Chereads / TELEPON TENGAH MALAM / Chapter 11 - Dia - part 2

Chapter 11 - Dia - part 2

Gelap.

Kucoba mengejapkan mata tapi kembali pekat yang terlihat.

Dimana ini..?

Dan kucoba melangkah, meraba sekitar dalam gelap, tapi tak ada apapun.

Mimpikah aku..? Apa yang terjadi..?

Kembali ku melangkah. Tiba-tiba badanku serasa melayang, maju ke depan dengan kecepatan yang semula perlahan lalu semakin cepat dan kemudian melesat. "Heeii...apa yang terjadi..? Toloong...tolooong..!" teriakku.

Ini pasti mimpi...

Tolong seseorang bangunkan aku dari mimpi ini!

Kurasakan tubuhku ini berputar dan berputar semakin cepat. Lalu di satu saat, aku tak merasakan apapun. Perlahan kesadaranku pulih. Samar kulihat meja ruang tamu di hadapanku. Aku membatin bertanya-tanya bagaimana bisa aku ada di sini, terduduk sendirian di ruang tamu. "Mmmh...di mana ini?"

Kucoba bangkit perlahan. Dan melangkah tertatih dengan berpegangan pada dinding bercat krem yang kurasakan tak asing bagiku. Ya, aku ada di kos!

Tetapi...Sepi. Hening. Tak terlihat seorang pun.

Kuketuk pintu kamar Cynthia yang berada paling dekat dengan tempatku berdiri saat ini. Kuketuk berkali-kali namun tak ada jawaban dari dalam kamar. Demikian juga kamar Ratna dan yang lain. Kulirik jam dinding yang ada di ruang tamu, baru menunjukkan pukul tujuh malam. Kuraih kedalam kantong celana mencari handphone AMPS milikku, tetapi tak ada apapun di dalamnya. Aneh!

Lalu aku melangkah keluar. Kuarahkan pandangan ke rumah sebelah dan kos seberang. Sepi sekali. Hanya terlihat di kejauhan ada satu dua pengendara sepeda motor yang melintas di pertigaan gang. Aku berdiri termangu di depan gerbang kos, masih mencoba mencerna apa yang telah aku alami. Anehnya, sama sekali tak terlintas sedikit pun memori tentang hari ini, seberapa keras pun aku mencobanya.

Aku kembali termangu. Namun kini yang terlintas di ingatanku malahan hubunganku dengan Jon yang tidak berjalan dengan baik selama ini. Jon memang tipe cowok idaman di kampusku. Tampan, sopan, berkelebihan dalam materi alias kaya dan sangat romantis. Namun dibalik sikap romantis dan lembutnya itu tak pernah kusangka ia juga memiliki sikap meledak-ledak dan seringkali lepas kontrol saat emosi telah menguasai dirinya. Pada dasarnya ia sangat posesif dan pencemburu. Ia bilang ia tidak mau kehilangan diriku dan akan melakukan apa saja agar aku tetap miliknya. Wow!

Memang pada awalnya aku menikmati sikapnya itu. Aku merasa setiap wanita pasti ingin selalu disayang, selalu diberi perhatian penuh dan mendapatkan apa yang ia inginkan. Namun lama kelamaan aku tersiksa dan bahkan mulai muak dengan perlakuannya. Bayangkan saja, ia selalu marah-marah jika aku dirasa terlalu akrab dengan teman pria di kampus. Padahal aku merasa sikap dan tutur kataku kepada mereka biasa-biasa saja.

Dan jika menurutnya aku sudah melanggar garis yang ia tetapkan maka ia akan mulai senewen. Ketika aku menunjukkan tanda tidak suka dengan tingkahnya yang kekanak-kanakan itu maka emosinya akan meledak dan ujung-ujungnya kami bertengkar. Tak jarang diluar kesadarannya ia bahkan menyakitiku secara fisik walaupun tak parah. Dan kalau sudah begitu, ia akan meminta maaf dan berupaya sedemikian rupa agar aku menerima maafnya itu, menangis bila perlu! Dan sialnya, aku selalu luluh. Begitu terus yang terjadi.

Jauh di lubuk hati, aku sering merindukan dia. Ya, dia yang lain. Yang selalu menatapku dengan lembut, yang selalu sigap menawarkan bantuan apapun di saat aku memerlukannya. Yang tanpa dia tahu aku pun sering memperhatikannya saat dia mencuri pandang dari jauh. Dan kutahu dari Ratna kalau dia menaruh hati padaku.

Ω Ψ Ω

Tiba-tiba seberkas sinar menerangi sisi kiri tubuhku. Spontan aku menoleh ke arah sinar tersebut. Ternyata dia. Dia yang baru saja kupikirkan. Perlahan ia menepikan motornya dan terdengar suara lembutnya menyapaku, "Hai, Di...lagi nunggu siapa?"

Ya Tuhan...entah kenapa hatiku sejuk sekali mendengar suaranya.

Dan gelora ini..rasa ini muncul lagi. Rasa yang timbul tenggelam dan karam saat bersama Jon kekasihku. Cinta..? Aku tak tahu. Yang jelas, yang kutahu malam ini aku hanya ingin bersamanya. Aku menatapnya dan balas tersenyum. "Nunggu kamu.."

Ia tampak tertegun mendengar jawabanku. Pastilah! Aku pun terkejut mendengar ucapanku sendiri. Lalu entah apa lagi yang mendorongku, tiba-tiba aku telah naik di boncengan motornya kemudian melingkarkan lenganku ke pinggangnya. "Jalan yuk, Nan."

"Mmm...kamu serius, Di..?" Ia menengok ke belakang dan bertanya dengan nada gugup.

"Iya..serius. Yuk kita jalan," jawabku cepat.

Dia tercekat sejenak, seolah ada yang hendak diucapkan tetapi tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulutnya.

Akhirnya ia mengajakku mengelilingi kota Jogja dengan motornya. Memang tidak ada apa-apanya dibandingkan motor sport milik Jon tapi aku tak peduli, yang kuinginkan hanya melewati malam ini bersamanya. Malam ini kami lewati dengan mengobrol apa saja dan tertawa lepas bersama. Terasa seperti semua beban berat yang selama ini terpendam terlepas dari hatiku. Sudah tak teringat lagi sakit dan pedih di hati yang kualami selama ini. Yang ada hanya rasa bahagia, yang baru saja kusadari sepertinya sudah lama tak pernah kurasakan lagi. Dan aku yakin dia pun merasakan hal serupa dengan apa yang kurasakan.

Tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Sedikit lewat tengah malam, kami telah berada di jalan depan kos kami. Aku meluncur turun dari boncengan motornya dan berucap, "Terima kasih ya Nanta, kamu udah temenin aku malam ini. Aku seneeng banget bareng kamu. Aku harap kamu maafin aku ya kalau selama ini aku salah sama kamu."

Hei! Kalimat apa itu?

"Iya, sama-sama, Di. Aku juga seneng, sampai hampir pingsan nih bisa pergi berdua kamu." Ia menjawab lirih.

Aku tersenyum geli mendengar jawabannya namun juga di saat bersamaan tiba-tiba aku merasakan perasaan sedih yang teramat sangat ketika hendak berpisah dengannya. Kucium pipinya cepat dan berbalik berjalan masuk ke kosku.

Sampai jumpa, Nanta...

Saat membuka pintu depan kosku, mendadak kembali hanya kegelapan yang kujumpai. Kurasakan tubuhku kembali melayang dan berputar. Kupejamkan dan kubuka mataku beberapa kali, berharap terbangun dari mimpi buruk ini. Beberapa saat kemudian ketika membuka mataku untuk kesekian kali, kusadari kalau aku tengah melayang di antara pepohonan! Di atas jurang!

Sontak kulayangkan pandanganku ke bawah. Dengan hanya diterangi cahaya rembulan, kulihat di bawah sana beberapa sosok tubuh tergeletak di dasar jurang. Tergeletak tak bernafas, bersimbah darah di samping dua sepeda motor yang ringsek. Lalu kusadari, salah satunya itu aku... Iya, aku!

Sekejap kemudian, adegan demi adegan terpampang di ingatanku. Mulai dari saat aku dan Jon pergi ke Kaliurang bersama dua teman klub motor yang Jon ikuti. Kemudian di tengah perjalanan Jon dengan emosi menuduhku selingkuh dengan teman sekampus, membuatku membantahnya berkali-kali sampai aku menangis. Namun ia seperti kesetanan. Dengan penuh emosi ia mengendarai sepeda motor yang kami tumpangi dengan kecepatan tinggi. Tak ia pedulikan tangisan histeris ketakutanku. Hingga entah di tikungan keberapa, motor kami bersenggolan dengan motor teman yang menyertai kami dan meluncur melewati tikungan. Terjun bebas ke dalam jurang.

Kegelapan kembali menyergap pandangan di sekitarku. Kini kutahu apa yang telah terjadi. Dan kini kurasakan tubuhku melayang ke satu tujuan. Ke arah cahaya terang itu.