Chereads / TELEPON TENGAH MALAM / Chapter 21 - Mereka Tidak Diam - part 3

Chapter 21 - Mereka Tidak Diam - part 3

Aku susah payah menopang tubuh dengan kedua lenganku dan bangkit berdiri. Sempat kulirik betapa piyama yang kukenakan bernoda darah di sana-sini.

Terima kasih, Tuhan, sudah menolongku.

Kiranya lindungi aku dari mereka, Ya Tuhan…

"Uhuukk.. Huukk..!" Mendadak kurasakan sesak di dada sebelum aku memuntahkan darah segar hingga berceceran di lantai keemasan yang kuinjak. Lututku goyah tanpa tenaga dan akhirnya aku ambruk ke lantai.

"Aduh, kasihan sekali kamu anak manis…" Tiba-tiba wanita itu sudah berdiri di depanku yang susah payah berusaha bangkit menopang tubuh dengan kedua lututku. Ia menunduk mendekat lalu meraba wajah dan bibirku. "Mana temanmu yang suka ikut campur itu? Si Lastri..," tanyanya bengis. Aku hanya terdiam dan menepis tangannya dari wajahku.

"Grrrhh.. Grrhhh.." Didahului geraman beratnya, makhluk tinggi besar berbulu hitam yang sebelumnya kujumpai di rumah Tante Santi muncul di belakang wanita itu. Kutebak ia lah yang sedari tadi mengikuti perjalananku dan barusan menyerangku. Wanita di hadapanku ini melirik ke arah makhuk hitam di belakangnya dan berteriak kesal,"Apa? Dia sudah pergi?!"

Aku bergumam dalam hati, jika makhluk hitam ini muncul di sini, dimana perempuan bermuka rusak itu? Apakah wanita ini jelmaannya? Dan pertanyaanku langsung terjawab ketika perempuan yang kumaksud muncul di dekat makhluk hitam besar seiring tercium busuknya bau anyir yang keluar dari tubuhnya. "Hiii.. Hiii.. Hiii.." Ia tertawa menyeramkan.

Entah dosa dan kesalahan apa yang kubuat. Tak pernah sama sekali terbayang dalam hidupku akan melihat makhluk gaib, hantu atau sejenisnya, apalagi mengalami langsung berada di alam lain seperti sekarang. Aku juga tak merasa pernah melakukan bahkan mendekati hal-hal berbau mistis, klenik dan sejenisnya. Bahkan memikirkannya pun tidak! Lalu kenapa mereka menggangguku? Kenapa aku bisa sampai ada di sini? Apa hak mereka menyakitiku sedemikian rupa?

Akumulasi rasa takut, bingung dan kesakitan yang ada pada diriku mendadak beralih menjadi kemarahan yang meluap-luap. Aku pun bangkit berdiri, tak kurasakan lagi sakit yang sedari tadi mendera. "Apa mau kalian?! Apa salahku sampai kalian berbuat begini..?!"

Mereka serempak menatapku. Anehnya, mereka mundur beberapa langkah seperti terkejut melihatku. Dan kuperhatikan ada sinar berwarna putih terang berpendar dari dalam dadaku. "Kekuatan itu muncul juga! Hihihi..," seru wanita pemimpin makhluk-makhluk menyeramkan itu. Lalu ia maju ke arahku lagi diikuti kedua pengawalnya tadi. Tanpa terlihat oleh mataku, kini tangannya telah mencengkeram kuat leherku. Aku meronta mencoba melepaskannya tetapi tenagaku tidak cukup kuat. Aku bahkan harus berjuang hanya untuk dapat bernafas.

"Kekuatanmu ini yang aku cari. Berikan sekarang padaku! Tuan pasti senang sekali dengan hadiah ini." Wajah cantiknya sontak berubah pucat menyeramkan dan dua tanduk kecil muncul di pelipisnya.

"Kek-kekuataan..ap-apaa?" ucapku tersengal-sengal di antara cengkeramannya. Aku semakin lemas. Pandanganku mulai membayang dan semakin buram. Ditambah lagi kurasakan tangan kirinya kini menusuk dadaku dan mulai menembus kulit dan daging di baliknya, seperti hendak mengambil sesuatu dari dalam tubuhku. Aku sudah pasrah akan nasibku. Terbayang bergantian di pikiranku, Papa, Mama, Fay, Lia, dan Nanta. Selamat tinggal…

Blaarrr..!

Tepat ketika bibirku berdesis mengucap kata perpisahan, terdengar suara ledakan keras yang memekakan telinga. Tubuhku terlempar dari cengkeraman wanita itu dan kembali terkapar di lantai. Mulutku membuka mengambil nafas sebanyak-banyaknya, megap-megap seperti ikan menggelepar di darat.

Para makhluk mengerikan itu juga terpental bersamaan ledakan barusan. Samar kulihat sesosok gadis bergaun biru muda sedang berdiri membelakangiku dengan kuda-kuda bersiap melindungi.

"Feli, kamu nggak apa-apa?"

Ya Tuhan, suara itu..

"Nanta…?!" desisku sebelum kesadaranku hilang sepenuhnya.

Ω Ψ Ω

��Fel.. Felii! Sadar, Fel.." teriakku panik sambil mengguncang-guncang tubuhnya di pelukanku. Ia hanya diam terpejam tanpa memberikan reaksi. Piyama kuningnya berubah warna dipenuhi darah dimana-mana. Kudekatkan telingaku ke dekat hidungnya, syukurlah nafasnya masih ada.

"Nanta, pergi sekarang bawa Feli ke pintu besar itu!" Suara Di memerintah terdengar jelas sekali di telingaku padahal sosoknya beberapa langkah di belakangku. Aku menoleh ke belakang dan tercengang mendapati Di membentangkan kedua tangannya dimana terbentuk semacam kubah energi berwarna biru untuk melindungi kami berdua. Wanita bertanduk berjubah hijau, makhluk besar berbulu hitam dan wanita bermuka rusak yang sebelumnya telah terpental menjauh dari Feli kini bergerak maju mencoba menerobos kubah energi itu. "Cepat pergi, Nan!" Di berteriak lagi.

Aku segera bangkit dan membopong Feli namun sepanjang mata melihat sekeliling ruangan ini tak kujumpai pintu satu pun. Aku terpaku sesaat memikirkan arah mana yang mesti kutuju. Dan kini semua yang ada di hadapanku mendadak berubah total. Ruangan besar dengan dinding dan lantai berkilau keemasan lenyap dan berganti dalam sekejap menjadi tebing bebatuan kusam yang dipenuhi tanaman merambat dan akar pepohonan sebesar lengan orang dewasa yang menjulur dan menembus di sela-selanya, serta tanah berumput tinggi yang membenamkan kakiku hingga mencapai lutut. Pemandangan pun nyaris gelap akibat naungan dari rimbunnya pepohonan raksasa di atas sana.

"Lari ke arah kananmu!" Suara Di menggema di kepala, menyadarkanku untuk segera bergerak. Aku ikuti perintahnya, susah payah melaju langkah demi langkah mengatasi kaki yang terbenam di tanah ditambah bobot tubuh Feli yang kubopong di tanganku. Beberapa puluh meter kemudian, terlihat sebuah pintu besar di depan sana. Sinar terang menyilaukan menerobos masuk seiring ia berangsur terbuka. Kudengar dari belakang suara geraman keras dan langkah berdebum dari makhluk besar berbulu hitam yang mengejar kami diiringi suara teriakan marah dari para wanita mengerikan itu.

Aku sedang mempercepat langkah berusaha menggapai pintu yang hanya tinggal beberapa langkah di hadapanku ketika sudut mataku melihat sebentuk tangan besar mengayun cepat menghantamku dari samping. Sama sekali tak ada waktu mengelak. Aku hanya bisa terpejam menanti hantamannya. Saat itulah tiba-tiba terasa seseorang merengkuhku dari belakang, membuatku terhindar dari bahaya dan membawa tubuh kami melayang. Menengok ke belakang, hampir saja pipiku bersentuhan dengan wajah pucat Di yang tengah menatap lurus ke depan dengan pandangan dingin. Rupanya ia lah yang membawa kami melayang bersamanya.

Sensasi aneh seperti saat tubuh kita terkena tekanan di kedalaman air kurasakan menerpa, ketika kami memasuki ambang pintu. Dan tekanan itu sontak lenyap saat kami telah melewatinya. Cahaya terang menyambut kami, kontras dengan kegelapan di alam yang baru saja kami tinggalkan. Semua itu hanya dibatasi oleh tabir tak terlihat yang memisahkan dua alam berbeda.

Baru saja aku hendak menghembuskan nafas lega, kudengar suara-suara geraman dan teriakan para makhluk tadi masih terdengar, bahkan semakin dekat. Ternyata mereka masih mengejar kami! Sesaat kemudian secara ajaib dari dalam tubuh Feli berpendar cahaya putih. Dalam sekejap mata sebuah bola cahaya berwarna putih terang berukuran segenggaman tangan melayang keluar dari dadanya lalu membesar dan melesat secepat kilat menembus tabir pembatas, menyongsong kegelapan pekat di baliknya.

Blaaarrr..!