Chereads / TELEPON TENGAH MALAM / Chapter 35 - Jejak Masa Silam

Chapter 35 - Jejak Masa Silam

Koridor panjang berlantai tegel berwarna abu-abu yang kami lalui penuh oleh para mahasiswa dan mahasiswi yang berlalu lalang. Apalagi saat ini berbarengan dengan waktu pergantian kelas kuliah. Beberapa mahasiswi berjalan bergerombol berbincang di depan pintu kelas kuliah yang baru saja mereka ikuti. Suara tawa terbahak-bahak keluar dari salah seorang diantara mereka.

Berlawanan arah dari mereka, dua orang mahasiswa berambut gondrong tengah berjalan cepat dengan nafas terengah-engah. Tabung berisi kertas kalkir yang tersandang di bahu mereka ikut bergoyang seirama langkah cepat mereka. "Bajigur, telat," umpat salah satunya.

"Sek, sek, Su. Sandalku copot iki," temannya menimpali.

Aku dan Nanta saling berpandangan menahan geli. "Temenmu, Nan?"

"Bukan, sepertinya anak angkatan sembilan delapan."

Sampai pada persimpangan antar koridor, kami berpapasan dengan seorang gadis yang berjalan cepat menuruni anak tangga di sisi sebelah kanan kami berjalan. Mendekap buku di dada, ia melangkah cepat lurus melewati kami. Kepalanya terus menunduk hingga wajahnya nyaris tak terlihat tertutup rambut hitam panjang yang tergerai melewati bahu. Rok hitam selutut yang dikenakannya berkibar seiring langkah cepat ia berjalan.

Aku melambatkan langkah kakiku sejenak dan menoleh ke arahnya. Melihat dari belakang, ia berjalan semakin menjauh di depan sana. Nanta turut menoleh ke arah yang sama. Tiba di pertengahan koridor, ia berhenti. Kuamati ia berdiri mematung beberapa saat. Dan tanpa disangka-sangka, ia membalikkan badan ke arah dinding pembatas koridor kemudian memanjat railing pembatas dan melompat terjun dari koridor lantai dua tempat kami berada.

"Fel ..!"

"Nan ..!"

Aku dan Nanta berteriak berbarengan.

Selagi aku shock berdiri mematung, Nanta berlari cepat ke tempat gadis tadi melompat. Dengan menjulurkan kepala, dia melihat ke bawah beberapa saat. "Fel ..!" panggilnya.

Aku menggelengkan kepala, berdiri terpaku ketakutan. Belum pernah seumur hidup aku melihat langsung korban meninggal akibat kecelakaan apalagi bunuh diri. Nanta berjalan kembali mendekatiku. Tangannya terasa bergetar ketika ia memegang kedua pipiku. Mata coklatnya terbelalak. "Fel, kamu lihat cewek yang terjun tadi, kan?"

"I-iya. Gimana keadaannya, Nan?" Aku menutup kedua telingaku, bersiap mendengar hal buruk dan mengerikan keluar dari mulutnya.

"Cewek tadi nggak ada di bawah. Di bawah sana keadaan normal aja."

"Hah?!"

"Iya, beneran."

"Terus, yang kita liat tadi? Han-..." Ucapanku terputus seketika bersamaan terkesiapnya Nanta menahan nafas.

Gadis berbusana putih hitam itu mendadak muncul kembali. Ia melangkah cepat melewati kami, masih berjalan menunduk dengan rambut panjang menutup wajahnya. Tiba-tiba ia berhenti dan berpaling ke belakang, ke arahku dan Nanta. Kedua matanya menatap memelas. Air mata menetes di pipinya saat bibir pucatnya mengucap lirih, "Maaf, Ibu. Aku gagal lagi."

Lalu sosoknya menghilang diiringi suara tangis merintih menyayat. Aku dan Nanta saling berpandangan. Tubuhnya bergidik. "Buruan turun, yuk," ajaknya cepat.