"Kira-kira, ayah masih marah tidak ya sama aku? Ayo Ella, tetap semangat. Paati api amarahnya sudah padam sekarang, cobalah untuk berbicara," gumam Ella menyemangati dirinya sendiri. Ia sudah membuatkan kue kering dan teh kesukaan ayahnya. Tapi saat Ella sedikit lagi sampai kepada Ferand yang sedang duduk di ruang tengah. Alana datang dan memeluk ayahnya itu. "Selamat pagi ayah, ayah mau kan temanin aku belanja hari ini? Bukankah ada banyak yang harus dibeli?"
"Selamat pagi juga sayang, iya sayang. Kita akan pergi sebentar lagi, cepat siap-siap sana," ujar Ferand tersenyum lembut. Alana pun mengangguk senang dan pergi menaiki tangga menuju kamarnya. Ella berusaha tersenyum dengan kembali menguatkan tekadnya. "Ayah ...," panggil Ella sambil meletakkan secangkir teh hangat dan sepiring kecil kue kering. Ferand tidak menyahutinya sama sekali. Ekspresinya datar bahkan tidak menoleh kearah Ella. "Ini Ella buatkan teh dan kue kering kesukaan ayah, sebagai tanda permintaan maaf atas kejadian kemarin ...."
Ella tahu bahwa ayahnya tidak akan memaafkan dirinya, hanya karena sebuah gelas saja. "Dan juga, kemarin itu ada seekor burung hantu, yah. Yang masuk lewat jendela dapur, lalu-"
"Cukup Ella, ayah tidak mau mendengarkan penjelasanmu itu. Jelas-jelas May mengatakan bahwa kamu sendirilah yang memecahkan gelas itu. Kamu membuat ayah kecewa, Ella. Sangat kecewa, anggaplah semua ini impas." Ferand bangkit dari kursinya, lalu pergi begitu saja. Tanpa mencicipi teh dan kue kering buatan Ella. Ella kemudian mengambil kembali teh dan kue tersebut, membawanya kembali ke dapur. May yang memperhatikan semuanya, hanya tersenyum sinis.
Semua orang sudah bersiap-siap untuk pergi belanja kebutuhan rumah, kecuali Ella. Mereka semua pergi dan salah satu diantara mereka bertiga tidak ada yang mau mengajak Ella untuk ikut pergi juga. Rumahnya benar-benar sepi sekarang, ia hanya menatap orang rumahnya pergi dari jendela lantai 2. "Sepertinya keluar bersama keluarga sangat menyenangkan. Ayah, mengapa kamu cepat sekali berubah. Bukankah kamu bilang bahwa aku peri kecil yang berharga untukmu?" Ella berusaha tuk tersenyum menghadapi semua ini. Ia pun mulai membersihkan rumah. Saat Ella keluar dari rumah, para tetangga dekat rumahnya terlihat sedang membicarakan orang rumahnya.
"Iya ya, kan sudah kuduga, pasti akan ada masalah. Lagipula Ferand sudah kita peringatkan. Dianya saja yang tidak mau dengar. Karena cinta pun, anak ditelantarkan," kata mereka. Ella kembali sedih mendengar itu. Dirinya sendiri tidak ada niat untuk berbuat jahat, terutama pada ibu tirinya sendiri. Dirinya sendiri percaya, keluarganya akan baik-baik saja nanti. Hanya perlu waktu saja untuk merubahnya.
***
"Apa? Kan sudah aku bilang, tangkap orang itu! Jangan biarkan dia lepas! Kali ini aku berikan kamu kesempatan, jika kamu gagal lagi. Kamu dan rekan-rekanmu akan aku penggal kepalanya, mau?" marah Xavier.
"B-baik tuan muda. Kami akan berusaha lebih baik lagi dan tidak akan gagal," jawab prajurit ketakutan. Prajurit itu kembali menjalankan tugasnya untuk menangkap seorang penjahat. Xavier memijat-mijat pelipisnya, "Pagi-pagi sudah buat orang naik pitam saja."
Hari ini mungkin akan jadi hari tersibuk untuk Xavier, tapi ini juga dimanfaatkan oleh Xavier sendiri untuk tidak memikirkan Ella. Dirinya sendiri tidak ingin berhubungan dengan orang-orang. Terlebih lagi dirinya yang berbeda hidup di tengah-tengah orang banyak yang biasa-biasa saja. Tiba-tiba masuklah para prajurit lain yang seorang tahanan. "Cepat peras habis darahnya dan dagingnya dibagi-bagikan sama rata untuk kalian semua, aku sendiri tidak mau makan daging seperti dia," perintah Xavier dingin.
"Tidak tuan muda, tolong berikan saya kesempatan hidup ... Tuan muda ...," teriak pria yang baru berumur 25 tahun. Inilah sisi gelap dari seorang Xavier. Tampan rupawan yang tidak memiliki hati, kecuali untuk Ella. Sampai-sampai Xavier belajar memahami dirinya sendiri dan mencari dimana letak penyebab yang membuat berubah 360 derajat ketika melihat Ella. Teriakkan kesakitan orang itu terdengar menggema di ruang bawah tanah. Siapapun yang mendengarnya pasti tidak akan berani kembali masuk ke dalamnya. Ruang itu adalah ruang penyiksaan, setiap tetesan darah dari orang-orang disiksa, akan di masukkan ke dalam botol. Dan dagingnya akan dibagikan kepada prajurit dan beberapa maid. Dalam sehari terdapat 3 sampai 5 orang sekaligus yang langsung dieksekusi.
Xavier sendiri tidak memandang latar belakang orang yang menjadi tawanan itu. Siapapun yang terlihat menghalangi, menganggu, bahkan melakukan kesalahan sekecil apapun. Dijamin hidupnya tidak akan lama lagi.
***
Ella pun selesai mengerjakan semua pekerjaan rumahnya. Berselang waktu beberapa menit, Ferand, May, dan Alana pun kembali ke rumah dengan membawa banyak sekali barang belanjaan, termasuk juga sayur-sayuran dan daging-daging. "Terima kasih ayah karena sudah membelikan baju baru untukku," kata Alana.
"Sama-sana Alana ...," kata Ferand. Ella yang memperhatikan dari jauh, sama sekali tidak berani mendekat. Ia tidak ingin menjadi pengacau. Ketika mereka semua selesai membereskan barang belanjaan. Mereka semua pergi lagi untuk makan siang, lagi-lagi Ella tidak diajak. "Apa mereka lupa ya sama aku? Rasanya begitu kesepian sekali diriku hari ini ...."
Ella kembali ke dapur dan menikmati makan siang sendirian. Dirinya teringat lagi kepada Xavier dan kembali bertanya-tanya di dalam pikirannya, apa Xavier berada di tempat yang sama lagi hari ini? Ia menyudahi makan siangnya itu dan bergegas pergi menuju hutan.
***
"Selesai tuan muda, orang tersebut sudah selesai kami eksekusi. Dagingnya cukup enak dan darahnya sudah kami masukkan ke dalam botol," kata prajurit setengah membungkuk.
"Baiklah jika kamu sudah selesai mengerjakan tugasmu dengan benar. Kembalilah berjaga-jaga di daerah perbatasan," jawab Xavier. Prajurit itu pergi, Xavier ingin berteriak sekarang pada dirinya. Karena tidak bisa menahan gejolak hati dan pikiran, ia memutuskan untuk pergi ke tempat kemarin. "Pasti dia ada dia disana, aku yakin itu. Semoga saja aku bisa tenang ...."
Ia berlari menggunakan kelebihannya, melampaui kecepatan manusia berlari pada umumnya. Dan benar saja dugaan Xavier. Ella kembali lagi ke tempat itu dan baru saja sampai. "Ada apa kamu kesini?" tanya Ella sedikit kaget.
"Aku kesini karena aku memang suka menyendiri disini. Kamu sendiri kenapa ada disini? Seharusnya kamu pergi istirahat dan menghangatkan tubuh di dalam rumah," tanya Xavier balik. Ella terdiam menundukkan kepalanya. Ia ingin sekali menumpahkan air matanya. Jujur saja, Ella tidak cukup kuat untuk menerima kenyataannya sekarang. Lagi-lagi, perasaan iba itu datang pada diri Xavier. Ia mendekat, lalu menarik Ella dalam pelukannya. "Sudahlah, menangislah sesuka hatimu. Aku memang tidak tahu masalah apa yang kanu hadapi. Setidaknya menangislah atau bercerita padaku. Agar kamu bisa lega sedikit."
"Hiks, aku tidak tahu harus memulai cerita dari mana. Semuanya berubah begitu cepat dan aku belum siap menghadapi semua ini ...."