Lovers who are not meant to be together, cannot reach the top of the tower. At the same time, you are destined to marry the person with whom you go up to the top for the first time.
-folk legend-
Kami berempat menyusul Mas Andi di lobby utama Hall Exhibition. Aku lihat dari kejauhan Mas Andi sedang sibuk berbincang dengan seorang lelaki yang sangat tinggi tubuhnya. Mereka sepertinya sangat asik mengobrol sampai akhirnya tidak menyadari keberadaan kami berempat yang sudah berada disebelah mereka. Sosok lelaki yang berada di sebelah Mas Andi menengok ke arah kami sembari tersenyum.Hal itu sontak membuat Mas Andi menoleh pula.
"Ya,ampun saya ga sadar kalian udah disini semua. Kenalkan, ini sahabat saya semasa saya SMA boarding dulu dan asli Solo dia, Hafidz namanya." Mas Andi mengenalkan sosok lelaki tersebut kepada kami.
"Assalamualaikum. Salam kenal semuanya. Saya Hafidz Nanti saya izin ikut pergi bersama kalian ya? Boleh?"
"Wa'alaikumussalam wr wb. Boleh sekali mas. Salam kenal juga saya Alvin. Kami berempat dari yogya lagi ikut lomba disini. Mas kebetulan ada urusan apa bertemu Mas Andi disini? Tanya Mas Alvin mewakili rasa penasaran kami berempat.
"Wah kalian juga ikut acara ISIF ya? Saya juga. Tapi saya ga mewakili Indonesia. Saya disini mewakili Jerman, karena saya kuliah kedokteran disana".
Jawabannya Mas Hafidz ini sontak membuatku kaget dan tidak menyangka. Orang indonesia, kuliah di jerman, fakultas kedokteran juga dan saat ini malah mewakili jerman untuk presentasi penelitian.
Luar biasa. Batinku.
Syifa menyenggol pelan dan berbisik kepadaku "Din, ini orang paket lengkap din! Mirip artis korea .. iku mirip tenan karo seng jenenge(1) Lee Min Ho(2) Din. Asli".
Spontan aku tertawa mendengar bisikan medoknya Syifa yang ngaco, tapi memang 100 persen betulan setampan itu. Kulitnya kuning langsat bersih dan matanya agak sipit. Ia memakai baju kemeja hitam dan celana panjang kain warna putih. Tak kusangka orang indonesia bisa memiliki paras yang menawan menyerupai artis korea. Istanbul telah membuatku bertemu dengan orang-orang luar biasa.
"Masya Allah mas ga nyangka saya, mas berarti juga ada disini stand boothnya? Mungkin besok pas acara exhibition lagi kami mau mampir ke tempat mas." Tanya Mas Sam yang sepertinya turut antusias dengan kehadiran Mas Hafidz.
"iya mas, saya ada standnya disini. Boleh sekali kalau mau melihat stand booth saya dengan senang hati" jawabnya dengan lembut.
"oiya fidz, ini udah maghrib. Sekalian shalat di mushola sini aja ya? Kamu yang imamin".
"Loh, gak kamu aja ndi yang orang sini?"
"kamu aja, seorang imam harus yang lebih faham bacaan sholat. Kamukan juga hafidz quran. Bisalah pimpin kita semua". Jawab Mas Andi.
"Baiklah .."
Aku yang sekilas mendengarnya seperti nampak tak percaya. Ibaratnya seperti "nikmat tuhan mana lagi yang kau dustakan jika menjadi pendampingnya" kurang lebih seperti itu rasanya. Aku merasa agak malu karena aku sangatlah jauh dari sosok Mas Hafidz ini. Hafidz namanya. Seorang yang hafidz quran pula sangat sesuai dengan namanya. Pasti ibunya bangga memiliki anak seperti dirinya.
Kami berenam mulai berwudhu dan bersiap-siap untuk sholat. Saat ini, mushola sepi dan hanya kami berenam. Mas Hafidz berdiri di shaf paling depan dan memulai takbir.
Ku dengar lantunan surat Alfatihah dari Mas Hafidz. Setiap makhraj yang keluar benar-benar baik diucapkan dan sangat tartil. Dilanjutkannyalah surah kedua olehnya.
"Innafatahnalaka fathammubina..."
"Liyaghfirollakallahu maa taqoddama min dzambika wama taakhoro wa yutimma ni'matahu 'alaik..."
Mendadak aku menangis.. air mataku menetes dari pelupuk mata tanpa tertahan saat Mas Hafidz melantunkan ayat pertama dan kedua surah Al-Fath. Hatiku berdesir hebat seolah tafsir arti dari ayat surat Al-fath ini membuatku teringat betapa Allah amat baik pada hambanya dengan memberikan ampunan walaupun seorang hamba memiliki kesalahan kelam dimasa lalunya dan tentu senantiasa membimbing hambanya ke jalan yang lurus jika Allah meridhoi.
Entah mengapa ku meneteskan air mata. Mungkin karena begitu merdunya bacaan yang dibawakan oleh Mas Hafidz yang membuatku terhanyut pada lantunan dan maknanya. Shalat maghribku kali ini benar-benar sangat syahdu dan khusyu dibuatnya. Aku betul-betul kagum dan terkesima. Akupun tersadar. Bahwa ternyata dunia memang tidak selebar daun kelor. Yang ku kenal selama ini hanyalah lelaki seperti Dio. Tapi saat kubuka cakrawalaku dan melihat dunia baru, banyak sekali pria yang luar biasa. Bagaimana denganku? Aku hanya bisa menunduk dan tertawa malu mengingat kesalahanku dimasa lalu.
Memangnya pantas kamu Din mengharapkan lelaki sholeh sedangkan kamu saja punya masa lalu yg buram. Jangan banyak bermimpi. Gerutuku dalam batin.
***
Kami kemudian melanjuti perjalanan kami. Kami menyusuri jalan setapak disinari oleh temaramnya sinar rembulan. Langkahku mulai melambat karena rasa penat yang sedari tadi sudah kutahan akibat lamanya perjalanan ku ke Istanbul seharian ini. Aku juga menyadari diriku paling tertinggal jauh dibelakang. Aku memasukkan kedua tanganku ke dalam saku jaket parasutku yang mulai terasa sulit digerakkan karena dingin yang mulai membekukan persendian jari jemariku. Hidungku mulai terasa sulit menghirup. Udara Istanbul yang dingin mulai terasa membekukan hidungku. Aku yakin pleksus kiesselbach(3)hidungku tersumbat. Harapanku satu. Kapankah kami akan segera sampai ke restoran yang ditunjukkan mas Andi? Terus terang, aku lapar dan lelah.
Langkahku kemudian tertahan, saat ku sadari Mas Sam yang sedari tadi memegang kamera dan merekam kami berenam.
"Dindaaaa, ayuk buruan sini jangan lambat-lambat jalannya bentar lagi sampe kok!" sahut Mas Sam dari kejauhan. Tak kusangka, sedari tadi kami berenam direkam. Tak bisa aku bayangkan betapa jeleknya wajahku saat kelelahan.
"iya mas, sabar yaa.. Dinda otw .." sahutku pelan karena entah mengapa langkah kaki ku kian memberat. Aku tidak menyadari selama perjalanan Mas Hafidz yang awalnya berada didepan, kini berada persis didepanku. Mungkin dia merasa kasihan melihat aku yang jauh tertinggal di belakang.
"Din, kamu kecapean banget kayaknya. Mas bilangin ya ke Mas Andi supaya istirahat makan sebentar".
Aku terharu. Tak menyangka Mas hafidz sangat peka dan aku tersenyum lemah sembari menjawab "Iya mas, makasih".
Mas Hafidz kemudian menyusul Mas Andi yang sudah berjalan jauh didepan. Sayup-sayup kudengar Mas Andi yang tengah asik menceritakan mengenai Turki ke Mas Alvin, Syifa dan Mas Sam. Kudapati Mas Hafidz berbicara dengan Mas Andi, kemudian berbincang sejenak. Aku lihat Mas Andi menganguk dan kemudian mengajak kami berenam untuk kemudian singgah ke salah satu restoran terdekat. Berkat Mas Hafidz, akhirnya aku dapat segera istirahat sejenak.
Kami berenam duduk saling berhadap-hadapan di meja restoran. Aku hanya terduduk diam lemas. Setiap Mas Andi menanyakan menu apa yang aku inginkan, aku hanya menjawab "samain aja aku mas sama yang lain" jawabku lirih terhadap Mas Andi. Mas Alvin, Mas Sam dan bahkan Syifa masih asik membahas apa yang mereka bicarakan mengenai Turki. Lalu apa yang dilakukan Mas Hafidz? Dirinya hanya diam dan sesaat kudapati dia melihatku. Kedua mata kami saling bertemu pandang dan sontak saat itu juga Mas Hafidz memalingkan wajahnya dari ku. Seolah-olah dirinya sedang sibuk melihat pelayan restoran berlalu-lalang kesana kemari. Sampai akhirnya menu pesanan yang dibawakan pelayan akhirnya datang.
Di meja kami sudah terdapat beberapa makanan yang berjajar diatas meja. Ada beberapa makanan yang familiar diatas meja tapi ada beberapa yang emang something new for me. Mas Andi-yang aku kira adalah orang yang cuek, tapi sepertinya dirinya benar-benar menjiwai perannya sebagai seorang tourguide.
"Oke teman-teman semua, saya jelaskan satu-satu yaa makanan yang tadi saya pesankan untuk kalian. Ini ada döner kebab. Saya yakin kalian semua udah pernah nyobain makanan ini. Jadi apa bedanya sih döner kebab Turki sama Indonesia? Kalau di Turki, döner sendiri artinya memutar. Jadi daging yang dipanggang diputar supaya matang, terus baru deh diiris-iris dagingnya. Kita bisa minta di wrap atau engga. Yang di meja ini ga di wrap, jadi kita bisa ambil tortilla-nya sendiri. Karena saya tau kalian lapar banget, jadi ada tambahan nasi juga disebelahnya.." Mas Andi melirik kepadaku dan dia tersenyum lebar sembari menyodorkan priring döner kebabnya padaku. Aku membalasnya tersenyum tipis.
Mas Sam, tidak segera memulai memakan makanannya, tetapi dia justru sibuk mengambil angle yang bagus untuk döner kebabnya. Dia tunjukkan ke kami mengenai gambar makanannya,
Aku hanya bisa menyengir dengan hobinya Mas Sam yang mengabadikan semua moment kami selama di Istanbul ini. Tak ku sangka juga, Syifa mulai mengambil sendok lalu membagi-bagikannya dengan kami dan membuat kami mulai menyantap makanan kami masing-masing. Aku lihat sekeliling, semuanya mulai makan dengan lahap dan dalam keheningan ku ucapkan syukur ku pada yang Maha Kuasa karena aku telah diberikan kesempatan merasakan makanan yang lezat dari negara lain.
Aku lirik Syifa disebelahku dan ia mulai mencoba meminum minuman putih seperti susu. Tapi tulisan yang tertera bukan kata milk walaupun ada gambar sapi dibotolnya. Setelah Syifa mencoba tegukan pertamanya, raut wajahnya sesaat berubah "Waseeeeeeemmmmm!", seru Syifa membuat kami semua melirik ke arahnya nya dan menghentikan santapan kami.
Minuman apa sih.. jebakan batman dari Mas Andi jangan-jangan. Karena aku teringat saat di exhibition tadi sore Mas Andi juga senang meledekiku.
"Hahaha, Syifa gasuka ya? Itu minuman khas sini sehat itu mirip-mirip yoghurt, namanya ayran". Tawa renyah Mas Andi membuat kami semua ikut tertawa melihat tingkah Syifa.
Akupun jadi penasaran rasanya seperti apa. Ku ambil sesendok ayran itu dan kumasukkan mulutku. Sensasi asam menyelimuti lidahku. Tapi ada manis-manisnya dan lebih cair seperti susu tidak seperti yoghurt yang selama ini aku coba. Dengan spontannya ku jawab "Asem sihh, tapi enak kok seger!" seruku pada Syifa dan dia mulai menatapku keheran-heranan. Ku dapati Mas Hafidz, Mas Alvin dan Mas Sam mulai ikut mencicipi ayran dan mereka juga mengernyit menunjukkan tampang tidak suka terhadap ayran.
"Mana enak din, wasem banget ini ga boong" seru Mas Sam padaku. Aku tertawa dan justru kupamer menyendoki lagi ayran beberapa teguk. Kulirik mereka geleng-geleng melihat tingkahku ini.
"Kayaknya tergantung yang minum deh, kalau orangnya manis sih bakal jadi enak!" jawabku pede sambil terkekeh.
"Hebat si Dinda ini, baru kesini lidahnya udah kayak bule aja. Bule jawa coklat manis tapi ya haha!"
Spontan wajahku berubah menjadi betulan kecut karena ledekannya Mas Andi. Heran aku, salah apa aku sama ni orang. Aku tidak marah, hanya merasa jengkel saja diledek didepan Mas Alvin dan Mas Sam yang terhitung belum akrab. Akupun menyadari Mas Andi melirikku dan spontan dia berkata "Canda din, jangan ikut kecut juga dong kayak ayran" ledek lagi Mas Andi.
Mas Alvin yang sedari tadi diam ikut tertawa dengan ledekan Mas Andi. Terus terang aku merasa tersudutkan dengan candaan konyolnya Mas Andi. Hanya Mas Hafidz yang tetap asyik sibuk makan dengan makanannya. Entah dia tidak peduli dengan candaannya Mas Andi, atau dia tidak mau ikut-ikutan meledekiku. Aku perhatikan sedari tadi, Mas Hafidz benar-benar menjaga etikanya terhadap orang lain. Mungkin dia tidak mau menimpali suatu hal yang nantinya akan berefek tidak mengenakkan di hati.
Makan malam kami memang betul-betul menyenangkan saat ini. Malam ini rasa kelelahan ku terasa benar-benar telah terangkat karena suasana yang begitu hangat, seakan-akan menghangatkan dinginnnya malam di Kota Istanbul.
"Kalau udah selesai makan semua, kita lanjut jalan-jalan yuk. Kalian cuman ada waktu 1 minggu disini dan saya sudah buatkan list untuk kalian ke tempat-tempat mana aja yang harus kalian kunjungin" sahut Mas Andi memecahkan lamunanku.
"Kita abis ini mau kemana mas?", Tanya Mas Sam pada Mas Andi.
"Kita ke Galata tower".
****
Kami kemudian beranjak dari restoran tempat kami makan dan melanjutkan perjalanan malam yang dingin. Mas Andi sebelumnya mengatakan bahwa Galata Tower merupakan salah satu destinasi yang paling sering dituju oleh para wisatawan asing dari penjuru negeri. Galata tower sudah ada dibangun sejak Zaman Konstatinopel. Yaitu, masa dimana Muhammad Al-Fatih belum menduduki Konstatinopel yang kemudian saat ini disebut sebagai Istanbul, Turki. Galata tower saat itu digunakan oleh penduduk lokal sebagai menara yang memantau adanya kebakaran atau tidak. Dari Galata tower pula, penduduk kala itu mampu memantau keluar masuknya kapal karena lokasinya berdekatan dengan selat Bosphorus yang menghubungi Golden Horn atau Tanduk Emas. Lebih tepatnya, Galata tower ini berada pada bagian utara dari Istanbul dan sejauh penduduk di kota ini memandang, akan selalu tampak bagian kerucut dari menara ini. Rasanya, seperti Galata ini selalu mengikutimu kemana dirimu pergi. Langit malam yang bersih saat ini benar-benar memberikan gambaran indah untuk Galata tower yang saat ini dihiasi oleh cahaya lampu yang meneranginya.
"Galata tower ini, sudah lama sekali berdiri. Ia menjadi saksi perjuangan manusia kala itu" Mas Andi membuka keheningan malam.
"Perjuangan Muhammad Al-Fatih kan maksudnya mas?" Tanya Mas Alvin.
"Iya. Nama aslinya beliau, Sultan Mehmed II. Perjuangan seorang pemimpin islam yang terbaik dan dengan pasukan yang sangat terbaik pula yang kemudian akhirnya mampu menembus benteng pertahanan Konstatinopel yang berlapis-lapis. Sejarah islam mencatat, bahwa kemampuannya dalam berstrategi perang ini sudah terlatih sejak beliau kecil. Sejak kecil, beliau dilatih oleh ayahnya sendiri, yaitu Sultan Murad II. Beliau dididik dengan Al-quran, dimana beliau sudah mampu menguasai berbagai kitab hadist, menguasai enam bahasa dan mahir bela diri dengan pedang. Saat umur 19 tahun, beliau sudah dilantik menjadi seorang raja. Dan-pada umur 21 tahun, beliau atas izin Allah, telah mampu menaklukan wilayah Konstatinopel yang merupakan romawi kristen orthodox kala itu".
"Masya Allah, keren banget ya mas. Idaman banget ya Al-Fatih itu. 21 tahun udah menaklukan wilayah, apakabar denganku yang 20 tahun aja masih pusing mikirin kuliah" sahut Syifa.
"Yes, exactly. Kita harus banyak mencontoh betapa taatnya beliau pada Tuhannya dan betapa cerdasnya beliau sebagai seorang muslim. Galata tower ini, sebagai saksi sejarah bahwa saat itu pasukan Sultan Mehmed II sudah mampu menembus benteng konstatinopel yang berlapis-lapis dengan cara yang luar biasa. Yaitu, kapal-kapal perang Sultan Mehmed II menaiki bukit dengan menaiki kayu-kayu besar yang sudah diminyaki oleh pasukan Sultan Mehmed II. Kemudian, kapal tersebut ditarik bersama-sama oleh pasukan Sultan Mehmed II lalu mampu melewati bukit sampai ke muara. Letaknya saat itu dekat sekali dengan Galata tower dan kemudian mengitari Golden horn atau tanduk emas.Tanduk emas tersebut diketahui terdapat rantai yang panjang yang bertujuan untuk menghalau setiap kapal-kapal yang akan memasuki konstatinopel. Atas kemampuannya menduduki Konstatinopel, Sultan Mehmed II menjadikan bangkitnya kembali agama islam dan kerajaan usmaniyah. Karena pencapaiannya, beliau diberi gelar Sang Penakluk atau disebut juga dengan Al-Fatih. Sehingga sampai saat ini,beliau dikenal luas dengan nama Muhammad Al-Fatih".
Kami semua menganguk-anguk terkesima mendengar penjabaran Mas Andi mengenai sejarah Muhammad Al-Fatih. Tak kusangka, saat ini aku berdiri tepat di depan bangunan yang telah menjadi saksi sejarah manusia. Ku tatapi menara ini yang telah menjulang tinggi kurang lebih setinggi 67 meter itu. Akankah suatu saat nanti aku mampu menjadi sosok manusia yang berarti sekali layaknya Muhammad Al-fatih?
"Mas Andi, inikan udah malam, kita bisa ga sih naik ke atasnya? Penasaran bangetttt! Seru Syifa memecah keheningan kami.
"Yah, sayang banget Syif udah tutup, kita udah kemaleman kesininya".
"Emang diatasnya nanti ada apa sih mas?"
"Ada peninggalan sejarah kerajaan usmaniyah, terus dari atas nanti kamu bisa melihat pemandangan Istanbul yang indah sekali. Oiya, saya juga mau bilang,Galata tower ini punya legenda rakyat. Penduduk sini meyakini, bahwa jika menaiki Galata tower ini sampai ke puncaknya dengan seseorang yang dicintai, maka akan ditakdirkan untuk menikah bersama".
"Ciee keren banget yaa mas, sayang banget tutup jadinya diantara kita ga ada yang bisa dapet takdir itu dong" goda Syifa menanggapi cerita Mas Andi.
"Haha, namanya juga legenda. Kalau naik Galata tower terus jodoh ya Alhamdulillah kalaupun naik tapi tetep ga jodoh ya wallahualam kan ahaha".
Jawaban Mas Andi membuat ku menyunggingkan senyumku. Ku lihat kembali Galata tower khususnya pada bagian kerucutnya. Kulihat kembali kilauan gemerlap cahaya yang sangat memanjakan mata. Tak pernah terbayangkan sebelumnya aku akan melihat salah satu saksi bisu keajaiban dunia disini. Sejenak ku berpikir, mengingat penaklukan konstatinopel, akankah hatiku kembali mampu ditaklukan oleh seorang insan yang baik hati nan sholeh dan mau menerima ku yang pernah berbuat salah ini?
Aku yakin, Tuhan tak pernah tidur. Tuhan selalu mendengar setiap rintihan hati setiap hambanya. Dan semoga, doaku akan segera terjawab oleh Sang Pemilik Hati.
**bersambung**
(1) iku mirip tenan karo seng jenenge ..(Bahasa jawa): itu mirip sekali dengan yang namanya..
(2) Lee Min Ho : aktor dan penyanyi asal Korea Selatan. Ia mulai dikenal luas di Korea maupun di Asia berkat perannya sebagai Gu Jun-pyo dalam drama Boys Over Flowers pada tahun 2009.
(3) Pleksus Kiesselbach : Kumpulan jaringan pembuluh darah dari kumpulan empat arteri yang memperdarahi hidung . Arteri anastomosa membentuk pleksus yang merupakan situs umum untuk mimisan .