Chereads / Cinta 2 Benua / Chapter 2 - BAB 1 - UJIAN HIJRAH 1

Chapter 2 - BAB 1 - UJIAN HIJRAH 1

"If you knew how Allah deals with your affairs for you, your heart would break out of love for him"

-Imam Syafii-

"Ifaaaaa, aku nemu box nasi lemak nih 4 ringgit aja kok nanti kita ga bisa loh makan lagi di pesawat" panggil aku ke syifa, sahabat seperjuangan melancongku ke negeri usmani nanti. Kini aku sedang transit di Malaysia sebelum akhirnya ku melanjutkan penerbanganku. Aku berdiri tepat di kotak freezer makanan dengan variasi nasi melayu seperti nasi lemak, nasi rendang dan nasi rica-rica ayam yang harus dipanaskan terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. Syifa duduk lebih jauh dari tempatku berdiri kurang lebih 2 meter jaraknya. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya karena tidak habis pikir kenapa diriku ini masih belum terpuaskan makan sejak tadi.

"Din.. kita kan sudah makan sandwich tadi, is it still not enough for your stomach? Are you a cow?" tanya Syifa sambil setengah tertawa karena puas meledekiku. Ku hanya bisa cemberut dan kemudian ku tetap mengambil box nasi lemak dan menuju ke kasir. Sesampainya dikasir wajahku langsung berubah, bibirku menyunggingkan senyum sumringah ke petugas kasirnya dan "mas-mas" itu seketika raut mukanya ikut tersenyum mengikuti ku. Banyak orang-orang bilang kalau aku punya senyum yang khas. Aku sedang diam saja orang bilang wajahku seperti orang tersenyum. Oleh sebab itu, teman-temanku senang sekali membully aku kalau aku pura-pura berbohong karena dari ekspresi ku mudah sekali ditebak. Terus terang hal ini sangat membantuku untuk terus bersikap jujur. Tapi ini terkadang menyusahkanku disaat ada suatu hal yang ingin aku tutupi karena raut muka ku tidak bisa membohongi.

"Dindaa, hp kamu geter-geter terus nih ada yang hubungin kamu" sahut Syifa yang membuyarkan lamunanku mengenai senyumku. Dengan segera ku menuju meja yang diduduki Syifa dan melihat ada notifikasi dari line yang bertubi-tubi. Notifikasi tersebut mendadak membuat jantungku berdegup lebih cepat. Saraf simpatis ku memacu mengeluarkan epinefrin dan membuat jantung memacu aliran darah lebih cepat sehingga wajahku terasa panas karena banyak darah yang menuju wajahku. Aku pun juga merasa pasti wajahku sudah berubah ekspresinya tanpa ditahan karena ekor mataku melihat Syifa menjadi serius memperhatikanku. Saat ku buka message dari line, diriku tidak menyangka ternyata orang yang selama ini susah payah ku lupakan dengan cara menyibukkan diri dan memperdalam ilmu agama tiba-tiba hadir kembali dengan isi pesan yang sangat tidak jelas.

"Assalamualaikum, dinda. Tolong kasih aku nomor kamu ya sekarang terima kasih" (10.00 am)

" Dinda, tolong ku minta bantuanmu tolong kasih aku nomor kamu"

(10.15 am)

" Din.. aku butuh nomor kamu karena urgent sekali, tolong ya" (10.16 am)

"ping" (10.17 am )

"ping" ( 10.18 am)

"ping" (10.19 am )

"ping" (10.20 am)

"ping" (10.21 am)

Emosi ku tak sanggup ku tahan melihat isi pesan line ku yang tidak ada faedahnya.

"Astaghfirullah ni orang kenapa sih? .." ku pegang dadaku dengan perasaan yang tercekat di ujung tenggorokan. Aku tak habis pikir kenapa orang ini seperti hantu muncul kembali tiba-tiba disaat-saat aku sudah mampu untuk berdiri sendiri. Saat aku sudah yakin dan mantap bahwa aku memang bisa sendiri karena selalu ada Allah yang akan membuatku kuat dan tegar melalui setiap cobaan yang aku lalui. Karena aku yakin hanya dengan mengharap ridhoNya lah semua urusanku kelak akan selalu dipermudah. Tapi aku sendiri hanya manusia yang hina dan baru saja berhijrah "move on" dari masa jahiliyah ku yang luar biasa kelamnya. Maka dengan hadirnya pesan yang dulunya selalu ku nanti , kemudian mencoba kulupakan, kini hadir tiba-tiba tanpa permisi mengganggu ruang pikiran yang selama ini susah payah ku jaga.

"Dinda? Dari siapa sih? Kok bengong gitu?" tanya Syifa penasaran karena mendadak ku diam bergeming beberapa saat.

"Dari.. Dio.." jawabku singkat. Syifa pun langsung mengerti siapa orang yang ku maksud.

"Jawab aja singkat. Gausah dipikirin ya" balas syifa tersenyum meyakinkan diriku. Diriku hanya bisa menganguk menuruti saran sahabatku ini. Ku jawab singkat dan ingin memastikan untuk apa nomorku digunakan.

" Wa'alaikumussalam. 08138441898. Untuk apa ya?" (10. 28 am)

Baru saja ku kirim tiba-tiba muncul balasan darinya. Tetapi pemberitahuan untuk boarding pesawat sudah terlebih dahulu dikumandangkan.

"Good afternoon ladies and gentleman, passenger of Air Asia destination to Abu dhabi with flight number AT2343 please board the aircraft to Gate 2 thank you".

Syifa bergegas mengangkat tas backpackernya dan menggaet tanganku karena ku terlalu lama berdiam menatap layar handphone ku. Aku terlalu lama bergeming karena membaca pesan singkat dari Dio. Dia menjawab

"Aku mau blok nomor kamu biar suatu saat kamu gak akan bisa hubungi aku." (10.28 am)

Are you making fun of me? Why you have to do that? It should be me asking like that. Because you're the one who left me.. Batin ku dalam hati. Setan sepertinya senang membuat ku emosi dan tidak berpikir panjang untuk membalas tanpa dipikir matang-matang terlebih dahulu. Dengan cepat tanganku membalas.

"Sebegitunya kah kamu membenciku? Kenapa seperti anak kecil harus diblok?." (10.29 am)

Setelah aku baca ulang baik-baik pesan yang baru saja ku kirim, aku menyesal mengapa aku mengirim kalimat yang memancing perbincangan ini menjadi lebih panjang. Seharusnya aku tak perlu bertanya yang tidak penting. Aku tidak bisa fokus membawa barang bawaanku. Sampai-sampai Syifa ikut turun tangan membantuku memasukkan tas-tasku melewati petugas bandara. Isi kepalaku bukannya disibukkan dengan berdzikir mengingat Allah tetapi kugunakan untuk bertanya-tanya kenapa dirinya harus sampai seperti itu.

Sesampainya aku boarding, menaruh barang-barangku di kabin dan aku mendapatkan seat 18A. Karena tempat dudukku dekat dengan jendela, ku teringat semua cerita ku dengannya. Aku tidak memperhatikan sekelilingku dan tetap melihat ke arah jendela.

Pikiran ku melayang ke 2 bulan yang lalu. 2 bulan yang penuh dengan penyesalan atas semua yang telah aku perbuat. Mendadak semua cerita masa laluku berputar kembali karena amigdala ku teraktivasi. Memori ku yang karena dipengaruhi oleh emosi membuatnya menjadi memori jangka panjang yang tersimpan baik di dalam hipokampusku.

Aku dulu pernah berbuat zina. Betul—Zina adalah salah satu dosa besar yang jika tidak meminta ampunan pada Allah SWT akan mendapat murka dan siksa dariNya.

Aku melakukan zina tersebut karena dulu diriku berpacaran dengan Dio. Benar—Dio lelaki yang baru saja mengirim pesan aneh pada ku. Semua ini terjadi karena diriku yang berani-berani mencoba mendekati zina karena aku sebelumnya belum pernah merasakan pacaran. Aku tergoda dan aku penasaran seperti apa rasanya pacaran itu yang katanya rasanya sangat manis. Yang kata orang rasanya seperti ada sensasi kupu-kupu terbang di dalam perutmu. Yang kata orang dunia serasa milik berdua saat kamu dengan kekasih mu yang nyatanya bukanlah kekasih halalmu. Semua terasa indah karena setan ikut terlibat didalamnya.

Sebenarnya aku tahu mengenai perintah Allah dalam firmannya "Dan janganlah kamu mendekati zina, itu sungguh suatu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isra : 32). Tapi entah mengapa aku mengabaikan firmanNya kala itu.

Aku terbuai oleh ajakan Dio yang awalnya hanya mengajak nonton bersama ke bioskop. Awalnya aku benar-benar membatasi diriku karena awalnya ku merasa takut. Tapi semakin ku mengenal Dio, pesona dirinya dalam membuat ku tertarik telah membuatku jatuh ke dalam lubang 'cinta' dan terperangkap didalamnya.

Aku jatuh cinta padanya. Akupun sering jalan bersamanya. Aku merasa diperlakukan layaknya seorang putri. Dio selalu datang ke depan kosku, mengantarku pulang dari kuliah, kemudian mengajakku makan malam, belajar bersama di perpustakaan dan semua itu telah menjadi rutinitas yang terlampau sering aku lakukan dengannya. Awalnya aku merasa ini baik-baik saja karena aku melihat tidak hanya aku yang melakukan hal ini di era seperti ini. Walaupun hal ini merupakan hal yang tabu awalnya bagiku karena aku adalah seorang wanita yang sudah terbiasa dididik dengan tegas oleh ayahku bagaimana menjaga diriku.

Hal ini berlanjut dengan dirinya yang kemudian menyentuh jemari ku, awalnya ku risau ku takut tapi kurasa toh ini hanya sekali. Ternyata—ini tidaklah sekali, tapi berkali-kali seperti ketergantungan terhadap obat jika tidak dilakukan maka akan terasa seperti ada yang hilang. Berbulan-bulan bersamanya telah kulewati. 6 bulan ku telah berjalan bersama dengannya. Aku merasa seperti gadis muda yang sangat bahagia. Aku jalan kemanapun aku mau ia akan mengantarkan. Bahkan aku berani untuk pulang malam melewati jam malam kosku. Aku sering tidak bisa masuk kamar kosku karena terkunci.

Aku bahkan sangat yakin bahwa Dio adalah calon pendampingku karena aku kemudian menjadi tergila-gila padanya. Aku yang sebelumnya sering mengaji menjadi hal yang jarang sekali ku lakukan. Shalat hanyalah sebagai pemenuh kewajibanku saja. Saat aku mengakhiri shalatku degan salam ku tidak merasakan adanya kedamaian dalam hatiku. Aku sadar aku saat itu sangat jauh dari Rabbku. Aku tidak merasakan kenikmatan dalam beribadah pada Tuhanku.

Awalnya aku tidak peduli dengan semua tanda-tanda mengerasnya hatiku. Pikiran ku hanya dipenuhi oleh Dio, Dio dan Dio. Aku merasa hidupku sudah sangat-sangat lengkap dengannya. Dan inilah yang membuat setan semakin bersorak-sorai melihat diriku.

Kemudian dua hari sebelum ulang tahunku, aku melakukan sesuatu yang seharusnya benar-benar tidak boleh aku lakukan. Saat lampu merah, mobil yang kutumpangi dengan Dio berhenti. Masih butuh waktu 113 detik lagi sebelum lampu hijau. Dio pun diam dan menatapku. Ku balas menatap matanya. Entah mengapa saat itu mata hitamnya membuatku terpaku dan tetap menatap mata indahnya. Dalam gelapnya malam, disinari dengan lampu-lampu jalanan dan mobil, Dio berbisik pelan dan mendekat padaku.. "Dinda.. kamu cantik sekali hari ini..". Aku sontak tersenyum dan tertunduk malu. 

Dio kemudian dengan beraninya memelukku. Aku sedikit bergetar karena aku tidak pernah dipeluk dengan lelaki selain dengan Ayahku. Aku membalas pelukannya dan kemudian Dio mengecup pipiku. Aku kaget tapi pelukannya membuat aku tidak bisa menolaknya. Dengan perlahan kemudian Dio menyentuh bibirku dan kami berciuman dalam waktu yang singkat. Naudzubillahmindzalik. Aku yang dulu amat membenci orang-orang yang pacaran. Aku yang dulu berkata jijik pada orang yang berpacaran layaknya suami istri. Kini aku merasakan semua yang dulunya aku benci. Reflek aku menangis saat itu. Dio pun bingung dan melepas pelukannya pada ku dan kemudian lampu merah sudah berganti menjadi hijau. Selama perjalanan pulang Dio hanya diam begitupula dengan ku. Aku memegang tanganku karena ku merasakan perasaan resah yang amat sangat hebat. Akupun juga merasa Dio menghela nafas panjang saat dia melirikkan matanya padaku. Entah desahan kesal atau karena lelah. Aku tidak terlalu memperhatikannya.

Sesampainya aku di kos aku menangis. Entah apa yang ku tangisi. Aku hanya merasa resah karena aku berbuat dosa. Pada saat itu aku tidak langsung bertobat karena aku sudah merasa Allah pasti sudah membenciku. Allah tidak sayang lagi padaku. Yang sayang padaku saat itu hanyalah Dio. Dio kemudian mengirim pesan lewat line dan meminta maaf padaku. Ku masih ingat sekali pesannya. "Dinda. Aku minta maaf aku lancang sama kamu. Aku rasa hubungan kita tak usah dilanjutkan. Kamu terlalu lugu. Kamu seperti tidak menikmati yang aku lakukan padamu. Terima kasih. Sampai jumpa."

Aku hanya diam menatap ponsel tersebut. Air mata tiba-tiba menetes dan jatuh ke kasurku. Ku menangis. Saat itu dipikiranku jangan sampai Dio meninggalkan ku karena aku tidak sesuai seperti apa yang dia minta. Dengan cepat tanganku mengetik dan membalas pesan Dio. "Dio, aku senang sekali kok tadi, maaf aku baru pertama kali dan belum terbiasa saja. Terima kasih untuk hari ini. Jangan tinggalkan aku." Terus terang saat itu aku berbohong. Aku hanya takut jika Dio pergi meninggalkanku sementara aku sudah terlalu terbiasa padanya.

Esoknya kami pun bertemu kembali dan berjalan bersama lagi. 1 tahun sudah waktu terlewati. Dan dia meminta yang lebih dari sekedar yang sudah kami lakukan. Sungguh ku semakin tidak tahan dengan semua permintaan anehnya kala itu. Ku bilang aku tidak bisa. Dan dirinya memaksaku. Aku sudah menyerahkan seluruh hati ku padanya tetapi kenapa yang ia inginkan adalah nafsu pada fisikku saja. Dio pun ingin memutuskan hubungannya dengan ku. Saat itu dia langsung memblokku lewat line. Semua chat ku tidakk sampai padanya. Ku meneleponnya tetapi tidak pernah diangkat. Sampai aku berpikiran gila untuk menyilet-nyilet tanganku karena aku merasa sangat stres Dio pergi meninggalkanku. 

Aku seperti tidak punya tuhan saat itu. Aku ingin bunuh diri. Aku awalnya mengambil jarum peniti dan menusuk-nusuk pergelangan tanganku. Darah keluar tapi hanya berupa bulir-bulir saja. Entah saat itu aku masih belum merasa sakit. Kulanjutkan mencari gunting. Aku takut untuk menusuk maka aku gesek-gesekkan saja diatas permukaan kulitku. Aku masih belum puas dan kemudian aku teruskan dengan menggunakan cutter untuk menggores pergelangan tanganku. Luka garisan ditanganku sudah terlihat dan aku menghentikannya.

Aku pun memfoto luka tersebut dan mengirim lewat email ke Dio. This is so ridiculous , i hurt my self in order to get his attention. Aku pikir inilah salah satunya cara agar Dio dapat membalas pesanku yang sudah 1 minggu Dio tidak menghubungi ku. 5 menit kemudian, pesan muncul "Dinda. Berhenti lakuin itu, kamu dimana sekarang?"

Aku senang membaca pesan tersebut dan aku langsung membalasnya. Kami pun berbincang dan Dio justru berkata

"Berhenti ya Dinda lakuin itu, Aku akan selalu buat kamu kalau kamu nurut sama aku".

"Aku ga bisa Dio, apakah rasa sayang yang selama ini kuberikan dengan selalu menemani kamu itu kurang? Aku ga bisa berbuat lebih dari itu. Kita juga belum menikah"

"Aku tidak peduli. Kamu pacar aku, aku berhak melakukan pada saja denganmu. Apa bedanya pacaran sama ga pacaran kalau aku ga bisa dapat apa yang aku mau?"

Aku diam, bungkam seribu bahasa. Aku sudah sampai dititik aku sudah tidak sanggup lagi bersama dengan Dio. Dio sudah kelewatan. Tapi aku cinta dia aku tidak bisa marah memakinya. Aku hanya diam. Aku sangat lemah saat itu. Wanita yang lemah haus akan cinta manusia bukan mencari cinta pada TuhanNya. Dio pun pergi meninggalkan ku. Dia memblok semua aksesku. Aku mempunyai dua nomor. Nomor yang pertama Dio tahu karena aku sering menghubunginya dengan nomor tersebut. Dan nomor yang lain dirinya tidak tahu karena biasa kugunakan untuk internet saja.

Aku masih mencoba menghubunginya dengan nomor tersebut. Aku sudah tidak menghubungi dia sejak itu. Dio hilang. Dio meninggalkanku karena aku tidak mampu memenuhi semua nafsu gilanya. Aku merasa hancur sekali. Hancur sekali seakan-akan langit telah runtuh, bumi telah bergoncang hebat dan tidak ada tempat lagi untuk berlabuh. Pada saat aku dititik yang sangat-sangat hancur.

Aku kemudian mencoba untuk shalat dan aku menangis sepanjang shalat. Di akhir shalatku, ku baru tersadar bahwa sebenarnya aku punya Allah. Cuman Allah yang tahu rahasiaku selama ini. Selama 1 tahun aku berpacaran dengan Dio, aku tidak memiliki sahabat di kampusku karena waktu ku habiskan bersama dengan Dio. Ku angkat tanganku dan berdoa dengan tulus dan penuh harap. Ku berkata lirih sambil terisak menangis mengadu dan meminta pada Allah SWT.

"Yaa Allah.. Hamba telah lalai dan mendzalimi diri hamba selama ini. Hamba tersiksa ya Allah. Hamba sudah tidak sanggup dengan Dio. Maafkan semua perbuatan hamba ya Allah walaupun aku tahu Engkau mungkin sangat marah dan membenci semua perbuatan ku selama ini. Ya Allah, hamba bertobat pada mu ya Allah. Hamba takut akan siksaMu. Tolong ya Allah terima tobat hambamu. Hamba berjanji tobat ini adalah tobatan nasuha. Tobat dengan sebenar-benarnya tobat hamba tidak ingin mengulangi lagi. Bimbinglah hamba untuk mendekat pada Mu ya Allah. Bimbing lah hamba untuk menjadi manusia yang taat dan baik. Pertemukanlah hamba dengan lelaki yang sholeh dan baik untuk hamba kelak ya Allah. Hamba sudah lelah dengan perbuatan zina ini. Ampuni hamba ya Allah.. Tolong ampuni hamba..."

Aku menangis tersedu-sedu dan akupun tertidur diatas sajadahku. Malam itu aku telah terbuka matanya. Malam itu Allah berikan aku hidayahNya. Malam itu akhirnya ku kembali pada pelukan Tuhanku bukan pada pelukan lelaki yang tak halal. Malam itu aku mengazzamkan diri aku untuk menjadi wanita yang sholeha dengan ingin memperbaiki semuanya sebelum semuanya terlambat. Sebelum Allah mengambil nafasku, diriku diberi kesempatan untuk memperbaiki semua kehancuran yang telah aku perbuat.

Sejak saat itu aku memperbaiki diriku. Aku lebih aktif di organisasi keilmiahan yang dulu aku tinggalkan kini ku coba kujalani. Aku melakukan berbagai penelitian. Berkenalan dengan orang baru. Ku mengobati lukaku dengan memperbanyak melakukan kegiatan yang lebih berarti untuk masa depanku. Sampai akhirnya ku bertemu Syifa dan membuat project bersama. Project inilah yang kemudian dapat membawaku ke Negeri yang selama ini aku impi-impikan. Allah membuka jalan pada ku untuk berkeliling mentadabburi keindahan dunia ciptaanNya. Aku mendapat Letter of Acceptance untuk mempresentasikan hasil penelitian berupa paper dan produk ku di Istanbul-- Turki.

Petualangan ku dimulai disini. Dan ku harap ini akan menjadi lembaran-lembaranku yang baru. Kuharap hal ini dapat menjadi penebus dosa dari lembaran-lembaran kelam yang sangat sulit untuk menghapus buramnya tulisan di masa laluku.

Ku tatap lagi jendela pesawat. Tampak sayap pesawat menembus lembutnya awan-awan. Langit senja menyemburatkan warna oranye membentang sejauh mata memandang. Matahari mulai tergelincir menunjukkan sudah saatnya tugasnya tergantikan oleh malam. Begitupula dengan hati ini. Sudah saatnya tergantikan dengan seseorang entah dari mana yang sudah dituliskan jauh sebelum aku diciptakan tertulis dengan indah di lauful mahfudznya.

Tugasku saat ini adalah menjaga diri sebaik mungkin yang memang sedari dulu harusnya kujaga. Menjaga kehormatanku, menjaga dari diriku yang terbaik yang hanya dapat dinikmati oleh suami ku kelak. Ku menoleh ke kanan tempat Syifa tertidur. Wajahnya tertidur pulas dengan kepala sedikit menyender di bahuku. Kini aku punya sahabat yang menguatkan proses hijrahku.

Ku tersenyum penuh syukur atas semua karunia dan rasa sayang Allah yang benar-benar kurasakan saat ini. Satu hal yang harus selalu kuingat. Ku tidak boleh menyia-nyiakan semua kesempatan yang Allah berikan di waktu yang singkat ini. 

***