Para tamu undangan sudah memenuhi ruang pernikahan. Gaun yang dikenakan Ella dan Alana sangat indah, begitu juga dengan gaun pernikahan May. Semua orang menatap dingin kepada para calon pengantin, mereka semua sepakat bahkan ada yang bersumpah, jika terjadi sesuatu, salah satu dari mereka tidak akan menolong keluarga Ferand. Janji pernikahan sudah dibacakan dan tinggal pemasangan cincin di masing-masing jari manis mereka. "Sekarang kalian berdua sah menjadi sepasang suami istri, hiduplah bahagia ...," kata sang pendeta.
Suara gemuruh tepuk tangan pun memeriahkan ruangan tersebut. Tidak lama datanglah raja Felix beserta istrinya yang bernama Calista. Mereka berdua juga mengucapkan selamat kepada Ferand dan May. Pesta pun berlangsung dengan lancar dan meriah. "Senang sekali melihat senyuman ayah hari ini, aku harap kebahagiaan bertahan untuk selama-lamanya ...." Hari mulai larut, tapi pesta belun juga selesai. Ella memutuskan untuk pulang lebih dulu, karena matanya mengantuk. Dalam perjalanan pulang ke rumah, lagi-lagi burung hantu kemarin yang hinggap di jendela dapurnya lewat, tepat diatas kepalanya. "Ah, mungkin saja aku bisa bertemu dengan pria itu. Aku ingin mengetahui siapa namanya, tolong tuntun aku kepada dia burung hantu," kata Ella yang perlahan berlari dengan tatapan mata menghadap atas.
Ella pun sampai ditempat kemarin ia kunjungi. Dan benar, seorang pria berpakaian hitam itu duduk dengan posisi yang sama seperti kemarin. "Ada apa kamu kemari? Jangan bertingkah layaknya penguntit!"
"Apa? Aku hanya mengikuti burung hantu itu, aku penasaran, siapa namamu?" sahut Ella yang berbanding balik dengan nada suara pria itu.
"Cih, siapa namaku itu tidaklah penting. Cepatlah pergi, aku sedang tidak ingin bicara dengan siapapun."
"Baiklah ... Apa lukamu sudah sembuh?"
Pria itu menoleh sedikit, "Apa untungnya kamu bertanya seperti itu? Bukan urusanmu." Ella yang lagi-lagi kembali nekat, berjalan mendekati pria itu. "Aku sudah bilang, jangan mendekat!" Ancaman itu tidak ada artinya untuk seorang Ella yang selalu penasaran. Ia akan terus nekat sampai rasa penasarannya terjawab. "Ini peringatan terakhir, jika mau selamat, cepat pergi."
Langkah kaki Ella terhenti, ia bingung akan gerak-gerik mencurigakan dari sang pria misterius ini, seolah bahwa pria ini adalah pembunuh atau orang jahat. Padahal kalau dilihat dari wajahnya sekilas kemarin, ia tidak terlihat seperti orang jahat. "Ada apa? Apa yang kamu sembunyikan? Aku tahu kamu bukan orang jahat. Apa yang kamu takutkan, aku tidak berbahaya." Kalimat lantang itu keluar begitu saja, Ella tidak pernah berkata selantang itu, ini adalah pertama kalinya dalam hidupnya.
"Kamu? Berani sekali menantangku! Kamu tidak tahu siapa aku sebenarnya!"
"Kamu?" Ella kembali melangkah kakinya dan sampai, tepat di dekat pria itu, sangat dekat. Pria itu langsung berbalik, sesuatu yang ajaib terjadi lagi tanpa disadari oleh Ella. "Beraninya kamu!" Ella terpesona melihat ketampanan pria itu, apalagi dengan manik matanya berwarna biru, sebiru batu permata aquamarine. Pria itu sangat tinggi ketika berdiri, tubuhnya tegap, dan sangat sempurna. Melihat mata Ella yang tidak berkedip, pria itu lagi-lagi membuang muka. "Untuk apa kamu menatapku seperti itu?"
Nada bicara yang awalnya dingin juga, kembali dengab nada normal. "Tidak ada, aku hanya ingin mengetahui siapa namamu saja ... Bisakah kamu memberitahu siapa namamu?"
"Namaku itu tidak penting, kamu tidak perlu tahu siapa aku, pergilah. Jangan sampai ada orang yang melihat kita berdua disini." Ella pun mengangguk dan pergi dengan perasaan sedikit kecewa. Namun apa boleh buat, tampak pria itu memang sedikit tempramental. Lagipula dirinya tidak bisa memaksa pria itu untuk mengatakan siapa namanya. Ketika langkah kaki Ella sedikit menjauh, ia berbalik menatap kearah pria itu. Tapi sudah tidak ada. "Kemana perginya orang itu? Cepat sekali ...." Ia kembali berjalan dan semakin menjauh.
"Ada apa denganku? Ketika menatapnya, aku seketika merasa tenang dan bisa mengontrol diriku. Memangnya dia siapa? Kehadirannya, memang terlihat seperti manusia, tapi tidak untuk diriku ...," gumam pria itu dari atas pohon. Sedari tadi, pria tersebut berada di atas pohon. Memperhatikan Ella berjalan keluar dari hutan. "Dasar wanita menyusahkan."
***
"Kamu dari mana saja Xavier?" tanya suara lembut dari depan pintu kamar yang mewah berlapis emas. "Kami berdua sempat kebingungan saat kamu tidak ada di dalam kereta. Lainkali jika kamu pergi kemana itu ha-"
"Iya ibu, aku tahu, harus beritahu lebih dahulu. Tapi lihatlah aku, ibu. Aku berbeda dengan kalian semua, aku sulit mengontrol diriku ini. Terlebih lagi aku ini bukan anak kecil lagi, aku sudah besar ...."
"Iya, ibu tahu, kamu ini sudah besar. Bukannya kamu harus mencoba berbaur sedikit ... Hanya sedikit saja, bagaimana nantinya jika kamu memimpin negeri ini? Jika rakyatmu sendiri tidak mengenalimu, inilah saatnya untuk belajar saling mengenal."
"Terserah ibu saja, aku tidak peduli. Lagipula, tidak ada gunanya juga mereka mengenal siapa aku. Aku ingin istirahat saja, karena ada beberapa yang harus aku urus." Dengan helaan nafas panjang, sosok ibu penyabar itu pergi menjauhi kamar anaknya. "Entahlah, ya jelas ... Aku ingin sekali membunuh mereka satu persatu dan meminum darah mereka yang segar itu," gumamnya yang kemudian menutup mata.
Ketika sudah mulai masuk mimpi, dirinya teringat akan Ella. Cepat-cepat ia membuka matanya dan mengusap wajahnya. "Ada apa hei! Aku ingin tidur dengan tenang, tapi aku penasaran juga dengan wanita menyebalkan itu. Ayolah, aku ini ingin tidur! Biar aku tidur dengan tenang!" teriaknya pada diri sendiri. Kemudian ia kembali memejamkan mata.
***
"Kok kamu lambat sekali pulang ke rumah Ella? Dari mana saja kamu?" tanya Alana yang membukakan pintu masuk. Ella pun terdiam sejenak, memikirkan jawaban apa yang masuk akal, untuk diberikan kepada Alana. "Aku baru saja ke perpustakaan, aku sebenarnya sudah pulang tadi. Hanya saja teringat bahwa aku ada janji ingin mengembalikan buku, makanya aku pergi lagi, kak ...," jelas Ella tanpa tanda-tanda berbohong. Alana pun percaya dan membiarkan Ella masuk ke dalam rumah. "Apakah ayah dan ibu sudah pulang kak?" tanya Ella.
"Belum, mereka masih berdansa menikmati acara. Kamu pergilah tidur, aku harus mandi sebentar," jawab Alana. Ella mengangguk dan menaiki tangga menuju kamarnya. Di dalam kamar, ia duduk di kursi, melihat pantulan dirinya di cermin. Tanpa sadar ia melihat pantulan dari pria misterius berpakaian serba hitam. "Hah? Kenapa kamu ada disini?" tanya Ella seketika berdiri dari kursinya. Angin kencang masuk dari jendela kamarnya yang tidak terkunci. Ia segera mengunci jendelanya dan berbalik lagi di tempat ia melihat pria itu. Dan dia sudah tidak ada lagi, "K-kemana perginya dia? Ini tidak mungkin, jelas-jelas aku melihat dia berdiri tepat di belakangku dan dia ada disana. Ayolah Ella, m-mungkin saja sekarang kamu sedang berhalusinasi dan kelelahan. Yang kamu perlukan sekarang adalah tidur. Pikiranmu selalu kacau jika dirimu lelah ...."