Chereads / Cinta 2 Benua / Chapter 6 - BAB 5 - TEŞEKKÜRLER

Chapter 6 - BAB 5 - TEŞEKKÜRLER

"Khoirunnas anfa'uhum linnas"

Sebaik-baiknya manusia diantaramu adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain

-H.R. Bukhori Muslim-

Suhu 2◦C di Kota Istanbul. Udara dingin tidak akan mampu membekukan langkahku untuk tetap semangat menyongsong pagi hari. Hari ini adalah hari penjurian lomba produk penelitian ku di event ISIF. Aku dan Syifa kembali harus mempersiapkan stand booth, dan melancarkan cara berbicara kami untuk memberikan presentasi yang baik. Sejak awal peraturan dari perlombaan produk penelitian ini adalah juri yang datang menyamar sebagai pengunjung biasa. Kemudian akan menanyakan mengenai produk penelitian kami. Oleh karena itu, sangat disayangkan kami tidak bisa mengetahui seperti apa juri kami nanti dan tentunya kami harus mempresentasikan produk penelitian kami sebaik mungkin kepada setiap pengunjung yang datang ke stand booth. Bisa jadi pengunjung yang tampaknya tidak berpenampilan seperti juri, tapi diam-diam ia menilai.

"Dinda, kenapa kita ga coba dulu mampir ke stand boothnya Mas Hafidz buat liat-liat dia bagaimana cara dia mempresentasikan hasil penelitiannya?" Tanya Syifa yang saat ini sedang berdiri disebelahku menata GREENTI produk penelitian kami.

"Hayoo, kamu mau mampir buat liat Masnya atau mau ngapain?" godaku ke Syifa.

"Haha gausah jealous gitu kali din, tenang cuman mau belajar aja kok cara presentasi produk penelitian yang baik kayak gimana" kata Syifa dengan tawa renyahnya.

"Idih, siapa to Syif yang cemburu. Aku kan ngeledek kamu tadi kamu malah ledek aku balik"

"Haha Dinda .. Dinda seneng deh buat kamu cemberut. Tapi aku serius Din, kita ini masih amatir, alias pemula banget disini. Ga ada salahnya kan kita mampir ke stand boothnya Mas Hafidz siapa tau kita jadi lebih banyak wawasannya" ujar Syifa.

"Iya juga sih Syif. Tumbenan kamu bener. Yaudah yuk kita kesana".

Kami berdua kemudian berjalan menuju lokasi tempat stand booth Mas Hafidz berada. Posisinya memang lumayan jauh dari tempat kami karena memang stand booth digolongkan berdasarkan wilayah negara. Negara Eropa berada di posisi paling depan, dekat sekali dengan pintu masuk utama Hall. Negara maju memang beda penelitiannya. Pasti produk penelitiannya dilirik orang banyak. Sesampainya kami disana, aku melihat Mas Hafidz tengah sibuk mempresentasikan hasil penelitian keberapa pengunjung yang tertarik dengan invensi atau temuannya. Dirinya dikelilingi oleh dua wanita Turki dan satu pria dengan wajah bulenya sedang menanyakan apa fungsi dari temuan penelitiannya. Dari jarak 3 meter kami berdiri, kudapat mendengar omongan mereka dalam bahasa inggris.

"Could you explain to me what are the function about this invention? And what make this really special and important?" Tanya pria bule itu.

"Well, as what you see in here, it's a diaper pants' baby. This diaper has a special function to detect whether there is a respiratory disorder such as apneu. In medical term, apneu is a respiratory distress, which is usually occurred suddenly after the baby has been drunk of milk or after meal. I invented this product, in order to help parents to aware what happened in his baby. If the baby having a respiratory distress, this diaper pants will make a sound to make his parents notice there's something wrong on his lovely baby. It's not only used as alarmed, this diaper can do further than that. It can make a graphical data that transferred to pc or android, so parents can evaluate respiratory record of the baby"(1). jawab Mas Hafidz.

Bule-bule itu kemudian menganguk-nganguk dan terkesima dengan penjabaran Mas Hafidz. Bule itu kemudian menanyakan bagaimana ide seperti itu bisa muncul dan apakah alat ini sudah pernah di uji cobakan langsung ke bayi. Semuanya dijawab secara lugas dan cerdas oleh Mas Hafidz. Dan ia sangat fasih menjelaskan dengan bahasa inggris dan tidak ada sedikitpun aku mendengar aksen orang Indonesia. He speaks like a native speaker. Aku pun menyadari aku datang di waktu yang tepat saat dimana aku dapat melihat bagaimana caranya mempresentasikan suatu produk penelitian dengan baik didepan pengunjung yang hadir penasaran dengan produk penelitian kita. Aku kembali kagum untuk kedua kalinya oleh kemampuan Mas Hafidz ini.

Ketiga bule itu kemudian berjabat tangan dengannya dan kemudian Mas Hafidz mengucapkan "danke schön"(2). Ketiga bule tersebut lalu pergi.

Mas Hafidz kemudian menyadari kehadiran kami yang sedari tadi berdiri dan memandangi dirinya.

"Dinda? Syifa?, sudah dari kapan kalian berdiri disana? . Maaf ya, saya ga notice kalian ada disana dari tadi." Tanya mas Hafidz menghampiri kami berdua.

"Baru bentar kok mas, kita tadi juga sekalian ngedengerin omongan mas tadi di depan bule-bule tadi. Keren sekali loh mas produk penelitian mas dan cara bicara mas". Kataku padanya.

"Haha iya kah? Alhamdulillah kalau mengerti apa yang saya maksudkan" jawab Mas Hafidz. Ia tampak tersenyum malu. Sangat nampak pipinya muncul semburat kemerahan seperti buah cherry.

Astaga manis sekali senyumnya.

"Oh iya kalian ada keperluan apa kemari?" Tanya Mas Hafidz

"Jadi mas, kami kesini mau liat-liat seperti apa sih cara presentasi yang baik. Saya yakin Mas Hafidz lebih senior dari kami dan pasti memiliki kemampuan yang jauh diatas kami. Mohon bimbingannya ya mas" jawab Syifa pada Mas Hafidz.

"Sebenarnya saya disini juga masih banyak belajar seperti kalian. Tapi mungkin ada beberapa tips yang bisa kalian pakai untuk presentasi penelitian kalian. Pertama, kalian harus pede. Kenapa? Karena ini adalah hasil karya penelitian kalian. Kalian lah penemunya dan yang paling menguasai. Kalian harus mendeskripsikan penelitian kalian betapa pentingnya alat ini, dan mengapa kalian bisa punya ide untuk menemukan produk ini. Jadi bisa saja, kalian tambahkan latar belakang dari pembuatan produk kalian. Kedua, kalian harus banyak practice. Saya selalu menanamkan hal ini pada diri saya bahwa "practice makes perfect". Semakin sering kalian latihan berbicara, menguasai panggung alias mampu berbicara didepan orang banyak dalam bahasa asing kalian akan mampu membuat audience mengerti presentasi kalian dan bahkan mengapresiasi karya kalian. Terakhir, setelah kalian usaha dan practice semaksimal mungkin, just let Allah do the rest. Biarkan Allah yang menentukan yang terbaik untuk kalian. Perbanyaklah berdoa dan tawakal atas apa yang sudah kalian usahakan. Insya Allah saya yakin kalian bisa menjadi yang terbaik dari karya kalian" jelas Mas Hafidz dengan penjabarannya.

"Mantap Mas Hafidz ini benar-benar gamblang menjelaskannya" seru Syifa padanya.

"Iya mas terima kasih banyak ya, Insya Allah akan langsung kami praktekan" jawabku tak mau kalah dengan Syifa.

"Haha iya, sama-sama ya. Semoga lancar presentasi kalian ya. Oiya nanti sore selepas exhibition selesai, Andi mengajak saya dan kalian untuk siap-siap berangkat jalan-jalan lagi. Dia bilang mau ngajak kalian cari oleh-oleh dulu sama naik kapal feri di selat bosphorus nanti malam" kata Mas Hafidz.

"Wahhh jadi ga sabar mas, terima kasih ya. Kami nanti akan kumpul lagi saja di depan lobby hall ya. Nanti saya juga akan aja Mas Alvin dan Mas Sam" jawab Syifa Cepat,

Mataku membulat mendengar kalimat yang keluar dari mulutnya Mas Hafidz. Aku amat sekali gembira setelah kami bekerja keras di exhibition ini, nanti sore kami akan jalan-jalan lagi dan melihat keindahan selat bosphorus dengan kapal feri---- Astaga. Aku tidak bisa lagi menafsirkan bagaimana bahagianya aku saat ini.

***

Pukul 16.00 waktu Turki. Aku spontan segera merapikan stand booth ku mengingat ucapan yang disampaikan oleh Mas Hafidz. Tak sadar aku selalu tersenyum menyengir setiap mengingat hal itu. Sampai—Ada suara laki-laki menyapaku di stand.

"Eh Dinda, kenapa senyum-senyum? Seneng ya disamperin saya?" goda Mas Andi padaku. Aku heran sejak kapan orang ini datang. Tidak bersuara. Aku lihat Mas Andi sedang membawa banyak roti berbentuk bundar warna coklat yang cukup besar. Terdapat taburan wijen diseluruh bundaran rotinya. Mirip seperti roti bagelnya eropa bedanya ini lebih besar.

"Itu roti apa mas?" tanyaku spontan padanya.

"Oh ini? Ini Simit namanya din, roti khas turki. Saya sengaja bawain ini dari rumah saya. Saya bawa ini karena tahu pasti kamu lapar" . Mas Andi tersenyum tengil padaku. Terus terang aku merasa geli tapi memang benar aku lapar. Kalau dipikir-pikir aku memang mudah lapar.

"Aku cobain satu yaa, makasih mas". Ku ambil roti bundar yang bernama simit itu. Ku ucapkan basmallah dan kugigit potongan awal dari roti besar bundar ini. Dan------- entah mengapa tidak bisa digigit.

"Mass. Emmh ini kokh keyass?" tanyaku sembari mengunyah roti simit yang ternyata keras sekali seperti karet ban.

"Eh keras kah? Tadi pas aku di rumah pas masih anget-angetnya enak kok dan empuk.. apa karena pas perjalanan kesini udaranya dingin jadi keras yaa?" Tanya Mas Andi memasang muka khawatir.

Aku lihat Mas Andi tampak cemas dan aku tidak mau membuat dia memasang muka tidak enaknya pada ku. Padahal niat dia sudah sangat baik mau membawakan roti jauh-jauh dari rumahnya.

"Iya dikittt kok kerasnya, ini aku makan". Terpaksa ku telan utuh separuh roti bundari simit itu sisanya ku simpan dengan alasan mau kusimpan buat nanti perjalanan.

"Hehe maaf ya Dinda padahal tadinya mau bikin Dinda kenyang malah takutnya bikin gigi Dinda ambyar" kata Mas Andi. Aku tertawa dan aku bilang "Ayuk mas, kita sekalian jalan-jalan yuk cari oleh-oleh. Kata Mas Hafidz katanya kita mau dibawa ke pasar oleh-oleh sama naik feri kan?"

"Haha pinter banget din kamu kayak gini pasti langsung diinget. Ayuk bilang ke yang lain".

Kami berdua menyusul teman-teman yang lain yang ternyata sudah menunggu di lobby hall persis seperti instruksi Mas Hafidz pada kami. Mas Andi pun menyampaikan kita akan pergi ke pasar besar Turki yang bernama Bakırcılar Çarşısı atau turis-turis menyebutnya dengan Istanbul grand bazaar . Ia menyatakan bahwa pasar ini terdiri dari dua bagian. Bagian atas dan bawah. Bagian atas disebut dengan kapali carsi atau pasar tertutup disana banyak sekali toko hijab dan pakaian, sedangkan pada bagian bawah disebut dengan pasar jagung atau Mısır çarşısı. Pasar bagian bawah banyak sekali toko yang menjual makanan.

Mas Andi meminta kami dibagi menjadi dua kelompok karena kami berenam untuk mempercepat waktu yang semakin malam. Mas Andi menyarankan 1 kelompok terdiri dari 2 cowok dan 1 cewek. Ia menyatakan bahwa pasar turki saat malam rawan terjadi kejahatan. Banyak kumpulan geng bahkan laki-laki yang mabuk saat musim dingin.

Aku dan Syifa sepakat bahwa kami berdua harus membagi jenis oleh-oleh. Kami memutuskan aku bagian oleh-oleh hijab dan Syifa bagian makanan khas Turki.

"Gini aja, karena rute di pasar bawah lebih luas di banding pasar atas, saya nemenin di bawah. Saya, Alvin sama Syifa berarti ya yang di pasar bawah. Hafidz, Sam sama Adinda nanti ke pasar atas. Kita nanti ketemuan kalau udah selesai di pasar bawah. Dan jangan malam-malam ya biar kita sempat untuk naik kapal feri" kata Mas Andi pada kami berlima.

Aku, Mas Hafidz dan Mas Sam beranjak menuju ke pasar atas. Pintu masuk ke pasar atas melalui pasar bawah terlebih dahulu. Terdapat banyak sekali penjual yang tokonya berjajar dan sangat padat. Yang membuat ku terkejut adalah, para penjualnya mampu menggunakan bahasa Indonesia untuk menyapa kami yang berwajah jelas asli Indonesia ini.

"Assalamualaikum, selamat datang, sini mampir" seru salah satu pedagang saat kami melintasi pasar. Aku tersenyum lebar dan menganguk mengucapkan bahasa mereka.

"teşekkürler (3)" jawabku pada mereka dan mereka tertawa.

Aku sangat senang pada gaya penjual orang-orang Turki ini. Mereka sangat ramah dan tidak memaksa dalam menjual. Ku lanjutkan langkahku melewati lorong-lorong pertokoan. Banyak sekali cabai kering yang digantung, manisan, hiasan piring keramik elegan, roti dan masih banyak hal yang membuat mataku berseliwiran kesana-kemari melihat keramaian pasar.

Aku, Mas Hafidz dan Mas Sam terus berjalan menanjak ke bagian atas. Semakin ku naik, semakin kulihat pemandangan yang semula berupa makanan berubah menjadi toko hijab, aksesoris wanita, dan berbagai hiasan. Aku, Mas Sam dan Mas Hafidz memasuki toko hijab dan melihat berbagai motif jilbab khas turki. Mulai dari pashmina, segiempat dengan berbagai ukuran dan corak warna warni. Mereka umumnya menerima hijab dalam bentuk grosiran.

Aku satu-satunya perempuan disini, otomatis aku jadi model percontohan untuk Mas Hafidz dan Mas Sam untuk kemudian memantaskan antara hijab satu dengan yang lainnya. Mas Sam kemudian bilang "Din, kamu cocok e pakai hijab apa aja aku jadi bingung milihin buat emak sama budeku yang mana bagusnya. Jangan-jangan kamu pernah jadi model ya dulu?" tanyanya padaku.

Aku kaget dan tidak percaya Mas Sam bisa berujar seperti itu. Walaupun apa yang dikatakannya memang—benar. Aku hanya menganguk dan tersenyum malu sembari pura-pura mencari hijab bermotif bunga-bunga di gantungan hijab.

"Tuhkan beneeer. Model pas kapan Din?" Tanya Mas Sam kembali penasaran. Mas Hafidz yang tadinya sibuk membentangkan kerudung, menjadi ikut-ikutan melirik ke arahku seperti meminta jawaban.

"Duluu mas udah lama, 2 tahun yang lalu. Sekarang udah engga kok. Cuman model majalah terus udah berhenti" jawabku pelan.

"Kenapa berhenti? Karena hijrah ya?, padahal banyak lo sekarang model-model pakai hijab" kata Mas Sam.

"Gapapa, aku mau fokus belajar agama aja mas. Aku pengen bener-bener wajahku yang bermake-up itu kutunjukkan pada suami ku aja.. hehe" jawabku malu-malu pada Mas Sam. Ku lihat Mas Hafidz menunjukkan wajah senyumnya pada ku. Aku merasa pipiku menjadi semakin panas dan entah udara dingin ini rasanya jadi gerah. Rasanya perutku ikut mules melihat senyumnya itu.

Kami kemudian berpindah dari toko hijab satu ke toko yang lain. Kami membanding-bandingkan harga dan mencari yang termurah untuk dibeli banyak. Sampai akhirnya perut mulesku yang ku kira karena "senyumnya" Mas Hafidz, ternyata aku mules karena panggilan alam. Aku bergegas izin ke Mas Sam dan Mas Hafidz untuk ke toilet dengan langkahku yang cepat.

Aku meninggalkan Mas Sam dan Mas Hafidz berdua saja.

"Mas.. lihat kameraku ga ya?" Tanya Mas Sam yang menjadi sibuk mencari –cari kamera ditasnya.

"Wah ga tau saya mas, terakhir saya liat mas Sam foto pakai kamera itu pas di toko hijab, apa kita kesana bareng-bareng?" Tanya Mas Hafidz.

"Ohiya! Astaghfirullah saya baru inget!, yaudah mas saya kesana dulu yaa saya masih inget jalannya. Mas Hafidz tunggu disini aja sampe Adinda keluar. Aku pergi dulu yaa" jawabnya tergesa-gesa sembari berlari menuju ke arah toko yang lokasinya jauh diatas. Mas Hafidz belum sempat menyampaikan pendapatnya tetapi Mas Sam sudah terlanjur melesat pergi.

Saat aku keluar dari kamar mandi, yang kudapati hanyalah Mas Hafidz.

"Loh mas, Mas Sam kemana ya?" tanyaku.

"Iya din, Mas Sam buru-buru nyari kameranya. Katanya beneran ketinggalan di toko hijab tadi".

"Ya ampun mas, jauh banget. Itu kan masih diatas lagi. Kita susul apa gimana?"

"Kayaknya kita lanjutin aja deh cari oleh-olehnya. Kalau kita malah balik lagi keatas, nanti titipan oleh-oleh punya Mas Alvin dan Syifa ga akan kebeli semua. Kita terusin aja terus kita kabarin Mas Sam" jawab Mas Hafidz pada ku.

Aku hanya bisa menganguk mengikuti saran dari Mas Hafidz. Karena aku sangat merasa canggung sama Mas Hafidz, aku hanya berjalan mengekorinya dari belakang dan berusaha menjaga jarak aku dengannya. Dirinya berjalan memimpin di depan dan aku agak dibelakang supaya tidak berdekatan. Aku hanya tidak ingin dirinya tidak nyaman karena hanya bersamaku.

Udara semakin terasa dingin. Hembusan nafasku berubah menjadi uap-uap tebal. Aku semakin menggemgam kedua tanganku erat untuk mengurangi rasa dingin ini.

"Din, kamu jalannya disebelah aku aja. Lagi rame ini". Jawab Mas Hafidz padaku. Aku pun menganguk dan hanya mengikuti apa yang dia katakan. Aku kini berada disamping kirinya Mas Hafidz dan tetap sedikit menjaga jarakku dengannya. Aku dengannya hanya saling diam selama beberapa saat. Hanya terdengar langkah kaki dan beberapa penjual yang sibuk dengan pembeli dan dagangannya. Akupun mencoba memecahkan keheningan ini.

"Mas kenapa kuliah di jerman?" tanyaku padanya.

Ia sedikit menoleh ke arahku dan menjawab "Karena guruku memintaku melanjutkan studi ku disana. Beliau adalah guru yang merekomendasikan bahwa sebaiknya aku meneruskan di Jerman untuk mengembangkan ilmuku. Sebenarnya aku sudah diterima SNMPTN UI dan ITB. Orang tuaku juga sudah sangat setuju kalau aku melanjutkan disalah satu PTN tersebut dan tinggal di Indonesia saja. Tetapi guruku tetap bersikeras membujuk kedua orang tuaku, dan bahkan aku diberikan beasiswa olehnya untuk bisa melanjutkan pendidikan gratis kuliah di Jerman" jawabnya sembari melanjutkan langkahnya.

"Masya Allah, jadi mas kuliah gratis di jerman? Terus kenapa mas ambil kedokteran?" tanyaku semakin penasaran.

"Sedari awal niatku hanyalah membahagiakan kedua orang tuaku. Kedokteran adalah keinginan ibuku. Passion ku adalah membuat penelitian. Sejak se-SMA boarding dengan Andi, kami sudah sering diikutkan ke luar negeri untuk membuat produk penelitian. Setelah aku cari tau, ternyata kedokteran bisa juga menjurus bidangnya ke dokter peneliti. Dan ternyata banyak sekali alat medis yang masih bisa dikembangkan. Jadi aku pikir gak ada salahnya jika aku menjadi dokter untuk pasien dan kemudian melanjutkan passionku dengan penelitian di bidang medis"

Aku menganguk-nganguk dan semakin terkagum-kagum dibuatnya. Ku lirik Mas Hafidz yang berada disebelahku. Aku melihat betapa tebal alisnya dan mancung hidungnya dari samping. Aku yakin, jika dia kuliah di Indonesia, pasti dirinya disukai banyak orang.

"Kalau Adinda, kenapa masuk kedokteran?" tanyanya membuyarkan lamunanku.

"Kalau aku... aku suka melihat orang tersenyum. Aku suka melihat orang-orang banyak yang tersenyum setelah pergi menemui dokter. Seperti separuh beban karena sakit yang dideritanya telah terangkat setelah menemui dokter. Aku bisa bilang begini karena waktu kecil aku sering bolak-balik pergi ke dokter anak karena aku punya alergi dan asma. Dokter anak itu satu-satunya yang bisa memberikan racikan obat yang pas untukku. Semenjak itu, aku selalu meyakinkan diriku untuk bisa masuk kuliah kedokteran dan menjadi dokter sebaik dokter anak itu. Aku harap suatu saat nanti saat pasien mendatangiku, mereka dapat tersenyum saat pulang dan dapat sembuh". Jawabku padanya.

Dirinya melirikku dan tersenyum lembut. Anehnya setiap aku melihat Mas Hafidz ini tersenyum, aku merasa sangat hangat. Aku benar-benar terhinoptis seakan-akan waktu berhenti sekejap setiap ku melihat senyumnya.

Ia kemudian mengajakku melihat salah satu toko aksesoris yang banyak memajangkan gelang, cincin, dan banyak sekali gantungan kunci oleh-oleh khas turki. Aku hampiri estalase yang memampangkan cincin dan gelang-gelang yang terbuat dari perak. Aku lihat terdapat gelang cantik. Gelangnya terdapat gantungan daun-daun dan kemudian dikaitkan dengan ornamen berbentuk sayap. Spontan ku ambil gelang itu dan kucoba pada tangan kiriku.

"Cantik ya...." Aku berbicara pada diriku sendiri.

"Iya Din, cantik.." jawab Mas Hafidz padaku. Aku menoleh kaget seorang Mas Hafidz mengucapkan kata itu padaku. Aku tertunduk malu dan tidak sanggup menatap kedua matanya. Aku hanya mampu menggerak-gerakkan gelangnya ke atas dan ke bawah karena salah tingkah dibuatnya.

"Kalau kamu suka pakai aja Din, ini saya yang bayar ya" jawabnya padaku dan dirinya beranjak meninggalkan ku, dengan cepat ku menjawab

"Jangan mas! Aku aja yang bayar gak usah repot-repot" jawabku cepat karena aku tidak mau merepotkannya.

"Gapapa din, anggap aja hadiah dari saya" jawabnya padaku. Dia bersikeras untuk tetap membayarnya dan sudah berjalan ke kasir. Aku sudah tidak bisa mencegahnya. Aku harus segera bilang makasih nanti. Batinku dalam hati.

Aku kemudian berjalan keluar dari toko sembari menunggu Mas Hafidz mengantri membayar. Aku lihat ke atas langit gelap malam dan mendapatkan salju turun jatuh ke hijab dan sarung tanganku. Pertama kalinya aku merasakan salju turun dihadapanku langsung. Salju itu teraba halus saat menyentuh pipiku. Aku diam dan tersenyum menengadah ke langit sampai kemudian ada suara lelaki asing memanggilku.

"Kiz niye yanlizsin ? Bizimle beraber oynamak ister misin?" (4).

Wajahku terasa membeku seketika. Hatiku berdesir hebat ketakutan melihat tiga orang lelaki Turki datang menghampiriku. Bau alkohol menyengat tercium jelas dihidungku membuatku semakin ketakutan. Dua diantaranya memakai tato dan anting ditelinganya. Dan satunya seperti berwajah teler dan sedang memegang botol minuman keras. Aku hanya mencoba melangkah mundur perlahan berusaha menjauh segera mungkin dari kumpulan pria-pria Turki ini. Aku ingin teriak tapi sepertinya otot-ototku mati rasa dan sangat sulit untuk digerakkan. Aku benar-benar tidak berdaya.

"Sadece birazcik hadi"(5) jawab salah satu pria yang memegang botol.  Ia semakin mendekat dan berbicara dengan bahasa Turkinya. Saat aku mencoba mundur sekali lagi kebelakang, aku tersandung oleh trotoar jalan dan terjatuh. Aku tertunduk ketakutan dan rasa lemas hebat ditubuhku terasa membuatku sesak. Aku kesulitan bernapas dan sepertinya disekelilingku mulai terasa rabun. Hingga--- ku dengar suara benturan hebat didepanku. Entah dari mana datangnya.

"BRAKKK!!" Salah satu pria Turki di depanku jatuh tersungkur lemah tak berdaya. Terdapat pecahan botol minuman keras berserakan. Aku lihat kemudian dua pria Turki dibelakangnya itu lari terbirit-birit seperti dikejar hantu dan meninggalkan rekannya yang terkapar dihadapanku. Aku hanya bisa terduduk lemas dan mencari tahu siapa yang telah membuat salah satu pria Turki ini jatuh tersungkur. Dan itu adalah--- Mas Hafidz. Aku lihat tangan kanannya mengepal. Kudapati darah menetes dari kepalan jemari tangan kanannya. Aku melihat langsung rahangnya mengeras dan tatapan marahnya pada pria Turki itu. Aku ingin berdiri menghampirinya, tapi tubuhku semakin lemas. Aku merasa pandanganku bergoyang-goyang seperti kunang-kunang... hingga yang kulihat adalah gelap. 

***

Jangan lupa vote dan comment ya :) 

(1). Nah, seperti yang Anda lihat di sini, itu adalah celana popok bayi. Popok ini memiliki fungsi khusus untuk mendeteksi apakah ada kelainan pernapasan seperti apneu. Dalam istilah medis, apneu adalah gangguan pernapasan, yang biasanya terjadi tiba-tiba setelah bayi minum susu atau setelah makan. Saya menemukan produk ini, untuk membantu orang tua menyadari apa yang terjadi pada bayinya. Jika bayi mengalami gangguan pernapasan, celana popok ini akan mengeluarkan suara untuk membuat orang tuanya memperhatikan ada sesuatu yang salah pada bayi kesayangannya. Ini tidak hanya digunakan sebagai alarm, popok ini dapat melakukan lebih jauh dari itu. Itu dapat membuat data grafis yang ditransfer ke pc atau android, sehingga orang tua dapat mengevaluasi catatan pernapasan bayi.

(2). danke schön : terima kasih (bahasa jerman)

(3). teşekkürler : terima kasih (bahasa Turki) 

(4). Kiz niye yanlizsin ? Bizimle beraber oynamak ister misin? : cewek, kenapa kamu sendirian? Apakah Anda ingin bermain bersama kami? (bahasa Turki)

(5). Sadece birazcik hadi.. : Sedikit saja datang (bahasa Turki)