Chereads / Teen Taste / Chapter 17 - Bab 17

Chapter 17 - Bab 17

"Gimana bak, udah ada kabar?" Tanya Imelda kepada bak Imas yang sedang duduk dimeja kayu yang berada didapur sambil memegangi ponselnya.

Bak Imas menggeleng lesu "Belum Mel. Tapi Mas Panji udah lapor polisi kok." Jawabnya.

Imelda menghela nafas gusar. Andaikan malam itu dia yang pergi mungkin kejadiannya tidak akan seperti ini.

Tentu kalian masih ingat Lina bukan? Chef yang bekerja dicafe milik Panji.

Sudah beberapa hari ini gadis itu menghilang, tepatnya pada saat malam minggu yang dimana Lina pergi membeli sayuran.

Sejak saat itu, dia tidak lagi kembali kecafe dan entah pergi kemana. Nomor miliknya tak bisa dihubungi, dan gadis itu juga tidak ada dikontrakannya. Lalu tetangga-tetangga juga berkata bahwa gadis itu tak pulang beberapa hari ini.

"Embak takut Lina kenapa-napa Mel. Embak udah anggep dia kaya adik sendiri." Kata Bak Imas dengan suara bergetar.

Imelda mengelus pundak Bak Imas "Kita do'ain aja semoga Lina gak apa-apa."

Bak Imas mengangguk lalu menghapus air matanya yang entah sejak kapan sudah turun membasahi pipinya.

Bagi Bak Imas, Lina adalah sosok yang sangat baik. Lina adalah teman pertama yang ia miliki semenjak kerja dicafe milik Panji.

Setiap hari ia selalu bersama Lina didalam dapur itu dan Lina selalu memasakan makanan untuknya.

Namun sekarang, dia tidak tahu dimana keberadaan dan keadaan gadis itu. Kehilangan Lina membuat Bak Imas tak bisa fokus bekerja, fikirannya melayang kemana-mana. Namun ia selalu berharap, dimanapum Lina berada, semoga gadis itu baik-baik saja.

"Mel."

Suara itu mengalihkan perhatian Imelda dan Bak Imas kearah pintu dapur yang baru saja dibuka dan menampakkan dua sosok anak manusia yang baru saja memasuki dapur.

"Bak Imas kenapa nangis? Lagi latihan buat ikut casting lagi?" Tanya Galen.

"Heh, enak aja kalo ngomong!" Kata Bak Imas tak terima.

Galen terkekeh "Yakan siapa tahu aja Embak mau ikut casting kaya dulu lagi."

"Embak tuh sedih tau gara-gara Lina belum balik-balik lagi."

"Loh, Lina belum balik juga?"

Bak Imas menggeleng "Mas Galen, bantuin cari Lina dong."

"Kalian udah lapor polisi belum?"

"Udah, Mas Panji yang ngelaporin kemarin. Tapi polisi belum nemuin apa-apa." Jawab Imelda.

Galen memanggut-manggutkan kepalanya. Sebenarnya dia juga bingung kemana perginya gadis itu.

"Galen."

"Hmm" Galen menoleh kearah Ratu yang berada disampingnya.

"Lina itu siapa?"

"Oh itu, dia Chef disini."

"Dia hilang?"

"Iyah, udah beberapa hari dia gak ada kabar." Jawab Galen.

"Oh iyah, kalian kenapa kesini?" Tanya Imelda.

"Ratu sama Galen mau ngajakin Imel nonton." Jawab Ratu.

Imelda menyeringitkan dahinya "Nonton?" Tanya Imelda dan diangguki oleh Ratu.

"Gue gak bisa, kalian gak liat gue lagi kerja kaya gini." Imelda menjeber celmek yang dipakainya.

"Yaelah Mel, ayolah kali ini aja. Lagian kita kan udah lama gak nonton. Lagian cafe lagi sepi." Kata Galen.

"Tetep aja gak bisa, ini belum jam pulang dan gue gak bisa keluar. Lo nonton berdua aja sama Ratu."

"Udah lah Mel pergi aja gak apa-apa." Kata Bak Imas.

Imelda menoleh kearah Bak Imas "Tapi ini belum jam pulang Bak, lagian nanti kalo aku pergi Embak sama siapa?" Imelda kembali menoleh kearah Galen dan Ratu "Kalian berdua aja, gue gak bisa."

"Gue maunya bertiga bukan berdua." Kata Galen yang membuat Ratu menoleh kepadanya dan merasa sedikit tak nyaman. Padahal dulu, Galen suka pergi berdua dengannya namun sekarang laki-laki itu tak mau pergi berdua lagi dengannya.

"Lebay lo!" Kata Imelda "Dulu kan lo selalu pergi berdua sama Ratu."

"Yakan sekarang beda."

"Bedanya Gimana?"

Skak mat!

Galen terdiam, bibirnya mengatup dengan rapat. Mulut sialannya telah keceplosan dan dia tidak tahu harus menjawab apa.

Bak Imas yang melihat Galen terdiam menahan tawanya "Udah lah sana Mel pergi. Kasian, masa teman kamu udah kesini kamunya nolak."

"Tap--"

"Gak ada tapi-tapian udah sana." Kata Bak Imas memotong ucapan Imelda.

Imelda menghela nafas panjang lalu menganggukan kepalanya "Tunggu benatar, gue mau ganti baju dulu." Kata Imelda lalu diangguki oleh Galen dan Ratu. Setelah itu Imelda melangkahkan kakinya ketoilet untuk mengganti bajunya.

"Kalian bertiga udah temenan berapa tahun?" Tanya Bak Imas setelah Imelda pergi.

"Udah tiga tahun Bak." Jawab Ratu.

"Terus, diantara kalian udah pernah ada yang suka satu sama lain gak?" Bak Imas menaik turunkan kedua alisnya.

"Mmm.." Ratu menoleh kearah Galen.

"Kita itu udah sepakat cuma buat temenan gak lebih. Rasa sayang yang kita miliki cuma hanya rasa sayang untuk sahabat bukan pacar." Jawab Galen dengan cepat.

Bak Imas memanggut-manggutkkan kepalanya dengan mulut terbuka membentuk huruf 'O'.

Dan ketika Bak Imas akan kembali bertanya, Imelda sudah keluar terlebih dahulu dari kamar mandi dan menghampiri mereka.

"Yuk, berangkat sekarang aja. Takut kemaleman gak baik buat kesehatan Ratu." Kata Imelda.

Galen menganggukkan kepalanya begitu pun Ratu "Yaudah Bak, kita duluan yah." Pamit Galen.

"Kita duluan yah Bak." Pamit Ratu.

Bak Imas mengangkat kedua jempolnya "Oke, hati-hati yah kejebak frienzone." Kata Bak Imas sambil terkekeh.

"Apaan sih bak." Kata Imelda lalu setelah itu ketiganya melangkahkan kakinya keluar dari sana.

Bak Imas tersenyum. Dasar remaja labil. Dia yakin jika pertemanan mereka hanya peretemanan biasa.  Cepat atau Lambat, mereka pasti mengetahui bagai mana perasaan mereka yang sesungguhnya.

○●○

"Galen mau es krim." Rengek Ratu sambil menggoyang-goyangkan lengan Galen yang digandengannya.

"No Ra, nanti lo kambuh lagi." Jawab Imelda.

"Ihh! Ratu mau es krime bodo amat." Ratu menyentak- nyentakkan kakinya, membuat sebagian pengunjung mall menoleh kearahnya.

"Ra, nanti kamu kambuh lagi kalo makan es krim. Mending kita main timezone aja yuk." Kata Galen mencoba merayu Ratu dengan lembut.

"Timezone?" Tanya Imelda "Lo mau bikin Ratu mati?" Kesalnya.

"Yakan seenggaknya Timezone lebih baik dari pada es krim Mel." Jawab Galen.

Imelda menghela nafas panjang. Dia tidak mengerti dengan jalan fikiran Galen. Sudah tau Ratu tidak boleh capek-capek lah dia malah mengajakknya bermain timezone.

"Ya udah ayok, Ratu mau main timezone." Kata Ratu.

"Enggak Ra, nanti lo kecapekan." Tegas Imelda.

"Bentar doang kok Mel gak lama, iyakan Len." Ratu menoleh kearah Galen dengan binar mata polos.

Galen menganggukkan kepalanya "Iyah bentar doang kok Mel."

Imelda mengangkat bahunya acuh. Sudahlah! Dia capek mengatur semuanya. Awas aja jika terjadi apa-apa dengan Ratu dan dia yang disalahkan.

"Ya udah yuk ke tempat timezone." Ajak Galen dan diangguki semangat oleh Ratu.

Sedangkan Imelda hanya bergumam dan memasang muka datar saja. Dia terlalu malas untuk banyak bicara. Kedua manusia didepannya tidak akan pernah mendengarkannya. Padahal dia hanya ingin yang terbaik untuk Ratu agar gadis itu tidak merasakan sakit terus menerus.

Baru saja mereka akan melangkah pergi. Suara seseorang dari belakang membuat kegiatan mereka terhenti dan sontak menoleh kearah sumber suara.

"Ratuuu."

Ratu tersenyum senang "Angkasa." Katanya ketika melihat seorang laki-laki perawakan tinggi mendekat kearahnya.

Galen terdiam, dia menoleh kearah Imelda yang sedang menatap Angkasa dengan tajam dan tangan yang mengepal.

"Angkasa ngapain disini?" Tanya Ratu sambil melepaskan lengan Galen.

"Gue tadi abis cari sepatu. Lo sendiri ngapain disini?" Tanya Angkasa lalu pandangannya beralih kepada Galen dan berhenti kepada Imelda.

Angkasa sedikit menapilkan smirk'nya ketika melihat tatapan Imelda yang tajam dan menandakan bahwa gadis itu tak senang dengan kehadirannya disana.

"Kita abis nonton tadi. Dan sekarang mau main timezone." Jawab Ratu yang membuat Angkasa kembali menoleh kearahnya.

"Kalian mau main Timezone?" Tanya Angkasa dan diangguki oleh Ratu "Gue boleh ikut?".

"Gak!" Jawab Imelda dengan cepat yang membuat Ratu, Angkasa, dan Galen menoleh kearahnya.

Ratu dapat melihat jelas tatapan tak suka Imelda kepada Angkasa. Etah apa yang membuat Imelda sangat benci kepada laki-laki itu. Yang jelas, bagi Ratu! Angkasa adalah laki-laki baik, tidak seperti yang orang-orang katakan.

Tangan Galen terulur untuk menyentuh tangan Imelda yang terkepal. Laki-laki menggenggam tangan Imelda, mengelus punggung tangan gadis itu agar amarahnya mereda.

"Kenapa? Kan biar seru kalo banyak orang?" Kata Ratu dengan suara lirih.

"Gak Ra, kalo lo mau main, main aja sama kita. Gak usah ajak dia." Kata Imelda dengan tegas.

"Ya udah gak apa-apa kalo gue gak boleh ikut." Kata Angkasa "Gue pulang aja deh Ra." Kata Angkasa.

Dan ketika dia akan pergi, Ratu menahan pergelangan tangannya hingga membuat laki-laki itu mengurungkan niatnya.

"Imel jangan egois gitu dong. Angkasa juga temen aku, dia berhak main sama aku. Kalo Imel gak suka, Imel aja yang pergi. Ratu mau main sama Angkasa."

Imelda tersenyum miring "Lo diracunin apa sama Angkasa sampe ngomong gitu ke gue?"

"Angkasa gak ngercunin apa-apa. Imel harusnya mikir, selama ini Imel udah banyak ngekang Ratu. Ratu gak boleh ini gak boleh itu, gak boleh deket sama si ini gak boleh deket sama si itu. Ratu hidup kaya dipenjara tahu."

"Gue lakuin itu karena itu yang terbaik buat lo. Gue gak mau lo kenapa-napa." Jawab Imelda.

"Tapi Imel harus nyadar gimana Ratu. Ratu terkekang. Sedangkan Imel, Imel bebas melakukan apapun semau Imel."

Imelda menghela nafas panjang "Ok, terserah lo. Tapi lo harus tau Ra, gue gak ada maksud buat ngekang lo. Gue kaya gini karena gue pengen yang terbaik buat lo."

"Tapi cara Imel nentuin yang terbaik buat Ratu itu salah. Seharusnya Imel tau, ini hidup Ratu dan Imel gak berhak buat ngatur semuanya." Kata Ratu "Ayo Angkasa kita pergi." Ajak Ratu.

"Tunggu!" Cegah Imelda lalu melepaskan tangannya dari tangan Galen setelah itu dia melangkah maju mendekati Angkasa.

"Denger baik-baik. Hari ini gue bebasin Ratu sama lo. Tapi bukan berarti lo bisa bersikap seenaknya." Kata Imelda.

Angkasa tersenyum miring "Lo tenang aja. Gue gak akan bermain dengan gadis polos kaya Ratu." Balas Angkasa dengan berbisik.

Lalu setelah itu, dia menarik tangan Ratu pergi dari sana menuju tempat timezone.

Imelda mengusap wajahnya dengan gusar. Dia tidak sepenuhnya percaya bahwa laki-laki berengsek itu akan berubah.

"Udah Mel, gue yakin Angkasa gak akan berani macem-macem sama Ratu." Kata Galen.

Imelda menghela nafas gusar. Kenapa dirinya sefrustasi ini. Lalu tak lama kemudian ponselnya berbunyi, hingga membuat gadis itu merongoh saku celananya.

"Halo."

"....."

"Hah! Kok bisa?"

"....."

"Oke, Saya akan kesana. Embak kirim alamatnya, nanti Imel langsung kesana."

"....."

"Oke"

Tuttt

Imelda memutuskan sambungan telfonnya lalu membalikkan badannya menghadap Galen.

"Ada apa?" Tanya Galen.

"Li..lina dirumah sakit Len."

"Kok bisa?" Kata Galen sedikit terkejut.

"Gue gak tau gimana jelasnya. Tapi yang penting sekarang gue harus kerumah sakit nemuin Lina."

"Gue ikut." Jawab Galen dengan cepat.

Imelda menggelengkan kepalanya "Gak, lo temenin Ratu. Gue gak mau dicuma berduaan sama Angkasa. Dan nanti lo anterin dia pulang."

"Tapi elo--"

"Gua naik taksi aja." Kata Imelda memotong ucapan Galen.

"Oke, lo hati-hati. Kalo ada apa-apa langsung kabarin gue."

Imelda menganggukkan kepalanya dan setelah itu langsung pergi dari hadapan Galen.

Gadis itu berjalan sedikit terburu-buru hingga menbuat dirinya tak sengaja menabrak bahu seseorang.

"Awww." Ringis Imelda ketika bahunya bertabrakan dengan bahu sesorang.

Imelda mengangkat kepalanya, melihat siapa orang yang tertabrak olehnya dan seketika matanya bertemu dengan mata dingin seseorang.

Kedua sama-sama terdiam dan saling beradu pandang. Imelda baru sadar, bahwa orang yang berada dihadapannya itu kini sangat jarang menganggu hidupnya.

"Lo punya mata kan?"

Suara dingin Vega berhasil membuat lamunan Imelda buyar dan langsung teradar.

"Sorry." Kata Imelda.

Setelah mengatakan itu, Imelda kembali melanjutkan langkahnya. Meninggalkan Vega yang sedang menatap dirinya yang kini kian menjauh.