"Terima kasih banyak Xavier, untuk hari ini. Aku sangat senang sekali, aku besok kamu akan mengunjungi ku?" tanya Ella dengan mata berbinar-binar.
"Eum, entahlah ... Aku tidak tahu bisa atau tidak mengunjungimu besok, soalnya ada pekerjaan yang harus aku selesaikan," jawab Xavier membalasnya dengan tersenyum. Kini Ela sudah berdiri di depan pintu rumahnya, "Masuklah ke dalam, bersihkan dirimu, dan istirahatlah."
"Baiklah Xavier, hati-hati di jalan. Aku akan menunggu kedatanganmu lagi."
"Jangan menungguku, itu akan membuatmu semakin merindukan ku."
"Terserah, sampai jumpa." Xavier menganggukkan kepalanya melihat Ella masuk ke dalam rumah. Semua orang sudah berkumpul duduk di ruang tengah, Ella sangat terkejut melihat reaksi ayahnya yang begitu tidak bersahabat. Dengan sopan, Ella berjalan memanggil mereka dan berjalan sedikit membungkuk. "Darimana saja kamu Ella? Apa kamu tidak tahu ini sudah jam berapa?" tanya Ferand.
"Maafkan Ella, ayah. Ella tadi habis pulang dari kedai mie. Soalnya Ella ingin sekali makan itu dan Xavier yang menemaniku," jawab Ella jelas.
"Hari ini adalah hari terakhir kamu bertemu dengan dia, mulai besok-besok awas aja kalau ketahuan kamu bertemu dengan dia, ayah tidak akan segan-segan menghukummu. Paham?"
"Apa? Memangnya ada apa ayah? Mengapa ayah melarangku bertemu dengan dia? Dia pemuda yang cukup baik ayah ...."
"Cukup Ella, saya tidak ingin mendengar bantahan apapun darimu. Sekarang pergi masuk ke dalam kamar mu."
"Tapi ayah ...."
"Cukup Ella!" Ella menundukkan kepalanya dan menaiki tangga menuju kamar. Di dalam kamar, ia hanya bisa pasrah dengan keadaannya sekarang. Ia sudah menduga bahwa ayahnya sudah mengatakan hal yang sama kepada Xavier, memangnya ada salah apa? Dan apa yang sudah membuat ayahnya berubah drastis sekarang. Biasanya saya tidak pernah melarang jika hal itu baik. Xavier adalah pemuda yang baik, bahkan pemuda yang paling berbeda dari pemuda lainnya menurut pandangan Ella. Kebanyakan pemuda di tempat ia tinggal, suka melakukan hal yang tidak senonoh bahkan ada beberapa yang menjadi pemberontak. Tapi Xavier tidak seperti itu, dia sopan dan baik hati. "Hiks, yang aku inginkan adalah kebahagiaan sekarang. Apa tidak pantas untuk merasakan perasaan jatuh cinta?"
***
Xavier pulang dengan wajah yang cukup, ia sedang memikirkan cara untuk bertemu dengan Ella besok. Ia tahu bahwa Ella pasti akan menunggunya. "Sepertinya tidak ada cara lain, aku akan setiap hari pergi ke rumahnya walaupun hanya melihat dari kejauhan. Setidaknya aku dan dia bisa sama-sama saling memandang," gumamnya. Ia berjalan masuk menuju kamarnya yang mewah. Calista yang melihat anaknya pulang segera menghampirinya. "Xavier, dari mana saja kamu nak? Apa kamu sudah makan?"
"Sudah ibu, aku baru saja dari tempat yang sering aku kunjungi. Aku ke kamar dulu ibu, karena aku lupa kalau aku punya pekerjaan yang belum diselesaikan dengan baik."
"Oh begitu, syukurlah. Jangan pikirkan pekerjaanmu itu, semuanya sudah ayah atasi tadi. Sekarang kamu bersihkan dirimu dan tidur."
"Baiklah kalau begitu, terima kasih."
"Sama-sama." Xavier kembali melangkah meninggalkan Calista. Felix yang memperhatikan thaiji athu pun segera mendekati istrinya itu. "Sudahlah Calista, yang perlu kita lakukan sekarang adalah doa agar Xavier cepat menikah."
"Hahaha sayang, baiklah, ayo kita pergi istirahat sekarang."
***
"Aku pergi kerja dulu ya sayang," pamit Ferand yang tidak lupa mencium kening istrinya. May tersenyum dan membalas cium tersebut. "Hati-hati di jalan."
"Pasti." May terus memperhatikan Ferand pergi menjauh. Sekarang adalah saatnya membuat Ella kembali menderita. May mengambil sebuah ember dan mengisinya dengan air dingin. Ia sudah berjalan menuju ke kamar Ella, di sini kalian sudah bisa menesbak apa yang akan dilakukan oleh May. Ia memandang wajah Ella yang memucat bercampur dengan keringat, kemudian menyiramkan air dari ember itu tepat di wajah Ella. Ella terkejut dan langsung tersadar dari tidurnya. "Makanya jangan kasihkan tidur sampai tidak mau bangun lagi, cepat sana bersihkan rumah dan masak. Aku mau pergi keluar sebentar, awas aja ketika aku pulang dan kamu belum selesai menyelesaikan ini, aku akan melaporkan ke ayahmu karena kamu berdua di kamar ini kemarin bersama Xavier."
Tentu saja Ella sangat takut, jika May sampai mengadukan hal itu kepada ayahnya. Ella turun dari tempat tidurnya, lalu bersujud di depan kaki May. "Tolong ibu, jangan adukan itu kepada ayah. Tapi Ella sungguh-sungguh tidak melakukan hal tidak senonoh di kamar ini."
"Jika kamu tidak mau aku mengadukan hal itu kepada ayahmu, cepat bergerak!"
"B-baik ibu." Ella segera membersihkan rumah, padahal kondisinya masih belum juga stabil. Ketika dirinya sudah selesai membersihkan rumah dan masak, ia baru sadar kalau kasurnya basah. "Astaga, bagaimana mengeringkannya?" Dengan sekuat tenaga pula ia menyeret kasurnya ke luar rumah, walaupun cuacanya cukup dingin setidaknya bisa membantu mengeringkan kasur basah itu.
***
"Kira-kira sekarang Ella sedang apa ya?" Xavier dengan perasaan cinta yang masih menggebu-gebu, segera melesat pergi menuju rumah Ella. Calista dan Felix hanya terdiam dan membiarkan Xavier menjalani romantisnya kisah percintaan. Xavier kini sudah sampai di belakang rumah Ella, jika ia muncul lewat depan, takutnya akan ada orang yang mengadukannya pada ayah Ella dan Ella pasti akan dimarahi lagi. Tidak lupa pula Xavier singgah membeli makanan untuk Ella.
"Bagaimana caranya aku memanggil namanya? Aku takut jika ada seseorang yang melihatku atau ada yang mengadu nanti."
"Sedang apa kamu di sini Xavier? Tumben sekali kamu berdiri di sini. Ada perlu apa? Apa kemarin ayahku aku memberitahumu sesuatu?" tanya Ella. Xavier mengelus dadanya akibat terkejut. "Hah ... Kamu ini buat aku kaget saja."
"Maaf, ayo masuklah ke dalam. Kebetulan sekali semua orang rumah aku tidak ada di dalam. Mereka semua pergi sibuk dengan aktivitas masing-masing." Mereka berdua pun masuk ke dalam rumah. Xavier meminta Ella untuk mengambilkannya sebuah mangkuk. "Ada yang kamu bawa Xavier?" tanya Ella penasaran, soalnya dari tadi ia mencium bau harum yang enak sekali.
"Aku membeli sup untukmu dan roti gandum untukmu."
"Harusnya kamu tidak boleh repot-repot, Xavier. Dari mana kamu tahu kalau aku suka makan roti gandum?"
"Bukannya kamu pernah bilang waktu itu?"
"Ah iya, aku lupa. Apa kamu sudah makan?"
"Tentu saja sudah selesai."
Mereka berdua kembali menghabiskan waktu bersama-sama, biarpun hanya sebentar. Tapi menyimpan arti tersendiri bagi mereka. Xavier menceritakan semua kejadian kemarin, saat ia mengantarkan Ella pulang kemarin siang. "Semua ini karena ibu tiriku, Xavier. Aku pikir dia adalah orang yang baik, ternyata tidak seperti apa yang kau pikirkan. Begitup9 dengan anaknya, aku takut hubungan antara aku dan ayahku terputus oleh mereka."
"Sudahlah Ella, jangan bersedih ... Biarpun hubunganmu nanti semisalnya terputus, tapi kamu itu masih tetap anaknya."