"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah beritagembira kepada orang-orang yang sabar."
(QS.2:155)
Aku merasakan adanya turbulensi karena terjadi perubahan ketinggian yang mendadak karena sudah tiba saatnya untuk landing. Tanpa sadar aku meremas tangan Syifa karena aku merasa takut setiap kali pesawat akan segera turun.
"Din. Sakit ibukk tangan ku diremes, why dont you just keep praying? It's much better than hurting me like this"
"Sorry, just please stay a while like this Syif.. i'm afraid."
"Din.. din.. i wish you will have future husband as soon as possible. Dari pada kamu ngeremes tanganku mending ngeremes tangan suami!"
"Haha—i wish he'll come Syif, tenang kok nanti sampean ku undang" ku tertawa dan rasanya lega sekali ada orang yang tangannya bisa ku remas-remas.
Ku lirik jendela dan pesawat sudah mulai turun dan terlihat lah padatnya kota Abu dhabi di malam hari. Tanpa tersadar ku melihat ada jas warna biru seperti warna almamater ku terjatuh dari kursi persis di depanku.
Mungkinkah jatuh karena turbulensi tadi?
Ku ambil dan kulihat logo universitas nya sama persis denganku. Mata ku terbelalak kaget dan Syifa juga menunjukkan ekspresi yang sama. Ternyata dari tadi Syifa memperhatikan apa yang aku lakukan. Kami saling menatap satu sama lain. Kita sama-sama tau bahwa didepanku itu adalah seorang lelaki.
Apa dia juga ada kegiatan perlombaan yang sama dengan kita? Apa dari jurusan lainkah? Kok aku ga tau ya ada anak lain yang bertepatan pergi hari ini?
"Syif, gimana ini kita kasih kapan?" tanyaku berbisik-bisik.
"Iya.. nanti pas dia berdiri dari seatnya, kita langsung tahan dan tanya dia" jawab Syifa lirih.
Kuharap lelaki didepan ku ini sedang tertidur dan tidak mendengar percakapanku dengan Syifa. Aku benar-benar penasaran sedang ada urusan apa dia memakai almamater dan bahkan sekarang juga sama-sama transit di Abu dhabi.
"Dear passengers, we're landing on Abu dhabi airport. The local time in Abu dhabi is 14.15 pm . Abu dhabi is 4 hours behind Malaysia. Thank you for having flight with us."
Aku dan Syifa saling tatap dan menganguk. Kita sudah saling sepakat untuk segera memberhentikan laki-laki yang ada didepan kami berdua. Kami melihat setiap penumpang sudah berdiri mengambil barang dari kabin dan mengantri untuk keluar. Laki-laki tersebut juga sudah berdiri dan sepertinya dirinya tidak sadar bahwa almamaternya terjatuh.
Ternyata teman sebelahnya mengenakan almamater namun lelaki temannya memakainya seperti jaket yang diikat dipinggangnya. Mulutku rasanya gatal sekali karena rasa ingin tahuku yang besar sebenarnya siapa mereka dan ada apa bisa kemari. Kuberanikan diri bertanya pada kedua laki-laki didepan ku yang tubuhnya membelakangi aku dan Syifa.
"Permisi mas, mas maaf dari Indonesia ya?"
Mereka berdua kompak menoleh kebelakang karena merasa sama-sama dari Indonesia. Mereka tersenyum melihat kami berdua dan bertanya.
"iya mba, keliatan banget ya dari wajahnya. Ada apa mba sepertinya ada yang ingin disampaikan". Tanya laki-laki yang almamaternya terjatuh.
"Ini mas almamaternya jatuh nih, btw ini almetnya sama persis seperti punya saya. Mas dari jogja ya?" Syifa pun menyodorkan almamater laki-laki tersebut.
"Wah makasih ya mba saya sampai lupa kalau almamater saya jatuh. Makasih yaa. iya kami dari jogja mba." Laki-laki tersebut mengambil dan menyelampirkan almetnya di bahunya. Syifa yang juga sama-sama penasaran menyenggolku untuk bertanya lagi namun aku tidak peka untuk bertanya. Syifa kemudian menambahkan bertanya.
"Mas ada keperluan apa? Kita satu kampus loh kok bisa kebetulan sekali bertemu disini?"
Kedua laki-laki tersebut kaget dan ingin langsung berbicara tetapi kemudian tertahan dan diam saat melihat orang-orang yang bertambah banyak dibelakang kami. Aku baru menyadari bahwa obrolan kami ber-4 di dalam pesawat menghambat penumpang lain yang ingin lewat.
Kami tersadar dan segera beranjak keluar dari pesawat dan melanjutkan obrolan kami setiba di seattle bus menuju bandara. Bus tersebut berbeda dengan bus-bus umum yang ada di Indonesia. Tampak lebih bersih dan selebihnya terdapat gantungan tangan dan beberapa tempat duduk disetiap sudutnya. Aku dan Syifa berdiri dekat dengan pintu yang automaticaly terbuka dan tertutup. Aku bersender disamping pintu otomatis yang terdapat tiangnya dan Syifa berdiri dengan tangan bergelayut ke atas. Kedua laki-laki tersebut juga berdiri tepat disamping kami.
Laki-laki yang tadi almetnya jatuh bertanya padaku "Kalian satu kampus ya ternyata sama kita? Kalian ada acara apa kok bisa sampai sini?". Wajah keheranan lelaki tersebut menatap ku lekat-lekat seperti mencari tahu kebenaran dari mataku dan menyesuaikan dengan jawabanku.
"Hehe iya mas kan almamater kita sama, kita mau ada lomba mas tapi bukan di Abu Dhabi, insya Allah di Istanbul." Jawab ku pada mas yang belum kutahu namanya ini. Tubuhnya tinggi sehingga ia melihatku menunduk. Ku perhatikan wajahnya, dia memiliki wajah seperti orang sunda kulitnya kuning langsat dengan kumis tipis terbalut rapih diatas bibirnya. Dia tersenyum sumringah seperti sehabis memenangkan penghargaan dan dengan cepatnya ia membalas
"Masya Allah, kok bisa sih mba, saya sama temen saya ini juga mau ke Istanbul!"
Aku dan syifa saling bertatapan menatap keheranan dan jelas sekali mata kami saling terbelalak karena kaget mendengar pernyataan masnya.
"Loh mas ke acara apa? Saya di ISIF (Istanbul International Inventions Fair) tepatnya di WOW convention center deket sama airportnya. Jangan-jangan event yang kita ikutin ini sama ??"
"Wah iya bener sama acara yang kamu ikutin itu sama dengan saya loh. Ngomong-ngomong kenalin aku Alvin dari FMIPA nah ini temenku yang founder penelitian kita namanya Sam dari FTI"
"Ya Allah kok bisa sih dari kampus ga ngabarin kalau ternyata ada tim lain juga yang berangkat, apa aku kurang informasi yaaa mas" ku menyahut dengan tampang keheranan mengapa bisa-bisanya pihak rektorat kampus tidak mengabari diriku dan Syifa mengenai hal ini. Akan lebih baik jika kami saling mengkoordinasikan ini jauh-jauh hari.
"Yaah mau gimana kita setidaknya udah dipertemukan Allah disini Din, Oiya mas, kenalin saya Syifa dan ini temen saya Dinda. Kami juga mau presentasiin hasil penelitian kami kok disana. Mas udah ada yang jemput ga nanti? Atau ada kenalan?"
Mas Sam yang sejak tadi diam kini ikut menjawab, "Kalian belum ada kenalan ya di Turki? Alhamdulillah kita ada mas-mas PPI (Persatuan Pelajar Indonesia) nih yang nanti jemput kami di bandara Ataturk Istanbul nanti. Kalau kalian mau bareng kita aja."
Mata ku membulat membesar karena mendengar jawaban yang sangat menyenangkan dari mas Sam ini. Sekali dia berbicara omongannya membuat hati ini adem karenanya.
"Iya mas kami belum ada kenalan, bener-bener random banget nanti disana. Gapapa kan bareng mas-masnya?"
"Ya gapapalah wong kita juga sama-sama dari satu kampus, dari yogya juga lagi. Santai aja nggih hehe" balas mas Alvin.
"Alhamdulillahhh" jawab kami serempak.
Sesaat seattle-bus berjalan pelan dan mengerem tanda bus tersebut telah sampai di gate yang seharusnya. Serentak setelah bus berhenti, pintu otomatis terbuka dan membuat penumpang di dalamnya keluar berhamburan. Mas Alvin dan Mas Sam berjalan di depan kami memberikan tanda untuk mengikuti mereka keluar. Aku dan Syifa menyusuri passport control, petugas imigrasi yang laki-lakinya sudah dibalut dengan baju khas arab dengan jubah putih panjang dan sorban begitu pula dengan wanitanya dibalut lengkap dengan pakaian serba hitam. Sensasinya baru terasa jika sedang diluar negeri. Semua pemandangan laki-laki dan wanitanya yang tinggi semampai. Mereka berjalan hilir mudik kesana kemari sesuai dengan tujuan gate yang mereka inginkan. Sesampainya ku dibagian tengah dari airport kakiku terhenti dan tertegun melihat keadaan sekitarnya.
Aku seperti sedang berada di dalam Mall yang sangat besar yang setiap sudutnya dikelilingi oleh duty free shop, souvenir dan semua desain tokonya sangat mewah. Bahkan, setiap penanda jalannya yang menunjukkan arah gatenya menjelaskan berapa menit waktu yang akan dicapai jika diraih dengan jalan kaki. Seperti menuju gate 48 takes about 5 minutes walk. Oke, ini terkesan berlebihan namun inilah perasaan ku seorang gadis muda yang selama ini memimpikan dapat melangkahkan kaki ke negeri orang dengan usaha sendiri tanpa biaya dari orang tua kini dapat tercapai. Allah mengizinkanku merasakan rasanya menapaki semua keindahan ciptaannya yang terbentang luas di seluruh penjuru dunia. Ku teringat dari kisah novel yang mengingatkan akan pepatah arab berupa man shala ala darbi wa shala, barang siapa yang berjalan di atasnya akan sampai ke tujuannya.
Hal ini juga sesuai dengan firman Allah SWT dalam quran yang tertera pada surat Al-Mulk ayat 15 "Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.". Firman Allah ini benar-benar menginspirasi ku untuk mencoba menuntut ilmu sejauh dimanapun ia berada.
"Dindaaa ayuk kok malah diem sih? Mas Alvin sama mas Sam udah jauh tuhhh!"
Panggilan Syifa membuyarkan lamunanku. Tak berhenti mulut ini mengucapkan hamdalah mengucapkan syukur pada kuasa yang telah membawaku pergi jauh ke belahan negeri lain. Kaki kupun melangkah mengikuti gerak mereka. Gelak tawa mereka mewarnai perjalanan kami, sampai---
"BUK!!!!"
Aku terjatuh terdorong seseorang dan diam tersungkur di tengah keramaian. Mereka yang tadinya berada jauh didepanku berlari kembali menghampiriku.
"Astaghfirullah dinn, kok bisa jatuh sih? Kamu ngelamun ya? " tanya Syifa kepadaku sambil meraih tanganku.
"Hehe iya nih aku cuman ga nyangka fa ku udah sampai disini hehe, maaf ya norak" ku tersenyum nyengir sambil mengusap-usap pantatku yang nyeri karena sebagai bantalan mendarat di marmer Abu dhabi airport yang dingin. Mas Alvin dan Mas Sam memerhatikan kami berdua sambil menunjukkan ekspresi khawatir.
"Kamu gapapakan din?" tanya mas Alvin.
"Iya gapapa kok mas, oiya yuk kita langsung ke gatenya kita nunggu disana aja masih transit berapa jam sih mas ke istanbulnya?"
"kurang lebih 6 jam, tapi mending kita nyari tempat duduk dulu disana buat istirahat." Jawab mas Sam menerangkan
Kami bertiga mengikuti Mas Sam yang berjalan didepan menuju gate yang sesuai. Bandara Abu Dhabi memiliki banyak sekali gate dan besar sehingga harus melewati banyak jalan sebelum mencapai gate yang diinginkan. Kami pun akhirnya menemukan tempat untuk beristirahat selama transit. Bangku yang disediakan di luar gate merupakan bangku besi panjang yang saling berhadap-hadapan. Kami memilih duduk berhadap-hadapan dengan maksud agar saling mengecek satu sama lain dan membangunkan jika sudah mulai waktunya boarding.
Akhirnya aku bisa dengan leluasa beristirahat sejenak. Sejak di pesawat aku tidak tidur dengan nyenyak dan sekarang akupun belum merasa begitu mengantuk. Mungkin efek dari jet-lag. Aku kemudian mengambil hp yang ada di dalam tas selempangku. Ku nyalakan paket data roaming ku yang belum ku nyalakan sejak dari Malaysia. Beberapa menit kemudian kulihat banyak sekali notif masuk dari line. Ku buka dan kulihat di dalamnya ada 8 pesan dan semuanya dari .... Dio.
"Din, kamu dimana sekarang? Lebih baik kita ketemu" (10.30)
"Din? Tolong balas pesanku. Udah seharian kamu ga balas pesan ku." (08.00)
"Din? Aku tadi pas kuliah kok ga lihat kamu. Kamu dimana?" (10.00)
"Din tolong balas kasih aku kesempatan menjelaskan.." (10.01)
"ping" (10.01)
"Din.. please.. (10.02)
"Din.. please, i beg to you please replay these messages. ASAP" (10.03)
"Din.. aku akan berubah. Tolong kasih aku kesempatan dulu" (11.00)
Mendadak aku merasa lemas. Rasanya jari-jari ini lemas untuk mengetik jawaban ke Dio. Keringatku mulai muncul seperti bulir-bulir di leher maupun di dahiku, jantungku ikut berdegup dengan cepat. Menurut buku kedokteran yang pernah ku baca berdasarkan PPDGJ III (panduan pedoman diagnostik gangguan jiwa) gejala yang aku miliki saat ini dapat dikategorikan ke dalam PTSD (Post traumatic stress disorder).
Jelas aku pernah mengalami pelecehan seksual yang dilakukan Dio. Dan jika semua kenangan ini membangkitkan ingatanku saat dulu aku berhubungan dengannnya, hal ini membuat aku merasa tertekan dan semua gejala tadi muncul tanpa dapat aku kendalikan. Disisi lain terus terang saat ini hati ku masih condong terhadap Dio karena aku pernah mencintainya dengan nafsuku dan ragaku. Maka... pesan bujukannya terhadapku adalah salah satu bentuk ujian yang cukup berat bagi gadis lemah sepertiku.
Perlahan jemariku mengetik pesan dari Dio karena sudah terlanjur aku baca.
"Aku tidak lagi di Indonesia aku sedang lomba. Jangan cari aku."
Dengan cepat balasan dari Dio muncul. Entah di Indonesia sudah jam berapa tapi perbedaannya seharusnya 3 jam dan saat ini di Abu Dhabi sudah jam 3 pagi.
"kamu pergi kemana? Tolong kembali lagi. Aku sudah bukan Dio yang seperti dulu. Ternyata aku memang butuh kamu Dinda. Aku baru sadar setelah selama ini kamu ga selalu ada disisiku"
Sepersekian detik aku memercayai pesan singkat dari Dio bahwa dirinya sudah berubah. Ya. Setiap orang punya hak untuk berubah dan tentunya hidayah datangnya dari kehendak Allah. Tapi mengapa rasanya hati ini berat jika harus kembali lagi dengan Dio walaupun dia mengaku sudah berubah.
"Aku ada lomba di Turki. Jadi kamu mau aku gimana?"
Aku pun mengigit bibirku. Baru menyadari bahwa pertanyaanku seperti pertanyaan yang memprovokasi.
"Aku mau kita kembali seperti dulu tetapi komitmen tidak ada campur tangan seks di dalamnya"
Aku diam termangu. Sesaat aku mengingat semua kembali kenangan indah saat bersamanya. Namun, sepertinya Allah menjagaku. Aku merasa seperti ada yang membisiki hati nurani ku jika aku kembali pada Dio aku memang akan tetap memiliki Dio tetapi aku akan kehilangan Dia.
Yaa betul.. Dialah Allah Tuhanku akan murka pada ku jika aku kembali berbuat zina padahal sebelumnya aku telah berjanji pada tuhanku aku telah tobat nasuha. Aku seperti menelan duri karenanya. Akupun memberanikan diri menjawab pesan dari Dio dengan berusaha sesingkat mungkin, padat dan jelas.
"Maaf Dio.. Aku ga bisa. Sampai jumpa"
Sesaat setelah pesan itu terkirim, ku hapus semua pesan yang masuk dari Dio. Kepalaku terasa amat penat dan letih mengingat banyak sekali kenangan-kenangan yang berjalan kesana-kemari membuyarkan pikiranku. Cukup sudah ku menanggung semua rasa sedih yang menyiksa batin ini.
Kumatikan handphoneku. Ku sandarkan kepalaku ke bangku di tempat aku menunggu boarding pesawat. Memang hanya waktu yang dapat menyembuhkan lukaku. Obviously like many people said that "time will heal everything, include people's heart".
Dan semoga perjalananku kali ini, melipur duka ku dengan melihat negeri baru dan orang-orang baru. Semoga.
***