Chereads / Teen Taste / Chapter 11 - Bab 11

Chapter 11 - Bab 11

Imelda melepaskan helm yang dipakainya lalu setelah itu turun dari motor yang baru saja mengantarnya pulang.

"Lo gak mau mampir dulu Len?" Tanya Imelda sambil menyerahkan helm milik Galen ke orangnya.

"Lain kali aja, ini udah malem gak enak sama tetangga." Jawabnya.

"Tumben." Kata Imelda.

"Kalo lo mau digerebeg sama warga sih gak apa-apa." Kata Galen.

"Gila lo!" Balas Imelda sambil meninju lengan Galen.

Bukannya meringis kesakita, Galen malah terkikik geli "Lagian elo, malem-malem nyuruh cowok mampir. Liat jam neng kalo mau ngajak cowok mampir." Katanya Galen sambil memajukan pergelangan tangannya kearah Imelda agar gadis itu bisa melihat jam miliknya.

Imelda mendorong lengan Galen "Yaudah, thanks udah nganterin gue pulang." Katanya.

"Sama-sama." Jawab Galen "Lo besok kerja?"

Imelda mengganggukkan kepalanya "Gue kan kerjanya paruh waktu, jadi mau sabtu ataupun minggu gue gak libur."

"Apa gue harus bilang sama bang Panji buat kasih waktu libur buat lo?"

Imelda menggelengkan kepalanya "Udah gak usah, sayang! Nanti gaji gue dipotong lagi." Jawab Imelda "Lagian kan biar gue gak males-malesan dirumah hari sabtu sama minggunya."

"Tapi kasian badan lo Mel kalo kerja terus." Kata Galen dengan prihatin.

Imelda tersenyum lalu menepuk-nepuk pundak galen "Gue gak apa-apa."

"Cewek banget bahasanya. Bilangnya 'gak apa-apa' nyatanya 'ada apa-apa'." Ledek Galen lalu keduanya sama-sama terkekeh.

Sahabatnya itu memang paling bisa mencairkan suasana.

Galen memakai helm'nya "Kalo gitu gue duluan. Lo langsung tidur, gak ada tuh bergadang-bergadangan lagi."

Imelda mengangkat tangannya lalu hormat kearah Galen "Asiapp pak bos." Ucapnya lalu terkekeh dan menurunkan tangannya.

Galen terkekeh lalu menyalakan mesin motor ninjanya. Setelah itu dia melajukan motornya meninggalkan pekarangan rumah Imelda.

Imelda menatap kepergian Galen, hingga pada saat motor itu kian menghilang dari pandangannya barulah Imelda memasuki rumahnya.

Dari mulai pertama kerja dicafe milik Panji hingga sekarang, Galen tak pernah telat untuk mengantarkannya pulang.

Kalian tentu masih ingat hari pertama Imelda bekerja dan pada saat itu Galen terus duduk didalam cafe hingga hari menjelang sore. Dan saat itu ternyata Galen menunggu Imelda hingga selesai bekerja lalu setelah itu mengantarkannya pulang.

Awalnya Imelda menolak dan memilih untuk naik ojek saja. Namun, bukan Galen namanya jika harus mengalah begitu saja. Galen melakukan banyak cara dan alasan supaya Imelda mau pulang dengannya.

Hingga pada akhirnya Imelda lah yang harus mengalah dan pulang bersama Galen. Bukan karena dia kehabisan kata-kata untuk melawan Galen, hanya saja tubuhnya saat itu benar-benar lelah jika hanya untuk meladeni Galen yang tak akan ada habisnya. Toh lumayan juga, Imelda jadi tidak usah repot-repot mengeluarkan biaya untuk membayar ojek'kan.

Imelda juga pernah sekali membawa motor, dia kira Galen tidak akan menunggunya lagi. Namun tebakannya salah, Galen tetap menunggunya hingga pulang setelah itu membuntutinya dari belakang dan memastikan bahwa Imelda pulang dengan keadaan baik-baik saja.

Entahlah! Imelda juga tidak tahu apa yang berada didalam fikiran sahabatnya itu. Terkadang Galen bersikap begitu menyebalkan namun dia juga sangat sering bersikap perhatian padanya.

Imelda menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum sinting ketika mengingat dirinya dan Galen.

Pertemanan'nya dengan Galen tak pernah luput dari kata ribut dan bertengkar setiap harinya. Namun, sampai sekarang, keduanya masih tetap mempertahankan tali persahabatannya itu.

Setelah memasuki rumahnya, Imelda melangkahkan kakinya menuju dapur untuk membasahi tenggorokannya yang terasa kering.

Namun baru saja dia menginjakan kakinya didapur, gadis itu langsung menghentikan langkahnya ketika melihat sosok wanita yang sedang berdiri membelakanginya.

Imelda masih terdiam ditempatnya, memandang punggung sosok wanita dihadapannya itu. Hingga pada akhirnya...

"Bibi!" Teriak Imelda yang membuat sosok itu terlonjak kaget lalu membalikan badannya. Untung saja piring yang berada ditangannya tak terjatuh karena mendengar teriakan Imelda.

Imelda tersenyum senang lalu dengan cepat melangkahkan kakinya mendekati Bi Siti--Asisten rumahnya lalu setelah itu langsung mememeluknya.

Bi Siti yang mendapat pelukan dari Imelda tiba-tiba pun langsung metentangankan kedua tangannya. Bukan karena tak ingin dipeluk ataupun membalas pelukan Imelda, hanya saja kini tangannya masih penuh dengan sabun dan tangan sebelah kirinya masih memegang sebuah piring yang dia cuci dan belum sempat disimpan.

"Imel kangen banget sama bibi." Kata Imelda sambil memeluk erat Bi Siti.

"Bibi juga kangen pisan sama eneng." Jawab Bi Siti perempuan berusia 45 tahun itu sudah menganggap Imelda seperti anaknya sendiri.

Imelda melepaskan pelukannya lalu menatap Bi Siti "Bibi kapan pulang?"

"Tasi sore non." Jawab Bi Siti lalu membalikan badannya membelekangi Imelda untuk mencuci tangannya lalu setelah itu kembali menghadap Imelda.

Imelda memanggut-manggutkan kepalanya "Terus anak sama cucu bibi gimana? Sehat?"

"Alahamdillilah sehat."

"Pasti cucu bibi gemes banget yah?" Tanya Imelda "Uhh jadi pengen liat." Katanya sambil terkekeh.

Bi Siti ikut terkekeh, tak bertemu anak majikannya selama satu bulan membuatnya rindu. Imelda adalah orang yang sangat baik dan akrab jika memang sudah kenal betul.

"Nanti kapan-kapan bibi ajak anak bibi sama cucu bibi kesini, biar Imel bisa main sama mereka."

Ucapan yang barusan keluar dari mulut Imelda membuat senyum Bi Siti seketika memudar.

Wajahnya yang semula ceria kini berubah menjadi sendu. Wanita itu mencuci tangannya dan meletakan piringnya sebelum akhrinya kembali menghadap ke arah Imelda.

"Non!" Panggil Bi Siti.

"Hmm." Gumam Imelda.

"Maafin bibi non." Lirih Bi Siti.

Imelda mengerutkan keningnya "Maaf untuk?"

"Bi..bibi udah gak bisa kerja disini lagi."

"Maksud bibi, bibi mau berhenti kerja disini? Iya?"

Bi Siti menggelengkan kepalanya lalu meraih kedua tangan Imelda "Bibi sampe kapanpun gak mau ninggalin enon, apa lagi berhenti bekerja disini. Enon udah bibi anggap sebagai anak bibi sendiri."

"Terus, kenapa bibi bilang kalo bibi gak bisa lagi kerja disini."

Bi Siti memandang Imelda dengan sendu "Seminggu yang lalu, bapak SMS bibi. Dia bilang bibi udah gak bisa kejerja disini non."

Lagi-lagi semua karena Papa'nya. Imelda tak mengerti apa maunya Angga. Kenapa orang itu selalu menjauhkan orang terdekatnya.

"Papa mecat bibi?" Tanya Imelda dengan suara tajam.

Bi Siti tersenyum lalu mengelus pundak Imelda "Bibi balik kesini buat ngambil barang-barang bibi dan sekalian pamit sama enon."

"Enon baik-baik yah, jangan sampe enon telat makan dan jangan pernah lupa buat ibadah."

Imelda terdiam lalu tak lama kemudia dirinya memeluk Bi Siti dan langsung dibalas oleh perempuan paruh baya itu.

"Imel gak mau bibi pergi, tapi disini Imel juga gak bisa berbuat apa-apa."

Bi Siti mengelus pundak Imelda "Bibi juga gak mau ninggalin non Imel. Tapi enon tau sendiri bapak gimana kan."

Imelda menganggukkan kepalanya lalu setelah itu menarik tubuhnya menjauh dari Bi Siti.

"Enon jaga  diri baik-baik yah."

Imelda menganggukan kepalanya "Makasih yah bi. Selama ini bibi udah gantiin sosok Mama  dalam hidup Imel. Bibi selalu ada untuk Imel dan selalu bersedia dengerin keluh kesah Imel. Andaikan gak ada bibi, mungkin sekarang Imel udah benci sama Papa. Maafin Imel kalo selama ini sering nyusahin bibi."

"Bibi seneng bisa enon susahin. Bibi tau enon anak yang baik, enon harus selalu tegar menghadapi semuanya yah. Enon harus inget, masih ada Allah yang selalu sama enon."

Imelda menganggukkan kepalanya sambil tersenyum lalu setelah itu kembali memeluk Bi Siti.

"Enon jangan benci sama bapak yah, bibi yakin! Suatu saat nanti bapak pasti akan berubah kaya dulu lagi." Kata Bi Siti sambil mengelus punggung Imelda.

Imelda melepaskan pelukannya "Bibi kapan berangkat kekampung lagi?"

"Insyaallah besok non." Jawab Bi Siti "Non." Panggilnya.

"Iyah?"

"Enon nanti hati-hati yah dijalannya."

Imelda menautkan alisnya, tak mengerti dengan apa yang dibicarakan oleh Bi Siti. Memang dirinya akan pergi kemana?

"Hati-hati?" Kata Imelda "Emang Imel mau kemana sampe bibi bilang hati-hati."

"Loh, bukannya enon sama bapak mau pindah keluar negeri."

"Keluar negeri?" Imelda semakin menautkan alisnya.

"Iyah, bapak bilang kalian mau pindah. Emang enon gak tau?"

Imleda masih terdiam. Dirinya masih mencerna kata-kata yang keluar dari mulut Bi Siti.

Pindah keluar negeri? Apa maksudnya?

"Non!" Bi Siti menepuk pundak Imelda hingga membuat gadis itu tersadar dari lamunanya.

"Ah iyah, Imel baru inget kalo kita emang mau pindah keluar negeri bi." Kata Imelda yang tentunya berbohong.

Dia tau ini hanya akal-akalan Angga maka dari itu dia akan menanyakannya secara langsung kepada Papanya itu.

"Oh iyah bi, papa udah pulang?" Tanya Imelda mengalihkan pembicaraan agar Bi Siti tak terus bertanya tentang kepindahan itu.

"Sudah non, bapak ada diruang kerjanya."

"Yaudah, kalo gitu aku mau nemuin Papa dulu."

Bi Siti menganggukkan kepalanya, setelah itu Imelda melangkah pergi menuju ruang kerja papanya.

Entah karena apa, rasa hausnya seketika menghilang. Tenggorokannya kini sudah terasa basah akibat air liur yang ditelinanya ketika mendengar kata pindah itu.

Tanpa mengetuk pintu lagi, Imelda langsung memutar knop pintu berwarna putih itu.

Angga yang sedang duduk dimeja kerjanya dan sedang fokus dengan laptop'nya kini mengalihkan pandangannya kearah pintu ketika benda itu didorong oleh seseorang.

"Tak tahu sopan santun." Gumam Angga ketika melihat Imelda melangkahkan kakinya mendekatinya dan masuk tanpa mengetuk pintu.

"Pa, Imel mau tanya sesuatu." Kata Imelda ketika sudah berada dihadapan Angga.

"Saya tidak punya banyak waktu untuk menjawab pertanyaan tidak berguna kamu itu." Kata Angga dengan datar lalu kembali menatap laptopnya.

"Apa bener kita mau pindah?" Tanya Imelda.

"Tidak, disini hanya saya yang akan pindah. Sedangkan kamu tidak." Jawab Angga tanpa mengalihkan pandangannya.

"Terus kenapa Papa pecat Bi Siti?" Tanya Imelda dengan suara yanh sedikit meninggi "Apa belum cukup Papa pecat mang ibo? Dan sekarang Papa pecat Bi Siti juga."

Nafas Imelda naik turun, gadis itu mulai terbawa emosi. Dua minggu yang lalu, Angga memecat mang Ibo--saptam rumahnya. Dengan alasan bahwa dirinya tak perlu penjaga rumah lagi.

Angga melepaskan kaca matanya, lalu mendongkakkan kepalanya menatap Imelda dengan dingin.

"Apa urusan kamu? Itu terserah saya. Saya yang menggaji mereka dan kamu tidak berhak menghatur." Kata Angga "Jika kamu mau mereka tetap disini, silahkan bayar mereka. Itupun jika kamu sanggup. Dan saya yakin gaji kamu sebagai pegawai caffe itu tidak akan bisa untuk membayar mereka."

Imelda mengepalkan tangannya, giginya mengatup dengan erat hingga menibulkan suara gerutukan.

"Selama ini Imel sabar Pa! Sabar ngadepin sikap Papa." Kata Imelda "Aku bener-bener gak tau apa alasan papa bikin semua orang yang aku sayang menjauh dari aku."

"Karena kamu tak pantas memiliki mereka. Kamu haya pantas untuk sendiri."

"Kenapa Pa? Apa Papa masih belum ikhlasin Mama iyah? Apa Papa masih nganggep Mama pergi itu karen Imel iyah?." Tanya Imelda "Papa sadar  gak? Kalo disini Papa juga salah, bahkan lebih salah dari aku."

Brakkk

Angga menggebrak mejanya yang berada dihadapannya sambil bangkit dari duduknya. Laki-laki itu menatap Imelda tajam.

"KAMU YANG PANTAS DISALAHKAN DISINI BUKAN SAYA!" Bentak Angga.

Imelda tertawa kecut "Kenapa? Papa gak terima Imel salahin?" Tanya Imelda dengan berani "Tapi itu kenyataannya."

"Karena disini bukan saya yang salah!" Kata Angga.

"Papa nyadar gak kalo selama ini Papa itu egois. Papa selalu mentingin diri papa sendiri." Kata Imelda, lalu pandangannya berlaih pada kertas yang berada diatas meja Angga lalu mengambilnya dan mengangkatnya hingga sejajar dengan wajahnya.

"Papa liat ini!" Imelda menggerakkan kertas yang ada ditangannya "Bahka  kertas ini lebih penting dari pada aku dan mama. Bagi Papa kertas ini sudah menjadi hidup dan mati papa kan."

Angga terdiam, namun terlihat jelas nafasnya kini naik turun menahan amarahnya dan tatapan matanya yang tajam tak pernah lepas dari anaknya itu. Urat-urat pada lehernya sangat terlihat jelas.

"Inget Pa, harta gak akan kita bawa mati. Harta hanya titipan sementara dari tuhan." Kata Imelda lalu meletakan kertas itu kembali pada tempatnya "Kalo emang Papa mau pindah silahkan! Imel akan tetap disini, Imel gak akan pernah ninggalin rumah ini. Karena rumah ini adalah berawalnya cerita anatara aku, Mama dan Papa."

Setelah mengatakan itu, Imelda membalikkan badannya lalu melangkah pergi.

Namun baru saja dia sampai diambang pintu, suara Angga menghentikan langkahnya.

"Cepat atau lambat kamu akan pergi dari rumah ini. Karena saya akan segera menjualnya!"

Imelda tersenyum miring "Papa emang orang tua yang gak punya hati." Kata Imelda tanpa menoleh kearah Angga lalu setelah itu kembali melanjutkan langkahnya.

"Non Imel."

Imelda tersenyum lalu melangkah mendekati Bi Siti yang kini sudah berdiri didepannya. Sepertinya wanita itu mendengar percakapan dirinya dengan Papanya.

"Non Im--"

"Imel gak apa-apa bi." Kata Imelda sambil mengelus pundak Bi Siti ketika sudah berada dihadapan wanita itu.

"Maafin bibi, bibi denger pembicaraan enon sama bapak."

Imelda menganggukkan kepalanya "Gak apa-apa kok." Kata Imelda "Bibi mendingan beresin baju-baju bibi biar besok tinggal pergi."

"Bibi gak mau pergi non, bibi bakal tetap disini nemenin enon."

"Kalo bibi disini, bibi gak akan dapet uang. Imel gak mampu bayar bibi."

"Gak apa-apa, bibi gak usah dibayar. Asalkan bibi tetap disini nemenin enon."

Imelda menggelengkan kepalanya "Enggak bi, kalo bibi gak kerja gimana sama keluarga bibi dikampung." Kata Imelda lalu tangannya mengelus pundak Bi Siti "Insyaallah Imel gak apa-apa bi."

Bi Siti terdiam, bagai mana mungkin dia tega meninggalkan Imel sendiri. Namun, dia juga harus bekerja mencari nafkah untuk anak-anaknya dikampung.

"Imel ke kamar dulu yah bi."

"Iyah non."

Setelah itu, Imelda melangkahkan kakinya melewati Bi Siti. Dia butuh mandi, lalu mengistirahatkan badannya dan setelah itu pergi tidur.

Tubuh, hati, dan fikirannya benar-benar lelah. Dia berharap, semoga saat bagun pagi nanti, masalahnya dapat sedikit terkurang.

Kadang tidur adalah cara yang ampuh untuk menghilangkan sejenak masalah.