"Matanya terus menatap kearah luaran di jendela. Berharap badai salju lebat ini akan segera berhenti. Pikirannya mulai kemana-mana saat ia melirik kearah jam. "Bagaimana caranya, aku harus menyusul ayah kesana. Ayolah badai salju, tolong berhentilah ...," ujar Ella dalam doa. Tiba-tiba terdengarlah suara ketukan pintu. Dengan cepat ia berlari kearah pintu. "Ayah." Ella langsung memeluk sosok yang dikhawatirkannya itu. "Aku senang melihat ayah, syukurlah ayah baik-baik saja sekarang. Ayah tidak apa-apa kan? Apakah ayah terluka? Ayah ingin Ella buatkan apa?" rocosnya yang hanya dibalas senyum hangat dari Ferand.
"Tidak Ella, ayah tidak apa-apa. Sebelumnya ayah sempat mampir untuk berteduh, karena hari sudah sangat larut, jadi ayah berjalan pulang. Ayah takut kamu kenapa-napa jika di rumah sendirian."
"Ayah, aku bukan anak kecil lagi."
"Iya Ella, kamu sudah makan?"
"Belum ayah ...." Ferand tersenyum dan menutup pintu. "Ayah membelikanmu roti gandum, kesukaan kamu." Mata Ella berbinar-binar senang, dengan mengucapkan terima kasih. Ia pergi ke dapur untuk membuatkan teh hangat untuk di makan dengan roti gandum tersebut. Keesokan harinya, seperti biasa Ella bangun lebih awal. Mau tidur jam berapa pun, ia selalu bangun lebih dulu dari ayahnya. Ia menyiapkan air hangat untuk mandi, membuat sarapan, dan bersih-bersih.
"Ayah, ayo bangun ... Ella sudah siapkan sarapan, nanti dingin itu makanannya!" teriak Ella dari dapur. Ferand pun membuka matanya perlahan, dari semalam ia tidak bisa tidur memikirkan cara untuk memperkenalkan Ella pada May. Ferand takut bahwa Ella tidak akan setuju jika May menjadi ibunya. Siapa yang tidak kenal May, namanya sangat terkenal di negeri itu. Dia adalah seorang janda cantik anak satu. Ia dikenal suka foya-foya dan mempunyai sikap arogan. Namun, Ferand percaya bahwa sikap May yang tidak baik itu bisa diperbaiki. "Iya Ella, ayah akan segera turun ...."
Ella yang merasa bahwa ayahnya sedang menyembunyikan sesuatu dari semalam pun memutuskan untuk berani bertanya. "Ayah, apa makanannya tidak enak? Ella lihat ayah sepertinya sedang memikirkan sesuatu, apa itu penting?" Mengetahui bahwa Ella curiga, Ferand menarik nafasnya dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. "Jadi begini Ella, ayah ingin memperkenalkan kamu dengan seorang wanita, lebih tepatnya seorang janda."
"Iya, terus?"
"Ayah ingin menjadikan dia istri sekaligus ibu untuk kamu. Dia mempunyai anak, perempuan juga. Sayangnya, anaknya 3 tahun lebih tua dari kamu ...."
"Ayah, dengarkan Ella. Ella tidak mempermasalahkan ayah ingin menikah dengan siapapun. Ella ingin ayah menikah, karena ayah juga mencintainya. Ella ingin melihat ayah bahagia, ayah bahagia, Ella juga ikut bahagia, ayah. Ayo kenalkan Ella pada calon istri, ayah." Jawaban dari Ella berada di luar dugaan Ferand. Ferand pikir, Ella akan protes soal ini. Namun ia belum memberitahu siapa namanya, apakah jawaban Ella berubah?
"Baik Ella, ayah senang mendengar responmu. Hanya saja, kamu akan terkejut jika ayah menyebutkan siapa nama calon istri ayah nanti."
"Katakan siapa namanya ayah? Ella tidak akan marah ...."
"Namanya May, May Clearany."
"Baiklah, kapan ayah akan memperkenalkan aku pada dia? Ella tidak sabar ayah atau begini saja, ayah beritahu saja dia untuk datang makan malam disini. Ella akan masak makanan enak untuk menyambut dia." Lagi-lagi jawaban dan respon Ella tetap sama. Padahal May bukanlah orang yang dikatakan punya sikap baik.
"Apa kamu tidak keberatan jika May menjadi istri ayah? Bukankah nama dia cukup terkenal, karena si-"
"Tidak apa-apa ayah, Ella yakin sikap nyonya May masih diubah ... Mungkin saja orang lain melihat dia dan berpendapat seperti ini itu. Padahal belum tentu benar seperti apa yang mereka lihat. Mungkin saja, nyonya May punya sikap baik yang tidak diketahui orang lain. Bukankah begitu?" Ferand mengangguk setuju dan mengelus rambut indah anaknya itu.
"Kamu benar Ella, malam ini ayah akan mengajaknya berkunjung kesini ...."
"Baiklah ayah, Ella akan pergi ke pasar setelah ayah pergi bekerja, Ella akan siap makanan untuk makan malam nanti." Dalam perjalanan ke tempat kerja, hati Ferand merasa aman damai, namun ia teringat sekilas akan mendiang istrinya. "Dia tampak mirip denganmu, Tara ...."
Ella yang sudah selesai membereskan rumah pun segera mencari buku resep yang ia tulis sendiri dari pengalaman ia belajar di rumah tetangganya. Tapi sayang, tetangganya sekarang sudah meninggal, karena sakit keras. "Malam ini aku akan memasak sup dan ayam panggang. Untuk makanan penutupnya, aku akan membuat teh dan kue jahe. Aku yakin nyonya May dan anaknya senang ...." Dengan senang, ia mengambil kerudungnya warna biru tua dan membawa keranjang untuk pergi ke pasar. Seperti biasa, ia bersikap ramah kepada semua orang dan tidak lupa memberi roti gandum yang ia buat sendiri kepada orang yang membutuhkan.
"Akhirnya doa-ku terkabulkan. Tidak sia-sia aku terus berdoa, pasti ayah sangat bahagia sekarang ...," katanya dengan riang gembira. Saking senangnya, ia tidak sengaja menabrak seorang pria dengan pakai serba hitam dan sangat tertutup.
BUGH ....
"Aww ...," ringis Ella sambil memegang jidatnya. "Ah, m-maafkan saya ...." Pria itu hanya mengangguk dan pergi. Ella pun merasa sedikit aneh dengan orang itu, tapi ia melanjutkan kembali langkahnya ke tempat jual sayuran.
***
"Apa? Kamu serius Ferand? Apakah ini tidak terlalu cepat? Bagaimana tanggapan orang-orang soal kamu menikah denganku. Sejujurnya aku sedikit menyesal karena menjawab iya kemarin malam. Setelah aku pikir-pikir, aku akan mempermalukanmu nanti ...," kata May sangat khawatir.
"Tidak apa-apa May, aku mencintaimu. Aku sudah menceritakan soal ini dengan anakku, Ella. Dan ia mau menerima kamu, lagipula aku yakin sikap dan pandangan orang-orang soal kamu bisa diubah."
"Kamu tidak bohongkan Ferand? Apa benar Ella mau menerimaku? Bagaimana dengan anakku? Umur anakku dan anakmu selisih 3 tahun ...." Ferand memegang kedua tangan May sambil tersenyum lembut untuk menyakinkannya.
"Iya May, dia mau menerima semuanya. Dia ingin aku bahagia dengan wanita yang aku cintai. Sekarang aku bertanya sama kamu, apakah kamu mencintaiku?" Dengan mata tidak berkedip, May menganggukkan kepalanya.
"Senang rasanya jika kamu mau menikah denganku. Aku harus kembali bekerja sekarang, nanti sepulang kerja, aku akan datang kemari untuk menjemputmu makan malam di rumahku." Semakin senanglah hati May, sudah lama sekali ia tidak makan makanan enak. "Baiklah kalau begitu, terima kasih banyak Ferand." May pun memeluk Ferand, kemudian Ferand pergi bekerja. "Akhirnya sekian lama, impianku terwujud. Ditambah sedikit akting menyedihkan, aku berhasil mendapatkan apa yang aku inginkan sekarang. Sangat lihai sekali diriku. Lihat saja, setelah kita hidup bersama, aku akan perlahan merebut apa yang menjadi punyamu, Ferand ...," gumamnya dalam hati.
May menutup pintu rumahnya dan bersiap-siap mempercantik dirinya untuk hadir makan malam di rumah Ferand. "