Druid itu, Brennus si pemimpin dan seorang rekannya yang terluka parah.

Tiba-tiba turun badai besar menerjang dan mengepung kedua kapal itu sehingga kapal pengejar tenggelam di tengah samudera sedangkan kapal yang ditumpangi para pengawal Druid ini rusak parah dan kehilangan kendali, terapung dihanyutkan arus samudera.

Singkat cerita, terdamparlah mereka di pesisir terpencil pulau Jawa yang saat itu merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit dan ditolong oleh sepasukan kecil Kerajaan Majapahit yang saat itu bersembunyi di daerah itu setelah kalah bertempur dalam perang saudara perebutan tahta kerajaan. Pasukan kecil itu dipimpin seorang wakil panglima bernama Ki Selo Wisanggeni sedangkan panglimanya sendiri telah tewas terbunuh.

"Tunggu! Selo Wisanggeni? Nama itu seperti pernah kudengar," potong Nanta. "Ah, kakek itu! Dia muncul dalam mimpiku kemarin," sambungnya. Ia menceritakan apa yang ia alami dalam mimpinya. Dadaku sempat panas terbakar cemburu mendengar kisahnya sempat hampir bercinta dengan para perempuan siluman itu. Sementara Mbak Erin sibuk menutup kedua telinga Erina agar tidak mendengar hal-hal yang belum pantas didengar putri kecilnya.

"Astaga, Nan! Jangan-jangan kamu benar keturunan atau masih memiliki hubungan darah dengannya?" ucap Mbak Erin bersemangat.

Nanta hanya mengangkat kedua bahunya. "Nggak tahu, Mbak."

Seperti pada umumnya para prajurit dan perwira kerajaan di masa itu, Selo Wisanggeni memiliki ilmu kanuragan yang cukup mumpuni. Tak butuh waktu lama baginya untuk menyadari orang asing bernama Brennus yang ia tolong membawa sebuah benda yang memiliki kekuatan hebat di dalamnya. Anehnya, Selo Wisanggeni yang selalu jujur dan bersifat ksatria, kali itu tak dapat menolak dorongan kuat dalam hatinya untuk memiliki benda yang jelas-jelas bukan haknya. Namun tentu saja orang asing bernama Brennus yang telah bersumpah untuk membawa kembali artefak milik klan-nya ke tempat asal, berusaha mempertahankannya. Masalah tersebut diperuncing oleh kesulitan komunikasi karena masing-masing mereka tidak mengerti bahasa lawan bicaranya hingga berujung pada perselisihan yang berlangsung sengit. Akhirnya dorongan primitif mereka pun keluar. Mereka beradu fisik dan kesaktian.

Pertarungan olah kanuragan dari timur dan barat antar mereka berlangsung dahsyat. Tanpa mereka sadari, guci logam dimana Magic Ray tersimpan bergolak akibat getaran energi mereka yang terserap dan memicu ledakan energi di dalam guci itu.

Guci itu pecah berkeping-keping meninggalkan suara menggelegar memekakan telinga bersamaan selarik sinar putih yang meluncur cepat ke angkasa dan menghilang di balik awan.

"Magic Ray itu musnah, Mbak?" Kisah barusan begitu menggelitik rasa ingin tahuku.

"Bukan musnah, tapi menghilang."

"Oh? Terus?"

"Iya, Mbak. Nasib Brennus dan Selo Wisanggeni juga gimana, Mbak?" tambah Nanta.

Mbak Erin merubah posisi duduknya sebelum melanjutkan bercerita. "Setelah itu, Selo Wisanggeni tersadar dari nafsu dan amarahnya. Ia putuskan untuk menolong dan melindungi Brennus dan rekannya sampai mereka akhirnya pergi dari Majapahit."

Magic Ray yang menghilang itu sendiri konon memiliki kekuatan dahsyat antar dimensi. Dipercaya, siapa yang dapat memilikinya akan bertambah kuat beratus kali lipat. Tak heran banyak manusia yang mengingininya, bahkan makhluk dimensi lain pun tak mau ketinggalan.

"Tunggu, Mbak. Darimana Mbak bisa tahu semua itu?" potongku sebelum ia meneruskan ceritanya. Sementara malam pun semakin larut. Erina membaringkan kepalanya di pangkuan Mbak Erin. Gadis kecil itu tertidur lelap.

"Beberapa tahun belakangan ini aku intens berkomunikasi dengan Aunt Mary, bibiku di Irlandia Utara. Oh ya, berdasar silsilah, keluarga kami masih berdarah Druid dan ia satu-satunya di keluarga yang masih mempelajari dan menekuni Druidism."

Ia melanjutkan kalimatnya. "Dari komunitas yang tersisa itu, ia mendapatkan sisa-sisa catatan kuno dari salah satu klan. Juga kisah yang diceritakan turun temurun di klan itu mengenai sebuah artefak bernama Magic Ray."

"Oh, pantas aja Mbak bisa cerita panjang lebar begitu," sela Nanta.

"Lalu, apa hubungan cerita ini dengan kami?" Aku turut menatapnya lekat.

"Hmm, sepertinya kalian sudah tidak sabar. Begini, dua tahun lalu aku dan Erina mengalami kejadian yang cukup mengerikan." Mbak Erin kembali menghela nafas sebelum melanjutkan kata-katanya.

"Kejadian apa, Mbak?" Kali ini Nanta yang bersuara.

Mbak Erin memandang lekat kami berdua dan menghembuskan nafas panjang sebelum berkata, "Mmm. Mungkin apa yang aku ceritakan pada kalian berdua terdengar tidak masuk akal tapi itulah kejadian yang sebenarnya."

"Gimana ceritanya, Mbak?" lanjutku tidak sabar.

"Nah, selanjutnya minggu lalu Erina tiba-tiba cerita padaku kalau dia baru saja menyeberang dan membantu kalian berdua lolos dari dimensi lain. She said, itu permintaan Mbak Lastri."

Bulu kudukku merinding teringat saat-saat mencekam itu. "Gimana dia bisa menemukan kami, Mbak?"

"Waktu itu, Mbak Lastri mendatangi kami dan mengincar Erina …" Dengan mata berkaca-kaca, Mbak Erin menceritakan kejadian demi kejadian yang dialaminya bersama Erina dan Mbak Lastri. Aku dan Nanta terpukau menyimak kisah yang diceritakannya.

Wow, like a horror movie!